Cepek Dulu Dooong....

Sabtu, 14 Januari 2012 00:00 WIB | 6.137 kali
Cepek Dulu Dooong.... Ny. Tini (31 tahun) sedang kesal. Pasalnya, Wawan (5 tahun) tidak mau disuruhnya membeli kecap ke warung di ujung gang. "Ayo dong, beliin kecap ke warung situ. Ibu lagi masak nih..." pintanya. "Enggak mau!" bantah Wawan. Meski begitu, ia menjawab sambil cengengesan, membuat ibunya makin gemas.

"Beliin dong. Nanti Ibu kasih ‘cepek’ deh..." bujuk Ny. Tini. Barulah Wawan mau ke warung, sambil ketawa-tawa senang.

Tapi lain waktu, saat ibunya menyuruh beli Rinso, kejadian serupa terulang kembali. Namun kali ini , Wawan tetap ogah meski hendak diberi cepek. "Kalau ‘gopek’ balu mau..." jawab Wawan dengan suara cedalnya. Ny. Tini tiba-tiba merasa pusing tujuh keliling.

• •

Jujur saja. Orang tua mana sih yang tak pernah sekalipun mengiming-imingi upah atau "suap" supaya si kecil mau melakukan apa yang mereka inginkan? Pasti, sekali waktu, kita pernah memberi hadiah atau imbalan. Umumnya dengan uang, tetapi bisa juga barang. Misal agar si kecil mau disuruh ke warung, seperti kasus Ny. Tini. Bisa juga, memberinya hadiah saat ia berprestasi bagus di sekolah. Atau mengiming-iminginya dengan janji akan membelikan mainan asal nilai matematikanya tidak merah lagi.

Kenapa orang tua sering menggunakan uang untuk merangsang si kecil supaya menurut perintah? Jawabnya mudah: dengan uang, biasanya upaya itu berhasil.

Tetapi jangan lupa, terlalu menyandarkan diri pada upah saat menyuruh anak itu bisa membuatnya berpikir untuk selalu melekatkan "nilai uang" pada setiap tugas yang hendak dilakukannya. Bahkan meski tugas itu untuk kebaikan dirinya. 

Kalau memberi upah itu terlalu diobral, lama-lama uang itu juga akan kehilangan kekuatannya. Akhirnya, terpaksa kita harus meningkatkan upah itu agar ia melakukan apa yang kita inginkan. Repot, kan?

Nah, agar persoalan upah-mengupah itu tidak membuatnya jadi Pak Ogah atau polisi cepek, kita mesti memperhatikan hal- hal berikut:

1.            Jangan Menjadi Rutinitas

Misalnya, saat Anda berbelanja dengan si kecil. Umumnya, anak suka rewel jika merasa capek atau bosan saat berbelanja. Membelikan permen atau makanan kesukaannya akan membuat anak yang biasanya rewel akan senang dan menikmati aktivitas belanja. Namun gunakan upah ini sesekali saja. Bukan membuatnya sebagai suatu rutinitas. Setiap mengajak si kecil, jangan selalu menjanjikannya akan memberi upah. Lama-lama ia menjadi "tuman", kata orang Jawa.

Akan lebih baik jika sebelumnya dijelaskan pada si kecil bahwa tujuan belanja itu tidak untuk membeli upah si kecil, melainkan untuk membeli keperluan yang juga berguna buatnya. Selain memberi upah, Anda juga bisa menawarkan alternatif lain. Misalnya, "Nanti setelah kita pulang, Mama janji deh, main halman lagi...."

2.            Jangan Plin-plan

Jika Anda mengatakan tidak saat si kecil minta upah, tetaplah bilang tidak. Jangan kemudian mengabulkan permintaannya setelah ia ngambek. Jika orang tua plin-plan, akibatnya si kecil akan mengharapkan upah setiap Anda memintanya melakukan sesuatu. Ini tidak hanya membuat kantung Anda kering, tapi yang lebih berbahaya, si kecil akan berpikir bahwa ia dapat memperoleh apa pun yang diminta, kapan saja ia menginginkannya.

Untuk menghindari masalah ini, siapkan dan simpan saja dulu upah itu. Baru jika si kecil benar-benar meminta sesuatu, gunakan upah simpanan itu.

3.            Upah, Tetapi untuk Ditabung

Upah akan menjadi baik dan efektif jika punya hubungan yang logis dengan aktivitas yang diberi upah itu. Jadi, jika ingin mengajarkan supaya anak gemar menabung, berilah upah atau tambahan uang saat ia hendak menabung. Tapi, Anda juga perlu mengawasi dan memastikan bahwa uang itu dimasukkan ke tabungannya.

4.            Tugas Rutin, Tanpa Upah

Jangan memberi upah setiap kali Anda meminta si kecil melakukan tugas-tugas rutin di rumah. Misalnya, membuang sampah. Ini sama saja dengan menciptakan "Pak Ogah" baru, yang akan selalu meminta bayaran untuk setiap apa yang dilakukannya. Jangan kaget kalau nanti ketika meminta si kecil membersihkan ruang tamu ia mejawab, "Berapa upahnya?" Atau suatu hari ia menolak melakukan apa pun yang Anda minta karena ia sedang tidak membutuhkan uang.

Daripada nantinya bertengkar, sebelumnya harus dijelaskan bahwa setiap orang di rumah harus melakukan pekerjaan rumah. Sebab mereka semua adalah anggota keluarga, yang mesti ikut merawat rumah sendiri. Ikuti dengan memberi tugas kepada si kecil yang sesuai usianya. Untuk anak 2 tahun, misalnya, bisa disuruh membantu membereskan mainannya. Atau anak 4 tahun disuruh membantu merapikan meja dan kursi makan. Untuk anak yang lebih tua yang ingin memperoleh uang tambahan, Anda bisa memberinya imbalan asal ia melakukan tugas tambahan yang biasanya perlu orang lain untuk melakukannya. Misalnya mencuci mobil atau memotong rumput.

5.            Tiada Upah untuk Menjadi Baik

Mengiming-imingi upah asalkan si kecil tidak bermain yang membuat kotor baju atau celananya, tentu bukan hal yang baik. Si anak akan bingung, antara ingin mendapatkan upah dan adanya halangan yang melarangnya untuk bermain.

Demikian juga, menjanjikan upah asal ia mau mengerjalan PR-nya. Seharusnya pada perilaku demikian, bukan "hadiah" yang Anda berikan, tetapi "hukuman". Misalnya, "Kalau sore ini tidak mengerjakan PR, berarti nanti malam tidak boleh menonton Jin dan Jun..."

6.            Berikan Pujian , Bukan Upah

Jika orang tua memberi upah atas nilai yang bagus, dan tidak memberi upah kalau si kecil memperoleh nilai yang jelek, itu artinya kira-kira sama dengan,’"Kamu lebih bernilai jika kamu dapat nilai 9 daripada dapat 6 atau 5." Cinta orang tua pada anak tidak boleh "tergantung situasi".

Yang lebih penting, berikan pujian padanya. Ini akan membuat si kecil merasa puas terhadap apa yang telah dilakukannya. Selebihnya, terima ia apa adanya. •

 
Disadur dari buku Mari Bersekolah - editor Deni Karsana - Wyeth Nutritionals



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Potensi "Anak Nakal"
Senin, 31 Oktober 2016 09:49 WIB
Telepon Aku dong, please
Senin, 19 Januari 2015 12:19 WIB
Bermain, Apa dan Mengapa?
Senin, 19 Januari 2015 05:23 WIB