Cita-cita, Tanamkan Agar Tak Kering Nilai

AndrieWongso *) | Jum'at, 01 Agustus 2008 15:21 WIB | 5.700 kali
Cita-cita, Tanamkan Agar Tak Kering Nilai
Pagi tadi jalanan macet total, sedangkan jam menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Mang Gimin yang setiap hari mengantar Ridwan pun panik. Tinggal lima belas menit lagi bel di sekolah Ridwan berbunyi. Dan kendaraan beroda empat ini terjebak dalam antrian bak ular naga yang belum juga mau bergerak.
 
Mang Gimin turun saat melihat tukang ojeg di samping kiri jalan. Akhirnya, pagi itu Ridwan melesat menuju sekolah mengunakan jasa tukang ojeg. Berkat kegesitan sang ojeg, alhamdulillah Ridwan tiba disekolah tepat waktu.

Pulang sekolah, Ridwan langsung melesat mencari bunda. “Bunda.... Bunda.... Sinii,” suara nyaring bocah kelas satu SD ini lambat laun semakin mendekati sang Bunda. Ridwan kini berada di samping bunda yang sedang asik menulis naskah di komputer kesayangannya.

Nda, tau nggak. Ridwan kalau udah besar pengen jadi apa ayo?” ujar Ridwan memancing. Bunda menatap dan tersenyum. Ridwan yang tak sabar segera melanjutkan,” Ridwan pengen jadi tukang ojeg.!”

***

Kaget? Anda barangkali akan kaget dan tak dapat membayangkan anak Anda ternyata bercita-cita jadi tukang ojeg seperti Ridwan, persis seperti kagetnya Bunda Ridwan sesaat setelah buah hatinya polos berkata demikian. Lalu, bagaimana respon Anda selanjutnya?

Ternyata, jika Anda membiarkan sebentar ajaimajinasi anak “terbang” bebas, Anda barangkali akan menemukan hal-hal menakjubkan dari mereka. Ketika ditanya cita-cita, barangkali sebagian mereka akan menjawab dengan hal-hal yang tak biasa. Dalam benak mereka, bisa saja terlintas dipikirannya ia ingin menjadi supir bus, masinis kereta api atau bahkan tukang becak.

Ini bukan mengada-ada. Auladi pernah membuktikan bahwa jika tidak terjadi “intervensi” dari orangtua, anak-anak usia balita sekalipun, angan-angan tentang cita-cita bagi mereka ternyata sungguh indah dan alamiah. Saat Auladi misalnya “main” ke TK Permata Ilmu, Bandung, Auladi pun menemukan jawaban-jawaban yang ajaib. Kadang pernyataan menggelitik dan menakjubkan dari mulut-mulut kecil itu.

Aku ingin jadi suster hewan aja. Tapi, tunggu dulu... aku kan cuma suka kucing, jadi aku mau jadi suster kujing aja deh. Suster ya, bukan dokter,” celoteh gadis manis yang bernama Sarah. Guru-guru prasekolah yang mendengarnya pun tersenyum.

Sedangkan Azka Rahima (3,9 tahun), yang menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan laut segera menjawab pertanyaan sang ibu. “Azka pengen jadi penjaga pantai. Soalnya biar bisa nolong anak kecil yang mau tenggelam,” sambut Azka sambil menerawang teringat pada buku cerita miliknya yang berkisah tentang penjaga pantai.

Sebagiam orangtua sudah tentu ada yang merasa was-was dan waspada dengan ucapan anak-anaknya. “Masa sih cita-citanya seperti itu?”

Namun, berdasarkan pengalaman mendidik keenam buah hatinya, Ustadz Abu Sauqi tidak menjadikan cita-cita anak yang “ajaib” tersebut sebagai sesuatu yang menakutkan. “Cita-cita itu sebenarnya ada ketika seseorang sudah baligh secara akal. Sudah memiliki pikiran apa yang ia inginkan bentuk ke depan. Sedangkan, kalau untuk anak-anak belum sepenuhnya termasuk cita-cita. Mereka hanya mengeluarkan yang terekam oleh otak. Jadi, cita-cita yang sebenarnya harus diolah oleh akal kemudian direalisasikan dalam kehidupan,” ujar pria penggagas Rumah Zakat Indonesia ini menuturkan.

Mengamini Abu Sauqi, psikolog Iip Fariha, M.Psi mengatakan cita-cita yang disebut anak merupakn sari yang tercipta lewat lingkungan. Pada tahap ini sebenarnya anak masih asbun (asal bunyi-red), masih sekadar angan-angan semata. Bersambung...



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Potensi "Anak Nakal"
Senin, 31 Oktober 2016 09:49 WIB
Telepon Aku dong, please
Senin, 19 Januari 2015 12:19 WIB
Bermain, Apa dan Mengapa?
Senin, 19 Januari 2015 05:23 WIB