Jika Si Kecil Jadi Bos

Jum'at, 18 November 2011 00:00 WIB | 4.685 kali
Jika Si Kecil Jadi Bos Ma, itu..." tunjuk Rissa (2,5 tahun) ke arah bola mainan-nya yang ngumpet di bawah kolong sofa ruang tamu. Ia minta ibunya untuk mengambilkannya. Ny. Lussy (25 tahun) melongok ke kolong sofa sambil tetap melanjutkan pembicaraan teleponnya. "Sebentar ya, Sayang. Mama ada telepon penting nih...."

"Ma, itu..." kata Rissa lagi.

"Iya, sebentar...."

"Itu, Maaa...." Rissa mulai merengek. Kakinya beberapa kali dipukulkan ke lantai. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Maaa..." kini Rissa mulai menangis. Ny. Lussy pun buru- buru menghentikan sejenak pembicaraannya. Ia segera mem­bungkukkan tubuh, lalu tangannya meraih-raih bola yang memang agak sukar dijangkau.

"Aduh, begitu saja kok menangis sih? Sabar sedikit dong, Sayang..." bujuk Ny Lussy sambil memberikan bola itu. Isakan Rissa pun mulai berhenti.

• •

Jangan lekas bludrek kalau di masa-masa si kecil berusia 2-3 tahun, kita lebih banyak jadi pelayan atau pesuruhnya. Pada masa ini, seringkah anak memang mengalami sindrom "suka meme­rintah". Jika ia menginginkan sesuatu, ia ingin memperolehnya saat itu juga. Ia tidak mau tahu, orang tuanya mungkin sibuk atau ia telah banyak memerintah di hari itu. Dalam pikirannya, ia harus diutamakan, karena menurutnya dialah orang yang paling penting di dunia. Pikiran dan perasaan orang lain tidak berarti baginya. Yang ada hanyalah saya, saya, dan saya!

Pada orang dewasa, sikap ini tentu akan dipandang sebagai egoistis. Namun ini tidak berlaku bagi anak usia 2-3 tahun.

Karena senyatanya, anak pada usia ini belum mengerti pikiran dari sudut pandang orang lain. Jadi, ini bukan tanda bahwa ia kelak juga akan suka memerintah. Melainkan salah satu bentuk egosentrisme-nya saja. Sebagai orang yang paling penting di dunia, wajar dong, ia menginginkan semua berjalan sesuai dengan keinginannya. Apalagi selama ini, bisa saja ia merasa selalu "diken­dalikan" atau diatur-atur orang lain.

Dengan kata lain, memerintah adalah salah satu cara agar ia memperoleh kendali atas sikap egosentrisnya itu.

Apa pun yang mendasari perilaku itu, kita tidak dapat meng­ubahnya secara cepat atau keras. Jika ini merupakan sifat khas batita dan bukan temperamen bawaan, perilaku ini akan menghi­lang seiring peningkatan umurnya. Namun dengan cara-cara berikut ini, setidaknya kita dapat membuat si kecil berhenti menuntut:

1.           Perintahlah Sewajarnya

Jika kita ingin ia memperlakukan kita secara wajar, per­lakukan ia secara wajar pula. Jika kita tak ingin diperintah, kita juga jangan suka memerintahnya. Saat menetapkan peraturan dan harapan, cobalah timbang lagi, apakah cukup adil baginya? Apakah cocok dengan usianya, dan tidak berlebihan?

2.           Berikan Cukup Perhatian

Tuntutan si kecil bisa jadi merupakan ungkapan kebutuhan­nya akan kita. Jadi, kita mesti memastikan bawa ia mendapat cukup waktu dari kita tanpa perlu memintanya. Sejauh kita bisa, turuti permintaan si kecil sesegera mungkin daripada selalu menundanya jika ia bilang, "Benerin ini!" Atau, "Tambah minumnya!" Tindakan ini mungkin akan mengurangi sifat menuntutnya.

3.           Serahkan Sebagian Kendali padanya

Berikan dia pilihan dalam pcristiwa sehari-hari. Misalnya, "Kalau mau minum susu, nanti ambil sendiri ya. Tuh, Mama sudah taruh di atas meja." Atau, "Mama yang ambil bajunya, nanti Rissa sendiri yang pakai. Oke?"

Ini membuat si kecil merasa lebih dapat mengendalikan lingkungannya. Dengan demikian, ia tidak terlalu terdorong untuk mengambil kendali secara total.

4.           Berikan Tanggung Jawab

Mulailah memberikan beberapa pekerjaan sederhana yang dapat ia tangani. Kita bisa menolak ketika ia menuntut kita melakukan sesuatu yang kita tahu dapat ia lakukan sendiri. Misalnya, memungut krayon yang baru dijatuhkannya, atau mengambil buku gambar dari kamar tidurnya.

Jelaskan bahwa kita melakukan banyak hal baginya, dan ada yang dapat ia lakukan sendiri. Tetapi jangan sama sekali menolak atau melawan sikap memerintahnya, atau tiba-tiba menolak segala perintahnya. Ini akan membuatnya frustrasi dan sikap memerintah itu justru berasal dari frustrasi tersebut.

5.          Bertahanlah dengan Alasan yang Jelas

Jika kita tak dapat memenuhi tuntutannya dengan segera, jelaskan sebabnva dan berikan waktu yang cukup adil, kapan kiranya kita dapat membantunya. Misalnya kita tidak ingin bermain game lagi karena kita sangat cape. Kemudian cobalah bertahan pada sikap kita itu.

Mungkin penolakan ini terasa cukup keras bagi si kecil. Bisa jadi ia akan merengek dan ngambek, atau malah menangis dan berguling-guling di lantai. Namun cobalah bertahan. Ini sebagai salah satu cara supaya ia belajar berpikir tentang orang lain. Nanti ia akan mulai tahu bahwa ia tidak mesti selalu memperoleh apa yang ia inginkan.

6.          Jangan Biarkan Perintah Sewenang-wenang

Sebaiknya, kita jangan memberi respons jika si kecil bersikap kasar. Misal ia berkata, "Ambil!" dengan suara keras. Kita bisa memintanya ia untuk berkata, "Tolong..." dan bersuara ramah saat mengajukan permintaan -meski ini jarang terjadi jika anak sangat rewel. Jika tuntutan anak tak berlebihan, jawablah dan ja­ngan merasa terpaksa untuk memenuhinya.

7.           Berikan Kesempatan Bergaul

Dengan bergaul dan bermain dengan teman-teman sebayanya, ia akan kurang berpikir tentang dirinya sendiri, dan lebih banyak berpikir tentang orang lain. Bergaul juga mengajarkan kepada anak untuk mulai saling berbagi. Mereka boleh meminjam mainan si kecil dan begitu pula sebaliknya, tanpa takut tidak dikembalikan. Tentu, kita mesti menerangkannya lebih dulu kepada si kecil.

Ia akan secara bertahap mengetahui bahwa teman bermainnya juga punya perasaan. Mereka juga bisa kecewa atau marah jika ia selalu bersikap egosentris. Sehingga di waktu selanjutnya, si kecil akan lebih kooperatif dengan orang lain.

8.          Berikan Pujian

Jika ia bisa melakukan sendiri apa yang diinginkannya dan tidak menuntut kita, kita mesti memberi pujian kepadanya, meski menurut kita perilakunya tidak terlalu signifikan. Katakan padanya bahwa kita sangat senang ia bisa melakukan pekerjaan­nya sendiri, sambil memberi pelukan. Tanggapan yang positif akan mendorongnya mengulangi perilaku baik itu di masa nanti.

9.          Kenali Keinginannya untuk Mengatur

Keinginan mengatur itu bisa jadi juga bagian dari temperamen anak. Kita tidak akan bisa -dan bahkan tidak akan ingin- menghilangkan sifat itu, meski mungkin ada sisi negatifnya. Tapi kita dapat membantunya mengembangkan sikap ini menjadi lebih positif. Misalnya: mengajari keterampilan memimpin, menanamkan perasaan empati, keadilan, dan sopan santun kepa­da orang lain. •

 
Disadur dari buku Mengendalikan Si Kecil - editor Deni Karsana - Wyeth Nutritionals

 



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Potensi "Anak Nakal"
Senin, 31 Oktober 2016 09:49 WIB
Telepon Aku dong, please
Senin, 19 Januari 2015 12:19 WIB
Bermain, Apa dan Mengapa?
Senin, 19 Januari 2015 05:23 WIB