Jangan Rusak Pede Anak (Bagian Ketiga)

Selasa, 11 September 2007 18:13 WIB | 5.586 kali
Jangan Rusak Pede Anak (Bagian Ketiga) Para 'Pembunuh' Karakter yang Bertebaran

Bersyukurlah Anda, jika menjadi orang tua yang memiliki ilmu dan senantiasa tak berhenti mencari ilmu mendidik anak-anak Anda. Karena itu Anda boleh yakin bahwa perlakuan dan pola asuh yang diberikan selama ini sudah pada jalur yang tepat.

Namun, jika pun Anda sudah menerapkan perlakuan dan pola asuh yang tepat, hal tersebut tidak menjadi jaminan jiwa dan pikiran anak Anda menjadi 'aman'. Lingkungan tempat sepermainan atau bahkan sekolah sekalipun kemudian dapat menjadi 'ujian' lain bagi perkembangan mental dan jiwa anak. Lihat yang terjadi dengan Raka, anak kelas 1 SD yang baru beberapa bulan masuk sekolah, sebagai contoh kecil.

Tangan mungil Raka, sepengetahuan Ratih, Ibu guru wali kelasnya adalah satu-satunya anak di kelas yang paling banyak mengacungkan tangan ke atas ketika diajukan tawaran kepada seluruh anak 'sapa yang akan memimpin doa?'.

Meski mata wanita itu berkelana ke seluruh kelas. Tetap saja sama, hanya satu tangan mungil yang mengangkat ke udara. Sekali lagi wanita yang biasa disapa Bu Ratih berkata, “Ayo selain Raka, siapa yang berani memimpin doa di depan kelas?”. Satu dua detik, hingga akhirnya satu menit, siwa-siswa di kelas satu tak ada yang berani memenuhi permintaan Ibu Guru.

Akhirnyaa Ratih membiarkaan kembali Raka memimpin doa. Raka yang...


Bingung, apakah anak kita termasuk orang yang kurang percaya diri? Berikut beberapa patokan yang dapat kita waspadai:

  • Ketika anak kita selalu meniru segala perilaku orang lain.

  • Selalu bergantung kepada guru atau orang tua.

  • Tidak memiliki pendapat sendiri dan bisanya hanya meniru pekerjaan orang lain.

  • Selalu bertanya untuk meminta persetujuaan ketika melakukan sesuatu.

  • Tidak dapat mengambil keputusan sendiri.

(Reamonn O Donnchadha, The Confident Chikd)

 

...sebenarnya paling bontot di kelas, selalu saja berani mengambil inisiatif. Sayangnya, siswa yang lain di kelas tak bersedia 'kompak'. Walau kagum dengan keberanian Raka, tetap saja mereka menggoda Raka. Bertambah parah, guru yang kerap memperhatikan kejadiaan tersebut tak memberi 'suplemen' tambahan kepada Raka.

Setelah sebulan di sekolah dasar orang tua Raka merasakan perubahan pada anaknya. Raka yang dulu sangat pede (percaya diri) kini seperti kehilangan keberaniannya. Selidik punya selidik, Raka yang baru genap lima tahun berubah akibat pengaruh lingkungan pergaulan di sekolah.

Sedari kecil Raka memang pede, memiliki inisiatif dan keberanian akan sesuatu di depan umum. Orang tuanya berhasil membangun kepercayaan bahwa dirinya memang bisa melakukan banyak hal. Kini, usaha orang tua selama setengah dekade itu 'rusak' akibat pengaruh lingkungan. Ironisnya, lingkungan itu adalah lingkungan tempatnya belajar dan bersosialisasi setiap hari. Ketika suasana rumah kondusif bagi anak, belum tentu lingkungan lain 'aman bagi anak. Lingkungan sekolah atau lingkungan permainan, amat memungkinkan menjadi 'pembunuh' rasa pede anak.

Tapi sekali lagi, hal itu bolehlah kita anggap sebagai ujian bagi anak. Mau tak mau, anak harus belajar sedikit demi sedikit, bahwa tidak semua orang memberikan respon yang disukainya atas tindakan atau perilaku yang dikeluarkannya.

Karena itu, memiliki orang tua yang mengerti fitrah anak, merupakan suatu anugrah yang tak ternilai harganya. Betapapun lingkungan tak terjaga, jika saja orang tua selalu berusaha melindungi dan mengembangkan segala potensi anak, menjaga kehangatan keluarga di rumah termasuk dengan anak, lalu menjaga dan menghargai perasaan dan pikiran anak, Insya Allah karakter-karakter baik mereka akan cenderung terjaga. .. (bersambung...)



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Potensi "Anak Nakal"
Senin, 31 Oktober 2016 09:49 WIB
Telepon Aku dong, please
Senin, 19 Januari 2015 12:19 WIB
Bermain, Apa dan Mengapa?
Senin, 19 Januari 2015 05:23 WIB