Yang dimaksudkan dengan "ruh kebenaran" adalah
energi batin yang dipancarkan oleh ruh misteri yang tidak dapat ditangkap oleh
indrawi, tidak terpenjara
oleh dimensi-dimensi atau ukuran bendawi, bahkan sebaliknya ruh tersebut mampu
mengatasi ruang dan waktu. Dia adalah cahaya Allah (nurullah) yang disemai
keseluruh alam semesta,
"Allah adalah cahaya langit dan bumi... " (an-Nuur:.35).
Ruh kebenaran adalah leandungan energi yang merupakan satu- satunya kekuatan
batin paling sejati dan
orisinal. Dia adalah ruh (hampir sepadan dengan kata ruh, r-w-h, adalah kata rahaa,
riih, rihyaan, araha) yang memberikan kehidupan yang menggerakkan dan yang
memaksa atau memerintah,
"Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ’Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yangberasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya ruh (cipta- an)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud (menghormat). " (al-Hijr:
28-29; as-Sajdah: 7-9)
Dengan ruh
itulah Allah menciptakan manusia menjadi hidup dan kehidupan manusia tumbuh
berkembang karena adanya cahaya Ilahi yang untuk memudahkannya kita sebut
dengan hubb atau cinta. Dengan cinta itulah seluruh alam semesta termasuk
manusia diciptakan sehingga seluruh kepribadian manusia pada awainya digerakkan
oleh energi cahaya tersebut yang mengisi seluruh pori-pori dan urat saraf qalbu (dhamir) dengan cinta yang meng-Ilahi.
Ruh juga
dapat diartikan sebagai ’’rahmat" sebagaimana kita lihat ketika Ya’qub yang dilanda kesedihan melepjiskan anak-anaknya untuk
mencari Yusuf, dan Ya’qub berkata,
"...
dan jangan kamu berputus asa
dari rahmat (rauh) Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali
kaum yang kafir." (Yusuf: 87)
Rahmat
yang kita maksudkan di sini, tentu saja merupakan muatan cinta yang melahirkan
sikap pelayanan yang membuahkan kedamaian (salam). Daiam sebuah riwayat
dijelaskan bahwa Allah mempunyai 100 rahmat, 99 Dia simpan dan 1 Rahmat dia
turunkan ke bumi. Dengan rahmat yang satu itulah seluruh makhluk memperoleh
pelayanan yang mendamaikan mereka. Karena satu rahmat itu pula seekor kijang
dapat mengangkat kakinya untuk memberi kesempatan anak-anaknya menyusui.
Dengan ruh
atau cahaya Ilahi yang menyelusup memberikan kehidupan kepada manusia, Allah
juga memberikan potensi optimisme, ruh adalah se- mangat, drive yang menyebabkan manusia mampu berjuang menyatakan
misi kemanusiaannya. Ruh adalah cahaya Ilahi yang melimpahkan kebahagiaan dan
karunia (rauhun dan raihan), sebagaimana Allah berfirman,
"Adapun jika dia (orangyang mati) termasuk
orangyang didekatkan (kepadaAllah), maka dia memperoleh ketenteraman (rauhun)
dan rezeki (raihan) serta surga kenikmatan (Jannatu Na’im)."
(al-Waaqi’ah: 88)
"Tidak ada suatu
musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Dan, barangsiapa
yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(at-Taghaabun: 11)
Ruh yang
bermuatkan cinta Ilahi tersebut, selalu mengajak manusia pada nilai-nilai luhur
kemanusiaan, yaitu dalam bentuk salam. Kiranya harus ada semacam ketukan di
hati kita bahwa dengan mengucapkan salam, tidak hanya sekedar doa untuk
keselamatan, sebab salam tidak dapat diterjemahkan secara utuh dengan arti
’damai’ atau ’peace’. Salam
adalah sikap melayani yang dengan pelayanannya itu melahirkan kebahagiaan yang
utuh (integral), sebagaimana Allah berfirman, .. kecuali orangyang
menghadap Allah dengan hati yang bersih (qalbun
salim)."
(asy-Syu’araa : 89)
Ruh
berfungsi untuk membuka dan merasakan makna bahagia, sa’adah, dan sekaligus
memberikan segala kebutuhan sebagai sarana kebahagiaan tersebut yang disebut
dengan Raihan (al-Waaqi’ah: 89).
Ruh
adalah fitrah manusia yang dengan ruh itu pula manusia menjadi berbeda dengan
binatang. Kekuatan yang bisa melangit dan bertanggung jawab, tetapi juga mampu
melanggar berbagai norma-norma moral. Kekuatan
tersebut, akhimya sangat bergantung pada sejauh mana qalbu yang menerima aset Ilahiah tersebut,
mampu mengendalikan seluruh potensi yang dimilikinya. "Semua bayi
terlahir dalam keadaan fitrah, tergantung sejauh mana pengaruh dominan dari
lingkungannya, ke mana kepribadiannya akan mengarah. Apakah akan menjadi
tipikal insan kamil, mempunyai karakter Yahudi (lambang dari intelektual tetapi
penuh dengan hawa nafsu) ataukah karakter Nasrani (lambang dari karakter
intelek tetapi buta mata batinnya) ataukah Majusi (lambang ke- senangan,
materialisik, ambisi, dan arogan bagaikan api membarayang mengabaikan bisikan
intelek dan emosi)."
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press