Manusia
adalah makhluk yang sangal kreatif, penuh dengan daya imajinasi. Apabila potensi yang dimiliknya itu
terlepas dari cahaya Ilahi, maka masuklah ke dalam qalbunya kekuasaan setan sehingga seluruh kreativitasnya,
imajinasinya, dapat menyesatkan pandangan lahir manusia lamnya. Seseorang bisa
tampak sopan di hadapan kita, padahal kesopanan yang ditampilkannya bukanlah
keluar dari hati nuraninya. Orang tersebut bersopan-sopan hanya karena ada
pamrih. Kalau pamrihnya tidak terpenuhi, tampillah wajah batin yang sebenarnya,
dia mengumpat, dia cemberut, dan mungkin juga dia menyerang dengan wajah
beringas. Kesopanan yang disandiwarakannya berubah menjadi kebinatangan yang
didemonstrasikannya dengan penuh amarah. Di sinilah pentingnya peranan qalbu yang terus diketuk dari dalam agar timbul kesadaran moral serta rasa tanggung jawabnya sebagai
manusia dalam kebersamaan dengan manusia lainnya. Ketukan itu tidak lain adalah potensi ruhani yang selalu mengajak manusia kepada
kebenaran Ilahiah yang bersifat universal, seperti ajakan
bertuhan, kedamaian, cinta kasih, dan persahabatan.
Mao
Tse Tung yang komunis, pada akhir hayatnya, dia berkata,, ’’Sebenatar
lagi, saya akan menghadap
Tuhan." Begitu juga Voltaire
yang sepanjang hidupnya penuh dengan perjuangan untuk melawan agama, namun pada saat menjelang
ajalnya tiba dia berkata, " Aku telah ditinggalkan Tuhan dan manusia, dan aku
bakal masuk neraka."
Potensi bertuhan
sebagai fitrah manusia yang bersemayam di dalam ruh, tidak pernah hilang, dan
suatu saat dia muncul untuk menyadarkan manusia. Sebab itu, qalbu yang sering diasah dan selalu mendengarkan bisikan ruhani- nya, akan
bertambah tajam dan sensitif terhadap rangsangan luar. Qalbu yang dikuasai cahaya ruhani yang selalu meng-Ilahi (dalam bahasa
metafor disebut melangit) mencari, merindu, dan mewujudkan nilai kebenaran akan
semakin sensitif dan memberikan atsar ’bekas’ yang sangat mendalam sehingga di
dalam diri kita akan ada semacam perasaan ruhaniah yang menyuarakan kebenaran,
bahkan ada semacam extra
sensory perception, indra keenam
yang mengatakan ya atau tidak dalam mengambil keputusan.
Itulah sebabnya, Allah
meminta qalbu tampil untuk mempertangung- jawabkan seluruh sikap dan perilakunya,
karena seluruh perbuatan manusia diputuskan oleh sang qalbu,
"Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak di- maksud (untuk bersumpah),
tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu...." (al- Baqarah: 225)
Kesadaran atas
kebenaran dan
rasa tanggung jawab, memang
berawal dari ruh yang diserahkan pengelolaannya kepada qalbu. Tidak ada sebuah perbuatan tanpa keterlibatan qalbu. Sehingga, Al-Qur’an menempatkan rangkaian kesadaran, zikir, jiwa,
iman, dan takwa, tidak pemah terlepas dari peran dan fungsi qalbu yang oleh Nabiyullah Muhammad saw. diperlambangkannya bagaikan segumpal daging atau mudghah, yang apabila
mudghah itu baik, maka baiklah seluruh jasad dan perilaku manusia; sebaliknya
apabila mudghah atau qalbu
itu rusak penuh penyakit (maradh), maka
rusaklah seluruh kepribadian manusia tersebut.
Perhatian Allah
terhadap qalbu
sangat mendasar dan radikal, yaitu membenahi
dahulu karakter serta cahaya qalbu
yang diperolehnya dari potensi ruhiyah,
agar tidak kehilangan pelita jiwa Ilahi. Qalbu manusia pada awainya adalah khasanah kebaikan semata-mata karena qalbu juga mempunyai pengertian jiwa yang diberi potensi serta ilham untuk
mengenal baik dan buruk,
"Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. " (asy-Syams: 8)
Qalbu merupakan padang pertempuran yang paling dahsyat, di mana kebenaran akan selalu bertempur dengan kebatilan,
cahaya berhadapan dengan
kegelapan. Jiwa yang melangit merindu cinta kasih Ilahi, dihadang hawa nafsu yang membumi
penuh dengan sikap ambisius dalam alam hedonis (kenimatan duniawi yang
sementara). Ketika takwa membujuk qalbu untuk berpihak kepada Allah, maka sang hawaa memaksany a untuk
berpaling. Konflik batiniah merupakan salah satu fitrah manusia, dan dengan
iman dan takwanya itulah, mereka harus memenangkan pertempuran dahsyatyang tak
kenal henti. Ketika Rasulullah bersama para sahabatnya baru saja pulang dari
pertempuran yang dahsyat, di mana banyak sahabat yang terbunuh, beliau pun
bersabda, "Jihadun nafs ’pertempuran melawan hawa nafsu’," jawab
Rasulullah saw..
Sesuai
dengan hakikatnya yang sering berbolak-balik dan tidak konsisten, maka di dalam
hati manusia tersebut terdapat pertempuran abadi, jihadun nafs, dan setiap
pibadi yang beriman dan bertakwa wajib memenangkannya. Imam Ghazali membuat tamsil atau kiasan sifatyarig terdapat pada jiwa
manusia terdiri dari sifat babi yang mewakili sifat nafsu syahwati dan sikap
anjing yang penuh dengan ghadab, kemarahan, dan keberingasan serta tak kenal
puas. Hal ini sejalan dengan sajak Jalaludin Rumi berikut.
"Ada
ribuan serigala dan babi dalam kewujudan kita
Ada yang baik dan buruk,
ada yang cerdik dan bodoh
Kesempumaan
manusia ditentukan oleh sifat-sifat yang menguasainya
Kalau
timbangan emasnya lebih berat dbanding tembaganya
Maka
dia akan menjadi emas
Di
Hari Kebangkitan kau diberi rup*.
Sesuai
sifat yang menguasai keberadaanmu di dunia."
Potensi
kecerdasan ruhaniah akan terus cemerlang selama kita mau mengasahnya dengan
kewaspadaan yang, penuh. Bagaikan seorang prajurit tempur yang piawai, dia
selalu waspada-takut akan ada penyusupan musuh yang akan memporak-porandakan
pertah anannya.
PERTEMPURAN ABADI MELAWAN HAWA NAFSU (.JIHADUN NAFS)
Pasukan Takwa
|
Data Al-Qur’an
|
Pasukan Hawa Nafsu
|
Data Al-Qur’an
|
Kedamaian
|
48: 4
|
Kegolisahan ^
|
9: 45
|
Ketakwaan
|
22: 32
|
Kesesatan
|
3:7
|
Cinta v/
|
57: 27
|
Kekasaran
|
3: 159, 2: 74
|
Zikir
|
13: 28
|
Kelalaian
|
21:3
|
Kesucian
|
33: 53
|
Kegelapan/Buta
|
22: 46
|
Petunjuk
|
64: 11
|
Terhalang
|
8: 24
|
Kebaikan
|
8: 70
|
Dos. a
|
2: 283
|
Keteguhan
|
28: 10, 11: 120
|
Ingkar
|
16: 22
|
Pertobatan
|
50: 33
|
Kehampaan
|
14: 43
|
Sehat
|
26: 89, 37: 84
|
Sakit
|
2:10
|
Getaran Cinta
|
8:2
|
Kesombogan
|
48: 26
|
Keberanian
|
3: 126
|
Pengecut
|
79: 8, 3: 151
|
Ketenangan
|
16: 106
|
Terguncang
|
24: 37
|
Kelapangan
|
94: 1
|
Sempit/Sesak
|
40: 18
|
Keimanan
|
49: 7, 14
|
Kekufuran
|
2: 93
|
Ketakwaan
|
22: 32
|
Kemunafikan
|
9: 77
|
Qalbu harus berani bertanggung jawab untuk menampilkan
wajahnya yang suci dan selalu berupaya untuk berpihak kepada Allah,
menghidupkan getaran jiwa melalui kesadaran yang hakiki. Kesadaran ini pula
yang dituntut dari prosesi zikir, karena zikir yang menghasilkan getaran jiwa,
getaran ke- sadaraan, "Aku di hadapan Tuhanku," dapat menjadikan seseorang
mencapai puncak keimanan,
"Sesungguhnya,
orangyangbenar-benar beriman itu.idalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka aya-ayat-Nya
bertambahlah iman merelza (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakal."(al-Anfaal: 2)
Kesadaran
atau dzikirullah sebagai salah satu pintu hatii, merupakan cahaya yang
memberikan jalan terang, membuka kasyaf’tabir’ antara manusia dan Allah. Dengan
sendirinya, orang yang sadar atau melakukan dzikrullah tersebut membuat tipu
muslihat setan tidak berdaya,
"Sesungguhnya,
orang-orangyangbertakwa bila men>ka ditimpa
waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya."(al-A’raaf:
201)
Akan
tetapi, kesadaran seperti apakah yang dapat menyebabkan kesadaran kasyaf?
Tarekat seperti apa yang harus dilakukan agar manusia mempunyai kemampuan untuk
bisa melihat setan dan malaikat, jahal dan buruk?
Tentunya
dibutuhkan pembebasan diri dari segala belenggu nafsu yang selalu ingin
menyimpangkan qalbu dari cahaya Ilahi.
Dibutuhkan perjuangan dan kewaspadaan yang sangat tinggi agar qalbu menampaklcan wajah Ilahi yang sebenarnya. Dan kata kuncinya berada pada
kerinduan dan kecenderungan kita untuk selalu mengarah kepada Ilahi (al-hanij).
* KH. Toto Tasmara,
Penerbit Gema Insani Press