Peranan Qolbu

Jum'at, 13 April 2012 08:41 WIB | 8.882 kali
Peranan Qolbu Manusia adalah makhluk yang sangal kreatif, penuh dengan daya imajinasi. Apabila potensi yang dimiliknya itu terlepas dari cahaya Ilahi, maka masuklah ke dalam qalbunya kekuasaan setan sehingga seluruh kreativitasnya, imajinasinya, dapat menyesatkan pandangan lahir manusia lamnya. Seseorang bisa tampak sopan di hadapan kita, padahal kesopanan yang ditampilkannya bukanlah keluar dari hati nuraninya. Orang tersebut bersopan-sopan hanya karena ada pamrih. Kalau pamrihnya tidak terpenuhi, tampillah wajah batin yang sebenarnya, dia mengumpat, dia cemberut, dan mungkin juga dia menyerang dengan wajah beringas. Kesopanan yang disandiwarakannya beru­bah menjadi kebinatangan yang didemonstrasikannya dengan penuh amarah. Di sinilah pentingnya peranan qalbu yang terus diketuk dari dalam agar timbul kesadaran moral serta rasa tanggung jawabnya sebagai manusia dalam ke­bersamaan dengan manusia lainnya. Ketukan itu tidak lain adalah potensi ruhani yang selalu mengajak manusia kepada kebenaran Ilahiah yang bersifat universal, seperti ajakan bertuhan, kedamaian, cinta kasih, dan persahabatan.

Mao Tse Tung yang komunis, pada akhir hayatnya, dia berkata,, ’’Sebenatar lagi, saya akan menghadap Tuhan." Begitu juga Voltaire yang sepanjang hidupnya penuh dengan perjuangan untuk melawan agama, namun pada saat menjelang ajalnya tiba dia berkata, " Aku telah ditinggalkan Tuhan dan manusia, dan aku bakal masuk neraka."

Potensi bertuhan sebagai fitrah manusia yang bersemayam di dalam ruh, tidak pernah hilang, dan suatu saat dia muncul untuk menyadarkan manusia. Sebab itu, qalbu yang sering diasah dan selalu mendengarkan bisikan ruhani- nya, akan bertambah tajam dan sensitif terhadap rangsangan luar. Qalbu yang dikuasai cahaya ruhani yang selalu meng-Ilahi (dalam bahasa metafor disebut melangit) mencari, merindu, dan mewujudkan nilai kebenaran akan semakin sensitif dan memberikan atsar ’bekas’ yang sangat mendalam sehingga di dalam diri kita akan ada semacam perasaan ruhaniah yang menyuarakan kebenaran, bahkan ada semacam extra sensory perception, indra keenam yang mengatakan ya atau tidak dalam mengambil keputusan.

Itulah sebabnya, Allah meminta qalbu tampil untuk mempertangung- jawabkan seluruh sikap dan perilakunya, karena seluruh perbuatan manusia diputuskan oleh sang qalbu,

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak di- maksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sum­pahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu...." (al- Baqarah: 225)

Kesadaran atas kebenaran dan rasa tanggung jawab, memang berawal dari ruh yang diserahkan pengelolaannya kepada qalbu. Tidak ada sebuah perbuatan tanpa keterlibatan qalbu. Sehingga, Al-Qur’an menempatkan rangkaian ke­sadaran, zikir, jiwa, iman, dan takwa, tidak pemah terlepas dari peran dan fungsi qalbu yang oleh Nabiyullah Muhammad saw. diperlambangkannya bagaikan segumpal daging atau mudghah, yang apabila mudghah itu baik, maka baiklah seluruh jasad dan perilaku manusia; sebaliknya apabila mudghah atau qalbu itu rusak penuh penyakit (maradh), maka rusaklah seluruh kepribadian ma­nusia tersebut.

Perhatian Allah terhadap qalbu sangat mendasar dan radikal, yaitu mem­benahi dahulu karakter serta cahaya qalbu yang diperolehnya dari potensi ruhiyah, agar tidak kehilangan pelita jiwa Ilahi. Qalbu manusia pada awainya adalah khasanah kebaikan semata-mata karena qalbu juga mempunyai pengertian jiwa yang diberi potensi serta ilham untuk mengenal baik dan buruk,

"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ke­takwaannya. " (asy-Syams: 8)

Qalbu merupakan padang pertempuran yang paling dahsyat, di mana kebenaran akan selalu bertempur dengan kebatilan, cahaya berhadapan dengan

kegelapan. Jiwa yang melangit merindu cinta kasih Ilahi, dihadang hawa nafsu yang membumi penuh dengan sikap ambisius dalam alam hedonis (kenimatan duniawi yang sementara). Ketika takwa membujuk qalbu untuk berpihak kepada Allah, maka sang hawaa memaksany a untuk berpaling. Konflik batiniah merupakan salah satu fitrah manusia, dan dengan iman dan takwanya itulah, mereka harus memenangkan pertempuran dahsyatyang tak kenal henti. Ketika Rasulullah bersama para sahabatnya baru saja pulang dari pertempuran yang dahsyat, di mana banyak sahabat yang terbunuh, beliau pun bersabda, "Jihadun nafs ’pertempuran melawan hawa nafsu’," jawab Rasulullah saw..

Sesuai dengan hakikatnya yang sering berbolak-balik dan tidak konsisten, maka di dalam hati manusia tersebut terdapat pertempuran abadi, jihadun nafs, dan setiap pibadi yang beriman dan bertakwa wajib memenangkannya. Imam Ghazali membuat tamsil atau kiasan sifatyarig terdapat pada jiwa manusia terdiri dari sifat babi yang mewakili sifat nafsu syahwati dan sikap anjing yang penuh dengan ghadab, kemarahan, dan keberingasan serta tak kenal puas. Hal ini sejalan dengan sajak Jalaludin Rumi berikut.

"Ada ribuan serigala dan babi dalam kewujudan kita

Ada yang baik dan buruk, ada yang cerdik dan bodoh

Kesempumaan manusia ditentukan oleh sifat-sifat yang menguasainya

Kalau timbangan emasnya lebih berat dbanding tembaganya

Maka dia akan menjadi emas

Di Hari Kebangkitan kau diberi rup*.

Sesuai sifat yang menguasai keberadaanmu di dunia."

Potensi kecerdasan ruhaniah akan terus cemerlang selama kita mau mengasahnya dengan kewaspadaan yang, penuh. Bagaikan seorang prajurit tempur yang piawai, dia selalu waspada-takut akan ada penyusupan musuh yang akan memporak-porandakan pertah anannya.

PERTEMPURAN ABADI MELAWAN HAWA NAFSU (.JIHADUN NAFS)

Pasukan Takwa

Data Al-Qur’an

Pasukan Hawa Nafsu

Data Al-Qur’an

Kedamaian

48: 4

Kegolisahan ^

9: 45

Ketakwaan

22: 32

Kesesatan

3:7

Cinta v/

57: 27

Kekasaran

3: 159, 2: 74

Zikir

13: 28

Kelalaian

21:3

Kesucian

33: 53

Kegelapan/Buta

22: 46

Petunjuk

64: 11

Terhalang

8: 24

Kebaikan

8: 70

Dos. a

2: 283

Keteguhan

28: 10, 11: 120

Ingkar

16: 22

Pertobatan

50: 33

Kehampaan

14: 43

Sehat

26: 89, 37: 84

Sakit

2:10

Getaran Cinta

8:2

Kesombogan

48: 26

Keberanian

3: 126

Pengecut

79: 8, 3: 151

Ketenangan

16: 106

Terguncang

24: 37

Kelapangan

94: 1

Sempit/Sesak

40: 18

Keimanan

49: 7, 14

Kekufuran

2: 93

Ketakwaan

22: 32

Kemunafikan

9: 77


Qalbu harus berani bertanggung jawab untuk menampilkan wajahnya yang suci dan selalu berupaya untuk berpihak kepada Allah, menghidupkan getaran jiwa melalui kesadaran yang hakiki. Kesadaran ini pula yang dituntut dari prosesi zikir, karena zikir yang menghasilkan getaran jiwa, getaran ke- sadaraan, "Aku di hadapan Tuhanku," dapat menjadikan seseorang mencapai puncak keimanan,

"Sesungguhnya, orangyangbenar-benar beriman itu.idalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka aya-ayat-Nya bertambahlah iman merelza (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal."(al-Anfaal: 2)

Kesadaran atau dzikirullah sebagai salah satu pintu hatii, merupakan cahaya yang memberikan jalan terang, membuka kasyaf’tabir’ antara manusia dan Allah. Dengan sendirinya, orang yang sadar atau melakukan dzikrullah tersebut membuat tipu muslihat setan tidak berdaya,

"Sesungguhnya, orang-orangyangbertakwa bila men>ka ditimpa waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya."(al-A’raaf: 201)

Akan tetapi, kesadaran seperti apakah yang dapat menyebabkan kesadaran kasyaf? Tarekat seperti apa yang harus dilakukan agar manusia mempunyai kemampuan untuk bisa melihat setan dan malaikat, jahal dan buruk?

Tentunya dibutuhkan pembebasan diri dari segala belenggu nafsu yang selalu ingin menyimpangkan qalbu dari cahaya Ilahi. Dibutuhkan perjuangan dan kewaspadaan yang sangat tinggi agar qalbu menampaklcan wajah Ilahi yang sebenarnya. Dan kata kuncinya berada pada kerinduan dan kecenderungan kita untuk selalu mengarah kepada Ilahi (al-hanij).

 
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press


Yuk Bagikan :

Baca Juga