Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain. Merasakan rintihan dan mendengarkan debar jatungnya,
sehingga mereka mampu beradaptasi
dengan merasakan kodisi batiniah dari orang lain. Empati
sosial telah dipatrikan kepada jiwa agung Rasulullah saw., sebagaimana firman-Nya,
"
Sesungguhnya
telah datang kepada kamu seorang Rasul dari
kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap
orang- orang mukmin." (at-Taubah: 128)
Pada saat penduduk
dalam keadaan kelaparan, tampak Umar ibnul- Khaththab r.a. menggigil karena
tidak makan gandum dan minyak samin hampir satu bulan lamanya. Seseorang
bertanya, ’
’Wahai Amirul Mukminin, betapa seorang Amir seperti engkau kelihatan
sangat lesu, wajahmu pucat dan hanya makan roti kering. Engkau kelihatannya
sedang menyiksa diri. Padahal, dengan kekuasaanmu, engkau hanya tinggal meminta
kepada kas negara (baitul mal)." Umar menjawab, ’’Bagaimana mungkin aku menjadi
pemimpin rakyat bila tidak merasakan derita yang mereka rasakan?"
Para pemimpin yang
berempati akan melahirkan solidaritas lalu menular menjadi satu kesadaran
kolektif. Kepemimpinan adalah keteladanan dan sikap yang sangat penuh perhatian
kepada yang dipimpinnya (leadership by excellent
examplary/uswatun
hasanah). Sudah merupakan hukum alam
yang universal (ar-rahman)
bahwa Allah akan memberikan karunia-Nya kepada siapa pun selama mereka memenuhi
kriteria hukum yang ditetapkan-Nya. Bila dalam satu negeri, penduduk dan para
pemimpinnya memiliki nilai takwa (bertanggung jawab) dan berempati, niscaya
Allah akan melimpahkan karunia-Nya,
’’
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertanggung jawab (bertakwa), pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langitdan dari bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (al-A’raaf:
96)
Sebaliknya, betapapun
mereka mengaku beragama Islam
tapi nilai-nilai tanggung jawab
(takwa) tidak ditegakkan dalam bentuk islah, maka Allah pun akan membalas
sebagaimana yang mereka perbuat. Ini sudah merupakan aksioma Ilahiah bahwa
siapa pun yang berbuat memenuhi kriteria-Nya, niscaya mereka akan mendapatkan balasan-Nya.
Artinya, Allah akan menolong negara yang adil walaupun kafir. Allah tidak akan
menolong negara yang zalim walaupun Islam!
* KH. Toto Tasmara, Penerbit
Gema Insani Press