Kekuatan Sabar
Sehingga, orang-orang
yang bertakwa (bertanggung jawab) tidak mengenal atau memiliki kosa kata
’’cengeng". Karena makna dari sabar itu sendiri bermuatan kekuatan bukan
kecengengan. Orang yang sabar itu bagaikan batu karang yang tidak pernah
bergeming walau ditimpa ombak samudra. Mereka tidak memiliki rasa gentar apalagi surut dari perjalanannya untuk
menempuh jalan yang sudah mereka yakini. Allah berfirman,
"Bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari rasul-rasul telah bersabar."(al-Ahqaaf: 35)
"Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yangpatut diutamakan." (Ali Imran: 186)
"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun
tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu." (Ali Imran: 120)
"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." (Huud: 115)
Rasa tanggung jawab untuk melaksanakan amanah yang kelak
akan berbuahkan sikap islah, tidak akan terwujud kecuali didasari oleh
kualitas sabar. Pasalnya, hidup cenderung untuk menyimpang (deviasi) karena
banyaknya pilihan yang dapat mengalihkan perhatian dari harapan atau tujuan
semula. Kualitas sabar mendorong seseorang menjadi kuat, bahkan dapat
mengalahkan orang-orang yang tidak memiliki sikap kesabaran, sebagaimana
firman-Nya,
"Jika ada dua puluh orang-yang sabar di antara kamu, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh."(al-Anfaal: 65)
Daniel Goleman telah mengulas masalah emotional
intelligence secara panjang lebar
dan menjadi trend dari wacana baru psikolog abad ini. Menurutnya, orang-orang yang berhasil,
bukan ditentukan oleh kecerdasannya secara akademik dengan IQ yang tinggi.
Tetapi, mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang mampu
mengendalikan diri dan tabah melaksanakan tugas- tugasnya. Berapa banyak orang
yang ber-IQ tinggi justru menjadi anak buah dari para CEO (Chief Executive Officer) yang kecerdasannya rata-rata tetapi mempunyai
kecerdasan emosional yang tinggi. Seringkali kita saksikan di dalam Al-Qur’an,
kata sabar berkaitan dengan kata takwa, jihad, dan ujian sebagaimana
firman-Nya,
"Padahal belum nyata bagi Allah orang-orangyang
berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar." (Ali Imran: 142)
"Sesungguhnya barangsiapayang bertakwa dan bersabar,
maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik." (Yusuf: 90)
Salah satu mahkota sabar adalah sikap memaafkan.
Keberanian untuk selalu berpihak pada ’’salam" sebagaimana yang diucapkan
setiap mengakhiri shalat (yang pada dasamya merupakan awai dari aktualisasi
shalat). Orang yang memberi maaf adalah orang yang kuat, kaya batin, dan
beijiwa lapang. Karenanya, ia mendapatkan balasan (rewards) yang sangat dimuliakan di sisi-Nya. Itulah sebabnya
Allah berfirman,
"Tetapi orangyang bersabar dan memaafkan,
sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (asy-Syuura: 43)
"Hai orang-orangyang beriman, jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar." (al- Baqarah:
153)
"Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada
orang-orangyang sabar dengan pahalayanglebih baik dari apayangmereka kerjakan."
(an-Nabl: 96)
"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu
daya mereka tidkakan mendatangkan kemudharatan bagimu."(Ai
Imran: 120,186)
Di dalam nilai-nilai sabar itu, tampak sikapnya yang paling dominan antara lain sikap percaya diri (self confidence), optimis, mampu menahan beban ujian, dan terus berusaha
sekuat tenaga (mujahadah). Mereka sangat yakin akan janji Allah yang
berfirman,
"Merekayang berusaha sekuat tenaga di jalan-Nya,
niscaya mereka akan diberikan petunjuk dari berbagai jalan Kami." (al-Ankabuut: 69)
Mereka berani mengambil risiko atas tindakannya. Dalam
pengambilan risikonya tersebut, tentu saja bukan perbuatan nekad ban bertindak
tanpa perhitungan. Tetapi, melakukan antisipasi dan memperhitungkan apa yang
akan terjadi dengan tindakannya itu, atau kita sebut saja sebagai risiko yang diperhitungkan (calculated risk).
Karena itu, mereka yang cerdas secara ruhaniah tidak
bersifat ’’pasif reaktif ’, melainkan proaktif. Bahkan, sangat kreatif dalam
mencari jalan, metode, atau yang dikenal dalam istilah agama dengan kata wasilah,
"Hai orangyang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kamu mendapat keberuntungan." (al-Maa’idah: 35 )
Iman menuntut tanggung jawab dan menumbuhkan imajinasi kreatif untuk selalu mencari jalan (wasilah) menggapai ridha Allah, dengan menyalakan api kesungguhan di atas jalan-Nya (jihad). Inilah tujuan dari kecerdasan ruhaniah yang dijanjikan kemenangan ganda dari Allah SWT.
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press