Karl
Jasper, seorang
filsuf yang dilahirkan di Oldenburg
tanggai
23 Februari 1883,
mengeluh dan berucap, "
God of
faith is the distant God, the hidden, the indemonstrable God. Hence I must
recognize not only that I do not know God but even that I do not know whether I
believe Tuhan yang
kuyakini adalah Tuhan yang jauh, yang tersembunyi, yang tidak dipat dipertunjukkan. Bahkan,
harus kuakui bahwa sebenarnya aku tidak tahu akan
Tuhan, bahkan tidak tahu apakah aku percaya’."
Ungkapan Jasper yang terakhir
ini, menyadari keterbatasan dirinya untuk menangkap hakikat
Tuhan. Tetapi, sangat disayangkan logikanya telah
menyimpangkan dirinya dari keyakinannya akan Tuhan (
I do not know whether I believe). Jasper masih menyangsikan hakikat Tuhan.
Memang benar bahwa Tuhan tidak mungkin dipresentasikan dalam bentuk wujudnya, tetapi Tuhan mengaktualisasikan dirinya melalui
ciptaan-Nya yang justru diperuntukkan bagi manusia agar mengenal jalan dan
mencari hakikat tersebut. Kita tidak dapat mengambil kesimpulan untuk
menyangsikan Tuhan dikarenakan keterbatasan diri kita, atau setidak-tidaknya
menyangsikan untuk mendapatkan keyakinan yang utuh. Sehingga, penyangsian hanya
sekadar metode kritis untuk memperoleh jawaban yang hakiki. Penyangsian atas
Tuhan hanya sekadar berpikir radikal dan melepaskan otonomi subjektif untuk mengenal
jalan menuju hakikat Tuhan.
Dengan pemaparan ini,
tampaklah betapa besarnya nilai orang yang
berdoa dengan jiwa yang mengatasi raganya itu. Berdoa merupakan bentuk
refleksi (dari bahasa latin reflectere ’membungkuk’) yaitu merendahkan diri di hadapan
Tuhannya untuk memuliakan kedirianku. Maksudnya,
membungkuk kepada Tuhan untuk mengatasi dan mengalahkan diriku sendiri. Dalam berdoa, ia
berperang untuk mengalahkan dan mengendalikan potensi hawaa, bahkan
seluruh potensi fiisaha (fu’ad, shadr, dan
hawaa)
mengecil, redup, dan selanjutnya dikendalikan langsung oleh pusat jiwa yaitu
nur Ilahi yang memancar terang di qalbunya.
Di dalam doa itu pula, manusia mengungkapkan
penyesalannya, menyuarakan nuraninya untuk melakukan
rehablitasi, dan membuat rencana-rencananya. Manusia
membuat rencana yang sejati atas potensi dan kemampuannya yang ada sambil
merenungkan masa lalu dan nasibnya di masa depan, sebagaimana Satre berkata, ’’Man is nothing else but his plan. He exist only to the
extent that he fulfils himself. He is therefor nothing else than the esemble of
his acts, nothing else than his life ’manusia adalah rencananya sendiri. Ia ada
hanya sejauh menempuh dirinya sendiri. Karenanya, ia tidak lain daripada
kumpulan tindakan-tindakannya, tidak lain daripada hidupya sendiri’."
Randolph Byrd, seorang kardiolog dan ma itan profesor
Universitas California,
melakukan penelitian terhadap 393
pasien di Rumah Sakit Umum San Fransisco yang
dibagi secara acak dan dikelompokkan pada tempat yang berbeda.
Setiap pasien di doakan oleh lima puluh tujuh orang. Hasilnya sungguh sangat
menakjubkan. Pasien yang didoakan menunjukkan keadaan yang jauh lebih baik
daripada mereka yang tidak didoakan. Mereka hanya membutuhkan 20% antibiotik
daripada kelompokyang tidak didoakan. Kemungkinan terkena pulmonary edema ’basah paru-paru’ ternyata 30%
lebih kecil.
Pembuktian ilmiah tentang kekuatan doa ini, diteruskan dengan penelitian
terhadap tumbuh-tumbuhan. Benih gandum yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu
benih yang didoakan dan yang tidak. Ternyata benih yang didoakan tumbuh dengan
cabang-cabangnya yang kuat dan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang
tidak didoakan.
Penelitian diteruskan dengan meneliti benih gandum
yang dalam keadaan sakit dibandingkan dengan yang sehat. Gandum yang akan
didoakan diberi larutan garam sebagai penghambat, sedangkan benih yang tidak
didoakan adalah benih yang sehat dan tidak diberikan larutan garam. Hasilnya
sungguh menakjubkan, ternyata benih yang diberi larutan garam, tumbuh dengan
lebih banyak tunasnya dibandingkan dengan benih yang tidak didoakan. Bertambah
banyak larutan ditambahkan, bertambah banyak tunas yang
dikeluarkannya. Untuk melihat efeknya yang lebih tajam, para para peneliti
mengganti gandum dengan kedelai, dan hasilnya tetap
sama. Benih yang mendapatkan larutan garam tumbuh lebih cepat dengan tunas yang lebih banyak.
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press