Berdoa

Senin, 16 Januari 2012 00:00 WIB | 6.305 kali
Berdoa Karl Jasper, seorang filsuf yang dilahirkan di Oldenburg tanggai 23 Februari 1883, mengeluh dan berucap, "God of faith is the distant God, the hid­den, the indemonstrable God. Hence I must recognize not only that I do not know God but even that I do not know whether I believe Tuhan yang kuyakini adalah Tuhan yang jauh, yang tersembunyi, yang tidak dipat dipertunjukkan. Bahkan, harus kuakui bahwa sebenarnya aku tidak tahu akan Tuhan, bahkan tidak tahu apakah aku percaya’."

Ungkapan Jasper yang terakhir ini, menyadari keterbatasan dirinya untuk menangkap hakikat Tuhan. Tetapi, sangat disayangkan logikanya telah menyim­pangkan dirinya dari keyakinannya akan Tuhan (I do not know whether I be­lieve). Jasper masih menyangsikan hakikat Tuhan.

Memang benar bahwa Tuhan tidak mungkin dipresentasikan dalam bentuk wujudnya, tetapi Tuhan mengaktualisasikan dirinya melalui ciptaan-Nya yang justru diperuntukkan bagi manusia agar mengenal jalan dan mencari hakikat tersebut. Kita tidak dapat mengambil kesimpulan untuk menyangsikan Tuhan dikarenakan keterbatasan diri kita, atau setidak-tidaknya menyangsikan untuk mendapatkan keyakinan yang utuh. Sehingga, penyangsian hanya sekadar metode kritis untuk memperoleh jawaban yang hakiki. Penyangsian atas Tuhan hanya sekadar berpikir radikal dan melepaskan otonomi subjektif untuk me­ngenal jalan menuju hakikat Tuhan.

Dengan pemaparan ini, tampaklah betapa besarnya nilai orang yang ber­doa dengan jiwa yang mengatasi raganya itu. Berdoa merupakan bentuk refleksi (dari bahasa latin reflectere ’membungkuk’) yaitu merendahkan diri di hadapan Tuhannya untuk memuliakan kedirianku. Maksudnya, membungkuk kepada Tuhan untuk mengatasi dan mengalahkan diriku sendiri. Dalam berdoa, ia berperang untuk mengalahkan dan mengendalikan potensi hawaa, bahkan seluruh potensi fiisaha (fu’ad, shadr, dan hawaa) mengecil, redup, dan selanjut­nya dikendalikan langsung oleh pusat jiwa yaitu nur Ilahi yang memancar terang di qalbunya.

Di dalam doa itu pula, manusia mengungkapkan penyesalannya, me­nyuarakan nuraninya untuk melakukan rehablitasi, dan membuat rencana-rencananya. Manusia membuat rencana yang sejati atas potensi dan kemam­puannya yang ada sambil merenungkan masa lalu dan nasibnya di masa depan, sebagaimana Satre berkata, ’’Man is nothing else but his plan. He exist only to the extent that he fulfils himself. He is therefor nothing else than the esemble of his acts, nothing else than his life ’manusia adalah rencananya sendiri. Ia ada hanya sejauh menempuh dirinya sendiri. Karenanya, ia tidak lain daripada kumpulan tindakan-tindakannya, tidak lain daripada hidupya sendiri’."

Randolph Byrd, seorang kardiolog dan ma itan profesor Universitas Cali­fornia, melakukan penelitian terhadap 393 pasien di Rumah Sakit Umum San Fransisco yang dibagi secara acak dan dikelompokkan pada tempat yang ber­beda. Setiap pasien di doakan oleh lima puluh tujuh orang. Hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Pasien yang didoakan menunjukkan keadaan yang jauh lebih baik daripada mereka yang tidak didoakan. Mereka hanya membutuhkan 20% antibiotik daripada kelompokyang tidak didoakan. Kemungkinan terkena pulmonary edema ’basah paru-paru’ ternyata 30% lebih kecil.

Pembuktian ilmiah tentang kekuatan doa ini, diteruskan dengan pene­litian terhadap tumbuh-tumbuhan. Benih gandum yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu benih yang didoakan dan yang tidak. Ternyata benih yang didoakan tumbuh dengan cabang-cabangnya yang kuat dan lebih banyak di­bandingkan dengan benih yang tidak didoakan.

Penelitian diteruskan dengan meneliti benih gandum yang dalam keadaan sakit dibandingkan dengan yang sehat. Gandum yang akan didoakan diberi larutan garam sebagai penghambat, sedangkan benih yang tidak didoakan adalah benih yang sehat dan tidak diberikan larutan garam. Hasilnya sungguh menakjubkan, ternyata benih yang diberi larutan garam, tumbuh dengan lebih banyak tunasnya dibandingkan dengan benih yang tidak didoakan. Bertambah banyak larutan ditambahkan, bertambah banyak tunas yang dikeluarkannya. Untuk melihat efeknya yang lebih tajam, para para peneliti mengganti gandum dengan kedelai, dan hasilnya tetap sama. Benih yang mendapatkan larutan garam tumbuh lebih cepat dengan tunas yang lebih banyak.

 
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press


Yuk Bagikan :

Baca Juga