Panggilan Haji

Jum'at, 25 November 2011 00:00 WIB | 9.566 kali
Panggilan Haji Makna Ibadah Haji

Haji dalam arti berkunjung ke suatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-aga­ma, khususnya di belahan Timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat mengantar manusia kepada pengenalan jati diri, member­sihkan, dan menyucikan jiwa mereka. Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa ajaran agama-agama-dalam kaitannya dengan iba­dah haji-menganjurkan pelakunya untuk memulainya dengan mandi (menyucikan jas­mani dari segala noda).

Walaupun ibadah haji dikenal oleh agama- agama selain agama Islam, namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara iba­dah haji yang diajarkan oleh Islam dengan "ibadah haji" yang dipraktikkan oleh agama- agama lain. Misalnya dalam pandangan ter­hadap tempat-tempat yang dikunjungi, keter­libatan pemuka-pemuka agama dalam upacara-upacara ritual, dan pada binatang-binatang kurban yang disembelih.

Memahami makna ibadah haji dalam ajar­an Islam membutuhkan pemahaman secara khusus menyangkut berbagai hal, khususnya sejarah kehidupan Nabi Ibrahim a.s. dan ajar­annya. Karena, praktik-praktik ritual ibadah ini banyak sekali yang berkaitan dengan pengamalan-pengamalan beliau bersama keluarga beliau.

Panggilan Haji

Nabi Ibrahim a.s. dan putranya, Isma’il, diperintahkan Allah untuk membangun kembali Ka’bah dengan meninggikan fondasinya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qtiran i Surah Al-Baqarah (2): 125,
 

Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma’il: "Bersih­kanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud."

Setelah mereka membersihkan tempat itu Allah berfirman kepada Ibrahim:



Kumandangkanlah kepada semua manusia agar melaksanakan ibadah haji (QS Al-Hajj [22]: 27).

Konon-ketika Nabi Ibrahim a.s. mende­ngar perintah ini, beliau berkata: "Suaraku tidak akan terdengar oleh semua manusia."

Maka Allah menjawabnya: "Engkau hanya mengumandangkan. Akulah yang menjadikan mereka mendengar­nya."

Sejak saat itu, hingga kini ibadah haji telah dikenal-minimal oleh setiap Muslim-sebagai kewajiban yang ditetapkan oleh Allah bagi setiap yang mampu. Sedemikian populer ke­wajiban ini sehingga dalam istilah hukum aga­ma ia dinamai ma’lum min al-din bi al-dharurah, yakni sebuah aksioma. Demikian Allah menepati janji-Nya kepada Ibrahim a.s.

Jika demikian, panggilan-atau katakan­lah undangan untuk melaksanakan haji-telah diterima oleh semua manusia, lebih-lebih umat Islam. Karenanya, adalah keliru ucapan se­mentara orang yang enggan berkunjung ke rumah-Nya sambil berkata: "Saya belum men­dapat panggilan." Tidak! semua Muslim telah mendapat panggilan. Bukankah semua telah mengetahui bahwa haji adalah kewajiban bagi yang mampu?

Keliru pula orang yang menduga bahwa haji adalah panggilan Nabi Ibrahim a.s. Tidak! Haji adalah panggilan Ilahi, dan karena itu pula jamaah haji dinamai Dhuyuf Al-Rahman (Tamu-tamu Allah Yang Maha Pengasih). Bukankah mereka berkunjung ke Baitullah (Rumah Allah)?

Tuan rumah yang baik pastilah menyam­but baik pula setiap tamunya. Tuan rumah yang pemurah akan menyediakan segala se­suatu yang menyenangkan tamunya, selama tamu tulus bertamu, bersikap wajar dan ber- ucap yang baik. Jangankan Allah, sebagai tuan rumah, manusia terhormat pun demikian.


Disadur dari buku Haji Bersama M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan.



Yuk Bagikan :

Baca Juga