Visi Mereka...

Selasa, 15 November 2011 00:00 WIB | 5.491 kali
Visi Mereka... Ini sudah menjadi aksioma Ilahiah, sebuah hukum yang secara universal melekat pada fitrah kita semua. Dengan menetapkan visi itu, justru kita ingin menanam benih terbaik dengan memupuk dan menjauhinya dari berbagai hama bakteri yang akan menggerogoti dan menghambat pertumbuhannya.

Organisasi atau perusahaan sangat membutuhkan visi. Karena, visi dan misi erat kaitannya dengan rencana perusahaan, anggaran, serta kemungkinan- kemungkinan lain yang menjadi dasar analisis dan wajah perkembangan per­usahaan di masa depan. Perusahaan yang mampu bertahan dalam persaingan, adalah perusahaan yang mampu menggerakkan seluruh karyawannya untuk menatap hari esok, menghayati visi yang ditetapkannya, dan menjadikannya sebagai kerangka sikap dan perilaku seluruh karyawan secara sinergis. Dari para pimpinan puncak sampai pada karyawan staf mempunyai kesimpulan atau bahasa yang sama bahwa visi adalah gambaran perusahaan di masa depan yang harus dipersiapkan sejak dini untuk mewujudkan gambaran tersebut. Di dalam pernyataan visinya tersebut, mereka sudah mampu menggambarkan bentuk konsumen, tuntutan pasar, pelayanan yang akan ditawarkan, serta ukuran- ukuran dan reputasi apa yang diharapkan perusahaan di masa depan.

Pribahasa Yunani kuno mengenal ungkapan, ``Civis pacem parabelum `jika engkau ingin perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang`!" Ungkapan ini harus ditafsirkan bahwa kewaspadaan, persiapan, dan merasa diri terancam atau kehilangan momentum yang tepat untuk meraih hasil optimal merupakan sikap dan perilaku yang dituntut dari pernyataan visinya. Karena itu, tidak mungkin mencapai tujuannya dengan sukses jika kita membuat pernyataan visi dan misi atau budaya perusahaan yang seringkah ditulis dengan sangat muluk, tetapi tidak ada membentuk sikap dan perilaku siaga (seperti akan menghadapi pertempuran). Visi yang juga merupakan tujuan hidup, harus kita perjuangkan dengan sungguh-sungguh (jihad).

Kesungguhan menetapkan visi berarti kita melakukan semacam evaluasi yang total sebagai dasar atau rujukan ke mana kita mengarah. Hal ini senapas dengan apa yang diucapkan Umar ibnul-Khaththab r.a., ``Hitunglah dirimu se­belum datang hari perhitungan. Timbanglah dirimu sebelum datang hari per­timbangan."

Pernyataannya itu menunjukkan tanggung jawab terhadap masa depan yang dimulai dari hari kemarin!

Penetapan visi berarti menetapkan arah kiblat yang benar-benar dia yakini. Sehingga, seluruh sumber daya yang dimilikinya diarahkan dan dituangkan dalam bentuk perencanaan yang merujuk ke arah kiblat tersebut. Tetapi, jika penetapan visi atau tujuan saja, maka itu hanya sebuah impian yang indah. Apabila tidak dituangkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang membutuhkan perencanaan, maka itu adalah sebuah untaian kalimat yang muluk tanpa ruh.

Ada satu peribahasa yang mengatakan, ``Tulislah apa yang engkau kerjakan, dan kerjakan apa yang engkau tulis. Atau, rencanakan pekerjaan Anda dan yang lebih penting lagi kerjakanlah apa yang telah Anda rencanakan (plan your work and work your plan)."

Dengan kerangka berpikir demikian, tampaklah bahwa antara rencana, tindakan, dan pencapaian arah merupakan jalan lurus (shirathal mustaqiim) yang dilaksanakannya dengan bersungguh-sungguh (jihad) diiringi oleh ruh keterikatan (komitmen). Semuanya itu merupakan bentuk perjalanan ruhani yang akan memperkaya khazanah kehidupannya. Hidup bukanlah kebetulan, tetapi sebuah kesengajaan yang harus dipertanggungjawabkan sepanjang dia meyakini bahwa amanah atau kewajiban yang menjadi tanggungannya tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip keyakinannya dan sesuai dengan rujukan utamanya yaitu Al-Qur`an dan hadits.

Dengan menetapkan visi, berarti akan terus berupaya untuk mencari jalan. (Itulah sebabnya di dalam Islam dikenal berbagai istilah tentang makna jalan seperti sabil, syariat, wasilah, thariq, shiroth, dan minhaj). Jalan dapat diartikan sebagai metode, upaya, atau cara kita memilih (ikhtiar), sebagaimana Allah ber­firman,


"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah (bertanggungjawablah) kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya." (al-Maa`idah: 35 )

Inilah makna lain dari pengertian takwa yang lebih bersifat workable, membumi, dan nyata. Ia tampak dari sikap dan tindakannya untuk memenuhi amanah dan melaksanakan atau membumikan pernyataan visi yang ditetap­kannya dengan penuh tanggung jawab. Karena mereka yang cerdas secara ruhaniah, memiliki kepedulian terhadap akhirat setinggi kepeduliannya ter­hadap duniawi.

 

* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press



Yuk Bagikan :

Baca Juga