Lanjutan... Mereka Memiliki Visi

Selasa, 01 November 2011 00:00 WIB | 5.585 kali
Lanjutan... Mereka Memiliki Visi Mau tidak mau kita harus berjalan ke depan. Mengalir dan pasti akan ber­akhir di pengujung, yaitu pertemuan dengan Robbil `izzati dengan penuh ke­damaian dan rasa bahagia (sa`adah) sebagaimana Allah berfirman, "Kembalilah kamu semuanya kepada Tuhanmu dan pasrahkanlah dirimu."

Dengan demikian, seluruh tindakannya didasarkan pada suara hatinya yang paling mendalam (calling from within). Mereka tidak mungkin mengkhianati komitmennya karena mereka menyadari bahwa Allah selalu hadir dan menyaksikan mereka, sebagaimana tercantum dalam surah Qaaf ayat 16 dan al-Baqarah ayat 115.

Mereka bertindak karena ada semacam keterpanggilan hati nurani di­bandingkan dengan mereka yang bertindak atau memberi respons sebagai ke­terpaksaan, tentu saja akan memberikan dampak psikologis yang berbeda. Mereka yang sukses adalah mereka yang bertindak dengan penuh keikhlasan, rasa cinta yang mendalam, dan keterpanggilan yang kuat. Mereka memiliki paradigma (dari bahasa Yunani yang artinya gambaran, peta, atau bentuk) terhadap masa depan sebagai keinginan yang menyala di dalam dadanya untuk mewujudkan impiannya, harapan yang kemudian menjadi tujuan hidupnya. Visi berarti menetapkan satu parameter yang jelas untuk mewujudkan apa yang belum dimilikinya untuk menjadi sesuatu yang nyata dan bermakna.

Dengan demikian, kualitas hidup sangat ditentukan bagaimana cara kita mempersepsi diri, yaitu mempersepsi apa yang sedang kita perbuat dengan bertanya, ``Untuk apa?" Ini adalah salah satu pertanyaan yang merupakan kunci utama yang kelak akan mengarahkan sikap dan perilaku kita sebagai jawaban dan kebenaran hakiki yang tersembunyi (the hidden truth).

Saya melihat bahwa para eksekutif dan manajer yang berhasil adalah mereka yang mempunyai visi serta arah kiblat dan imajinasi yang mengikat dirinya (obsesif). Mereka disebut sebagai visioner. Dengan imajinasinya yang kreatif, mereka menunjukkan kinerjanya secara optimal sebagai salah satu bentuk rasa tanggung jawab dirinya terhadap masa depan.

Dari 100 kuesioner yang disebarkan kepada para manajer yang berhasil, ditemukan satu hal yang sama di antara mereka. Yakni, mereka memandang pekeijaan sebagai cara dirinya meningkatkan harga diri, bukan sekadar mencari karir atau uang. Menurut Labmend (1990), bagi mereka, uang maupun karir hanyalah sebuah efek sampingan dari upaya untuk meningkatkan kualitas diri.

Victor Frankl, psikolog Australia yang ditahan di kamp Nazi, menyaksikan satu fenomena paling berharga bahwa seseorang yang mempunyai visi atau harapan-harapan tentang kebermaknaan hidup, ternyata lebih bertahan dan mampu hidup lebih lama dibandingkan dengan para tahanan yang kehilangan harapan atau gairah hidup. Frankl menyadari bahwa faktor yang paling ber­harga adalah kesadaran individu atas visi yang diyakininya serta harapan dan kebermaknaan hidup. Keyakinan yang memberikan inspirasi ke masa depan yang kemudian memberikan dorongan untuk membawa misi yang harus di­perjuangkannya.

Berkaitan dengan hal itu, Stephen R. Covey mengatakan bahwa ``visi merupakan pengejawantahan yang terbaik dari imanjinasi kreatif dan merupakan motivasi utama dari tindakan manusia". Visi adalah kemampuan untuk melihat realitas yang kita alami saat ini, untuk menciptakan dan menemukan apa yang belum ada, serta menjadikan diri kita sebagai seseorang yang saat ini belum terwujud.

Visi adalah komitmen (keterikatan, akad) yang dituangkan dalam konsep jangka panjang, sedangkan tindakan merupakan bentuk operasional yang harus dijabarkannya dalam jangka pendek. Visi membuat kita akan terus menjalani proses menjadikan hidup lebih berarti (becoming and meaningful) yang dilak­sanakan secara terus-menerus untuk memperoleh sesuatu yang belum pernah kita alami sebelumnya. Seseorang yang telah menetapkan visi berarti ingin menjadikan hari esok lebih gemilang dari sebelumnya, sebagaimana Rasulullah bersabda,

"Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari besok harus lebih baikdari hari ini."

Untuk itu, diperlukan tindakan jangka pendek yang kelak akan menjadi kumpulan dari mata rantai masa ke depan. ``Visi adalah arah kiblat yang benar, bagaikan kompas yang akan menuntun ke mana kita harus pergi, keahlian apa yang dibutuhkan, dan bekal apa yang harus kita bawa". Visi adalah harapan- harapan dan cara kita menabur benih untuk mengharapkan memetik hasilnya di masa yang telah kita perkirakan. Sehingga, visi erat kaitannya dengan hukum kasualitas, sebab dan akibat. Rasulullah berwasiat kepada seseorang, beliau ber­sabda,

"Kalau kamu ingin melakukan sesuatu lihatlah akibatnya. Kalau benar, teruskanlah: dan kalau sesat, berhentilah." (Al-Ghazali: 382)

Allah berfirman,

"Barangsiapa yang beramal saleh, dia sendiri yang akan menuai pahala. Barangsiapa berbuatjahat, maka dia sendiri yang akan menanggung dosaxa. Tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba-Nya." (Fushshilat: 46)

Karena itu, visi berkaitan erat dengan cara kita memandang hidup dan melihat apa yang kita perbuat dan harapan-harapan yang ingin kita raih di masa depan. Ada semacam semangat bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Bila benih kemalasan yang kita tanam, maka dapat dipastikan kita akan menuai kekalahan. Bila kita menanam kebencian, niscaya kita akan me­metik permusuhan. Bila kesombongan yang kita tanam, maka pemberontak­anlah yang akan kita tuai. Dan, bila kita menanam cinta kasih (rahmah), tentu saja kita akan memetik kedamaian hati (qalbun salim).


* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press



Yuk Bagikan :

Baca Juga