Mau tidak mau kita harus berjalan ke depan. Mengalir dan pasti akan berakhir di pengujung,
yaitu pertemuan dengan Robbil `izzati dengan penuh kedamaian dan rasa bahagia
(sa`adah) sebagaimana Allah berfirman,
"Kembalilah kamu semuanya kepada Tuhanmu dan pasrahkanlah dirimu."
Dengan
demikian, seluruh tindakannya didasarkan pada suara hatinya yang paling mendalam (calling from
within). Mereka tidak mungkin mengkhianati komitmennya karena mereka
menyadari bahwa Allah selalu hadir dan menyaksikan mereka, sebagaimana tercantum
dalam surah Qaaf
ayat 16 dan al-Baqarah ayat 115.
Mereka
bertindak karena ada semacam keterpanggilan hati nurani dibandingkan dengan
mereka yang bertindak atau memberi respons sebagai keterpaksaan, tentu saja
akan memberikan dampak psikologis yang berbeda. Mereka yang sukses adalah
mereka yang bertindak dengan penuh keikhlasan, rasa cinta yang mendalam, dan keterpanggilan yang kuat. Mereka memiliki
paradigma (dari bahasa Yunani yang artinya gambaran, peta, atau bentuk)
terhadap masa depan sebagai keinginan yang menyala di dalam dadanya untuk
mewujudkan impiannya, harapan yang kemudian menjadi tujuan hidupnya. Visi
berarti menetapkan satu parameter yang jelas untuk mewujudkan apa yang belum
dimilikinya untuk menjadi sesuatu yang nyata dan bermakna.
Dengan
demikian, kualitas hidup sangat ditentukan bagaimana cara kita mempersepsi
diri, yaitu mempersepsi apa yang sedang kita perbuat dengan bertanya, ``Untuk
apa?" Ini adalah salah satu pertanyaan yang merupakan kunci utama yang kelak
akan mengarahkan sikap dan perilaku kita sebagai jawaban dan kebenaran hakiki
yang tersembunyi (the
hidden truth).
Saya
melihat bahwa para eksekutif dan manajer yang berhasil adalah mereka yang
mempunyai visi serta arah kiblat dan imajinasi yang mengikat dirinya (obsesif).
Mereka disebut sebagai visioner. Dengan imajinasinya yang kreatif, mereka
menunjukkan kinerjanya secara optimal sebagai
salah satu bentuk rasa tanggung
jawab dirinya terhadap masa depan.
Dari
100 kuesioner yang disebarkan kepada para manajer yang berhasil, ditemukan satu
hal yang sama di antara mereka. Yakni, mereka memandang pekeijaan sebagai cara
dirinya meningkatkan harga diri, bukan sekadar mencari karir atau uang. Menurut
Labmend (1990), bagi mereka, uang maupun karir hanyalah sebuah efek sampingan
dari upaya untuk meningkatkan kualitas diri.
Victor Frankl, psikolog Australia yang
ditahan di kamp Nazi, menyaksikan satu fenomena paling berharga bahwa seseorang yang mempunyai visi atau harapan-harapan
tentang kebermaknaan hidup, ternyata lebih bertahan dan mampu hidup lebih lama
dibandingkan dengan para tahanan yang kehilangan harapan atau gairah hidup.
Frankl menyadari bahwa faktor yang paling berharga
adalah kesadaran individu atas visi yang diyakininya serta harapan dan
kebermaknaan hidup. Keyakinan yang memberikan inspirasi ke masa depan yang
kemudian memberikan dorongan untuk membawa misi yang harus diperjuangkannya.
Berkaitan dengan hal itu, Stephen R.
Covey mengatakan bahwa ``visi merupakan
pengejawantahan yang terbaik dari imanjinasi kreatif dan merupakan motivasi
utama dari tindakan manusia". Visi adalah kemampuan untuk melihat realitas yang
kita alami saat ini, untuk menciptakan dan menemukan apa yang belum ada, serta
menjadikan diri kita sebagai seseorang yang saat ini belum terwujud.
Visi
adalah komitmen (keterikatan, akad) yang dituangkan dalam konsep jangka
panjang, sedangkan tindakan merupakan bentuk operasional yang harus
dijabarkannya dalam jangka pendek. Visi membuat kita akan terus menjalani proses menjadikan
hidup lebih berarti
(becoming and meaningful) yang dilaksanakan
secara terus-menerus untuk memperoleh sesuatu yang belum pernah kita alami
sebelumnya. Seseorang yang telah menetapkan visi berarti ingin menjadikan hari
esok lebih gemilang dari sebelumnya, sebagaimana Rasulullah bersabda,
"Hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari besok harus lebih baikdari hari
ini."
Untuk itu,
diperlukan tindakan jangka pendek yang kelak akan menjadi kumpulan dari mata
rantai masa ke depan. ``Visi adalah arah kiblat yang benar, bagaikan kompas
yang akan menuntun ke mana kita harus pergi, keahlian apa yang dibutuhkan, dan bekal
apa yang harus kita bawa". Visi adalah harapan- harapan dan cara kita menabur
benih untuk mengharapkan memetik hasilnya di masa yang telah kita perkirakan.
Sehingga, visi erat kaitannya dengan hukum kasualitas, sebab dan akibat.
Rasulullah berwasiat kepada seseorang, beliau bersabda,
"Kalau
kamu ingin melakukan sesuatu lihatlah akibatnya. Kalau benar, teruskanlah: dan
kalau sesat, berhentilah." (Al-Ghazali: 382)
Allah
berfirman,
"Barangsiapa
yang beramal saleh, dia sendiri yang akan menuai pahala. Barangsiapa
berbuatjahat, maka dia sendiri yang akan menanggung dosaxa. Tidaklah Tuhanmu
menganiaya hamba-hamba-Nya." (Fushshilat: 46)
Karena
itu, visi berkaitan erat dengan cara kita memandang hidup dan melihat apa yang
kita perbuat dan harapan-harapan yang ingin kita raih di masa depan. Ada
semacam semangat bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Bila
benih kemalasan yang kita tanam, maka dapat dipastikan kita akan menuai
kekalahan. Bila kita menanam kebencian, niscaya kita akan memetik permusuhan.
Bila kesombongan yang kita tanam, maka pemberontakanlah yang akan kita tuai.
Dan, bila kita menanam cinta kasih (rahmah), tentu saja kita akan memetik
kedamaian hati
(qalbun salim).
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema
Insani Press