Jamuan Allah

Sabtu, 29 Oktober 2011 00:00 WIB | 6.717 kali
Jamuan Allah Suatu malam, Rasulullah Saw. berbisik kepada istri beliau Aisyah r.a., "Apakah kamu rela pada malam (giliranmu) ini, aku beribadah?"

"Aku sungguh senang berada di samping-mu selalu, tetapi aku pun rela dengan apa yang engkau sukai, yaitu beribadah kepada Allah." sahut Aisyah.

Rasul Saw. kemudian bangkit untuk berwudhu tidak banyak air yang digunakan­nya. Lalu beliau shalat dengan membaca Al-Quran, sambil menangis sampai membasahi jenggotnya kemudian sujud dan menangis, sehingga membasahi lantai. Setelah selesai shalat beliau berbaring tetapi masih terus men­cucurkan air mata. Demikian cerita Aisyah "Tidak biasa Rasul terlambat ke masjid un­tuk shalat (sebelum) subuh. Ada apa gerangan yang terjadi?" tanya Bilal dalam hatinya. Ma­ka ia menuju ke rumah Rasul, dan ditemuinya beliau sedang menangis.

"Mengapa engkau menangis, wahai Ra­sul? Bukankah Allah telah mengampuni dosa-mu?" tanya Bilal.

"Betapa aku tidak menangis. Semalam telah turun kepadaku wahyu":


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk, atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau men-ciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka" (QS Ali ’Imran [3]: 190-191).

Rasul Saw. kemudian berkata kepada Bilal,



Rugilah orang yang membacanya tapi tidak meng­hayati kandungannya.

Orang berakal menggunakan potensinya untuk memahami ayat-ayat Tuhan yang ter­tulis di dalam mushaf atau terbentang di alam raya. Mereka tidak menempatkan diri di me­nara gading, tidak juga berpikir terlepas dari Allah, juga tidak membatasi ingatan kepada-Nya hanya pada waktu-waktu tertentu. Ber­diri, duduk, dan berbaring sekalipun, mereka tetap mengingat-Nya. Usahanya tidak hanya sampai pada pemahaman, tetapi pengakuan tentang "hak" yang mewarnai seluruh ciptaan Allah. Pengakuan ini kemudian menghasilkan amal dan karya-karya besar. Pemahaman tan­pa pengakuan adalah kejahilan, pengakuan tanpa pengamalan sama dengan kesesatan.

"Ayat-ayat adalah jamuan Allah," demikian sabda Nabi Saw. Allah mengundang manusia untuk menelaah ayat-ayat-Nya. Menghadiri undangan-Nya atau memenuhi panggilan-Nya berarti menikmati "santapan"-Nya. Ke­nikmatan makanan dalam suatu perjamuan akan semakin terasa dengan kehadiran teman- teman yang berbudi. Demikian pula dengan jamuan Tuhan. Karena itu usahakan keber­samaan dalam segala langkah Anda. Ber-jamaahlah dalam shalat, rasakan dahaga dan lapar orang lain di kala berpuasa, dan ketika beribadah haji jangan lupa bahwa ada orang lain yang sama dengan Anda. Mereka juga manusia dan memiliki perasaan seperti Anda. Ada etika dan tata cara makan yang baik yang harus dipatuhi oleh setiap orang terhormat, demikian pula dengan undangan Tuhan.

Mengecap cita rasa makanan menjadi tujuan awal memenuhi undangan. Tetapi, ada tujuan utama dari si pengundang yang harus disadari oleh para undangan yaitu agar terjalin hubungan mesra antara kedua pihak.

Selanjutnya, ayat-ayat yang dibaca atau dilihat yang merupakan "jenis-jenis makan­an" yang dihidangkan, bukan hanya untuk di­nikmati oleh para undangan sendirian, Ma­kanlah yang terjangkau oleh tangan kananmu dan ulurkan makanan itu kepada yang tidak men­jangkaunya, pesan Allah. Ini berarti ada tanggung jawab untuk memberi sesuatu kepada orang lain. Karena itu bagilah pengalaman dan penghayatan kepada orang lain,



Sebar luaskan kedamaian, berikan orang lain pangan, dan shalatlah ketika orang-orang tidur.

Begitulah antara lain ciri haji yang mab­rur. Namun demikian, pengetahuan saja tidak cukup. Pengakuan pun masih kurang. Buahnya harus ada untuk diri sendiri dan dibagikan pula kepada orang lain. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuan yang mewah ini, tetapi lebih rugi lagi orang yang menghadiri­nya tanpa menikmati hidangannya, sedangkan orang yang hanya menikmatinya sendiri amat tercela.[]

 

Disadur dari buku Haji Bersama M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan  



Yuk Bagikan :

Baca Juga