Mereka Memiliki Visi

Selasa, 25 Oktober 2011 00:00 WIB | 5.710 kali
Mereka Memiliki Visi Mereka yang cerdas secara ruhani, sangat menyadari bahwa hidup yang dijalaninya bukanlah "kebetulan" tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab (takwa). Hidup bukan hanya sekadar mencari karier, pangkat, dan jabatan, melainkan rasa tanggung jawabnya terhadap masa depan.

"Hai orang-orang yang beriman, bertanggung jawablah (bertakwa) kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang dipersiapkan untuk hari esok, dan bertanggungjawablah (bertakwa) kepada Allah. Sesung­guhnya Allah Maha Mengetahui segala yang kamu kerjakan."(al-Hasyr: 18)

Mereka yang menghayati makna ayat tersebut akan tampak dari dari caranya meneliti perjalanan hidupnya secara utuh. Mereka menjadikan masa lalu sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk membuat rencana yang lebih cermat. Sehingga, mereka membuat proyeksi seakan-akan mereka sudah mengetahui gambaran dirinya di masa depan. Gambaran yang dimaksud tidak lain adalah visi (berasal dari kata vision `cara pandang ke masa depan`). Yaitu, cara kita melihat gambar diri di hari esok. Daya imajinasinya sangat kreatif dan positif untuk mencari wajah dirinya yang penuh makna. Dengan daya ima­jinasinya itu, seakan-akan mereka sudah menentukan nasib dirinya di masa depan. Walaupun demikian, tentu saja imajinasi tersebut bukanlah sesuatu yang besifat spekulatif. Tetapi, sebuah tindakan yang didasari oleh pengalaman, pengetahuan, dan harapan.

Mereka menetapkan visinya berdasarkan alasan-alasan (raison d`etre) yang bisa dipertanggungjawabkannya dan mampu menjawab alasan-alasan atas pilihan visinya itu. Misalnya, "Apakah gambaran masa depan yang menjadi impian dan harapannya? Apakah keputusan yang dilakukannya merupakan keterpanggilan hati nurani, ataukah sebuah keterpaksaan? Alasan apa yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga kita mengambil posisi tertentu (positioning) dan sejauh mana hal tersebut sesuai dengan prinsip? Apa risiko atau konse­kuensi yang akan dihadapi. Persiapan apa yang telah dilakukan untuk mem­bimbing pencapaian harapan tersebut?"

Mereka yang ingin mempertajam kecerdasan ruhaninya, menetapkan visinya melampaui daerah duniawi atau yang bersifat duniawi (terrestrial), sehingga menjadikan qalbunya sebagai suara hati (conscience) yang selalu didengar. Visi atau tujuan setiap muslim yang cerdas secara spiritual itu, akan menjadikan pertemuan Allah sebagai puncak dari pernyataan visi pribadinya yang kemudian dijabarkan dalam bentuk perbuatan baik yang terukur dan terarah. Pertemuan dengan Allah atau kerinduan untuk pulang ke kampung akhirat merupakan obsesi yang mendorong dirinya untuk menjadikan dunia hanya sekadar hamparan sajadah ibadah, sebuah perantauan yang harus kembali pulang ke akhirat dengan membawa bekal serta memenuhi seluruh tang­gungjawabnya untuk dapat berjumpa dengan sang kekasih yaitu Allah SWT,

"Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan (liqa) dengan Tuhannya, hendaklah ia melakukan amal saleh dan janganlah beribadah dengan mempersekutukan-Nya dengan apa pun juga." (al-Kahfi: 110)

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan de­ngan Kami dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu; dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami (tanda-tanda), mereka itu tempatnya di neraka disebabkan oleh apa yang selalu mereka perbuat." (Yunus: 7-8)

Kesadaran ruhaniah yang paling mendalam adalah kesadaran bahwa hidup adalah kesementaraan yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab; sebuah perantauan yang harus dan niscaya kembali ke kampung halaman dengan membawa bekal; dan perjalanan singkat untuk menempuh perjalanan yang panjang dan abadi. Dalam jiwanya terdapat keyakinan bahw a hanya orang- orang yang bertanggung jawab untuk menunaikan amanahnya yang akan memperoleh kemenangan di dunia dan akhirat. Allah berfirman,

"Allah menyelamatkan orang-orangyangbertakwa karena kemenangan mereka. " (az-Zumar: 61)

"Orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula)."(az-Zumar: 73)

"Kami selamatkan orang-orangyangberiman dan mereka adalah orang- orang yang bertakwa." (Fushshilat: 18)

"Kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orangyang bertakwa." (az-Zukhruf: 35)

Dengan menetapkan pandangan dan keyakinan seperti itu, menyebabkan kedamaian dan kepasrahan yang luar biasa untuk selalu berbuat kebaikan dan memenuhi harapan diri yang merindu jumpa dengan Ilahi Ralbi. Karena itu, kita tidak mengenal wihdatul wujud, seperti yang diperkenalkan al-Halaj atau pemikiran Nicola de Cusanus tentang "coincidentia oppositorum", sebagaimana di kalangan mistik aliran kepercayaan dikenal istilah manunggaling kawula Gusti yang memberi pengertian bersatunya zat, di mana aku dan Allah menyatu. Kita hanya mengenal bersatunya kehendak atau iradah Allah dengan kehendak diri kita (manunggaling karsa). Jalan yang ditempuh adalah jalan yang sesuai dengan petunjuk Allah (ash-shirathal mustaqiim).

(bersambung)

* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press




Yuk Bagikan :

Baca Juga