Kasih Ilahi

Rabu, 05 Oktober 2011 12:26 WIB | 5.881 kali
Kasih Ilahi Mahakasih Allah Tuhan kita. Tahukah Anda betapa besar kasih sayang-Nya? Mari kita ber­pikir sejenak! Pernahkah Anda melihat seekor binatang mengangkat kakinya karena khawa- tir menginjak anak yang dilahirkannya? Tahu­kah Anda berapa besar kadar kasih sayang- nya? Atau berapa besar kadar kasih sayang ibu atau kasih sayang Anda kepada anak-anak Anda? Kita semua yakin bahwa setiap orang- tua mengasihi anaknya, tetapi sulit digambar- kan batas kasih itu. Maka bagaimana kita dapat menggambarkan kasih Ilahi, sedang me­nurut Rasulullah Saw., sebagaimana diriwa­yatkan oleh Muslim melalui Abu Hurairah, "Allah menjadikan rahmat satu bagian. Disimpan- Nya di sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian dan diturunkan-Nya ke bumi satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi untuk seluruh makhluk. (Begitu mencakupnya, sampai-sampai dari yang satu bagian itu) seekor binatang yang mengangkat kakinya, karena dorongan kasih terhadap anaknya, khawatir kalau-kalau sampai ia menginjaknya."

Masih tersisa di sisi Allah yang Mahakasih itu sembilan puluh sembilan bagian kasih, di­simpan di sisi-Nya untuk Dia bagikan kepada makhluk-makhluk-Nya, antara lain kepada mereka yang datang berkunjung kepada-Nya dengan tulus mengharap.



Tuhanmu adalah Maha Pengampun, memiliki kasih sempurna (QS Al-Kahfi [18]: 58).

Karena kasih dan ampunan-Nya itulah, maka Dia mengundang makhluk-makhluk- Nya untuk datang kehadirat-Nya. Karena kasih-Nya itulah Dia membuka bermacam- macam pintu gerbang agar hamba-hamba- Nya masuk meraih pengampunan dan rah- mat-Nya itu.

Mari kita camkan riwayat berikut yang di­sampaikan oleh Imam Muslim-seorang pakar hadis-yang riwayat-riwayatnya memiliki nilai kesahihan yang tinggi. Setelah pakar itu menyampaikan rentetan perawi-perawinya, tibalah ia pada perawi terakhir, yaitu Ibn Sya- masah Almahri, yang mendengar dan me­nyaksikan langsung peristiwa tersebut. Tutur­nya:

"Kami datang berkunjung kepada ’Amr ibn Al-Ash, yang ketika itu sedang sakit yang membawa mati. Dia menangis panjang ter­sedu-sedu sambil memalingkan wajahnya ke arah tembok . Putranya menghibur sang ayah: Ayahku, mengapa sedih, bukankah Rasulullah telah menyampaikan kepadamu berita gem- bira tentang ini dan itu?’ Maka, kata Ibnu Sya- masah, kulihat ’Amr memalingkan wajahnya dan berkata: ’Sebaik-baik yang kita siapkan adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah dan bahwa Mu­hammad adalah rasul Allah. Aku pernah ber­ada dalam tiga tingkat keadaan. Aku pernah mengalami suatu keadaan di mana tidak seorang pun yang lebih kubenci melebihi Mu­hammad Rasulullah Saw. itu. Tidak ada se­suatu yang paling kusukai ketika itu melebihi keinginan untuk menguasai dan membunuh­nya. Seandainya ketika itu aku wafat, niscaya aku menjadi penghuni neraka. Kemudian, ketika Islam mulai menyentuh hatiku berkat rahmat kasih Allah, aku datang kepada Nabi Saw. dan berkata kepada beliau, ’Ulurkan tanganmu, agar aku berbaiat/mengikat janji setia denganmu.` Maka beliau mengulurkan tangannya dan kujabat tangan beliau itu, (te­tapi aku terdiam maka) beliau berkata: ’Hai ’Amr, apa yang terjadi denganmu?’ Aku men­jawab, ’Aku ingin menetapkan syarat.’ ’Apa syaratmu?’ tanya Nabi. ’Aku diampuni.’ Be­liau menjawab, ’Tidakkah engkau ketahui bahwa memeluk Islam menghapus segala keburukan yang dilakukan sebelumnya; be­gitu juga berhijrah menghapus keburukan se­belumnya dan demikian pula melaksanakan haji menghapus segala keburukan sebelum­nya/ ’Amr bin Ash kemudian berkata: ’Tidak seorang pun yang lebih kucintai daripada Ra­sulullah Saw., tidak pula ada seorang yang lebih agung di mataku daripada beliau.  Aku tidak dapat menatap beliau dengan sepenuh mata karena hormat dan kagumku kepada beliau, sehingga seandainya aku diminta untuk menggambarkan bagaimana raut muka Rasul, pasti aku tak mampu karena mataku tidak pernah mampu menatap beliau. Aduh! Seandainya aku mati dalam keadaan demi­kian, niscaya wajar aku mengharap menjadi penghuni surga.’"

Terbaca di atas, antara lain bahwa, pintu kasih Ilahi terbuka lebar melalui ibadah haji.



Siapa yang melaksanakan ibadah haji, tanpa berkata dan berbuat cabul, dan tanpa melanggar ketentuan, maka keadaannya dari segi dosa akan kembali seperti keadaan pada hari ia dilahirkan ibunya (HR Bukhari dan Muslim).

Jamaah haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah. Dia memanggil mereka, dan mereka memperkenankannya. Mereka bermohon kepadanya dan Dia mengabulkan permohon­an mereka.

Demikianlah haji itu. Anda boleh berta­nya, "Haji yang bagaimana?" Itulah yang akan kita bicarakan dalam bagian-bagian men­datang. Dengan melaksanakan ibadah haji, semoga kita berkesempatan melihat dengan mata hati sekelumit dari kebesaran dan ke- agungan Rasulullah Saw., ketika kita berkun­jung ke makam beliau Semoga kita berhasil bukan saja memahami haji, tetapi menghayati dan mengamalkannya. Dan, semoga kita ber­hasil mengisi kalbu, meraih cinta, dan kagum kepada junjungan kita pesuruh Allah terakhir itu.[]

Disadur dari buku Haji Bersama M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan


Yuk Bagikan :

Baca Juga