Takwa Indikator Kecerdasan Ruhaniah

Senin, 03 Oktober 2011 14:42 WIB | 9.372 kali
Takwa Indikator Kecerdasan Ruhaniah Takwa telah menjadi kosa kata yang paling banyak disebut, tetapi mungkin saja paling sedikit dipahami dan dilaksanakan. Kata takwa telah menjadi hiasan retorika dan ungkapan manis bahan ceramah. Bahkan, ketika pengambilan sumpah jabatan diselipkan pula persyaratan untuk bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja hal ini sangat bagus untuk mengingatkan dan se­kaligus mendorong sikap hidup yang bertakwa. Hanya saja, yang lebih penting adalah pemahaman kita tentang takwa itu sendiri secara komprehensif dan menyeluruh, sehingga dapat memberikan daya dorong yang kuat untuk me­wujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam setiap pelatihan yang pesertanya adalah eksekutif muslim, saya telah mengedarkan 200 kuesioner kepada para peserta dan meminta mereka untuk mendefinisikan arti takwa tersebut. Dari hasil kuesioner diperoleh beberapa definisi takwa. Di antaranya adalah, "menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, rasa takut dan sekaligus cinta yang mendalam kepada Allah (tremendum at facsinans), serta mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya". Juga penafsiran lainnya yang menunjukkan bahwa takwa merujuk kepada suasana hati dalam berhadapan dengan nilai-nilai moral, etika, halal, dan haram.

Demikian pula dengan terjemahan Al-Qur`an yang pada umumnya tidak menerjemahkan atau mencari padanan kata takwa, melainkan tetap memakai kata aslinya. Sehingga, kata takwa menjadi kosa kata yang memperkaya khasanah bahasa kita. Di dalam terjemahan Abdullah Yusuf Ali, yaitu The Meaning of The Holy Qur`an, kata takwa diterjemahkan dengan kata fear `takut`.

Ketika menerjemahkan hudan LiI muttaqiin dalam surah al-Baqarah ayat 2, ia menerjemah­kannya dengan kalimat to those who fear Allah `untuk mereka yang takut kepada Allah`.

Memang benar, di dalam pengertian takwa tersebut ada unsur rasa takut, tetapi takwa tidak seluruhnya merefleksikan rasa takut. Atau, dapat saya kata­kan bahwa di dalam takwa itu bukan rasa takut yang dominan, melainkan rasa cinta yang lebih besar muatannya di dalam takwa tersebut.

Dari kumpulan definisi dan terjemahan Al-Qur`an itu, tampak bahwa tidak ada satu pun yang menafsirkan atau menerjemahkan takwa dengan pengertian tanggung jawab. Karena itu, dalam rangka memperkaya khasanah pengertian, saya tawarkan upaya untuk memberikan salah satu makna dan terjemahan takwa dengan arti tanggung jawab. Sehingga, dengan mudah dapat memasuki pengertian kita bahwa yang disebut dengan al-muttaqiin dapat kita terjemahkan sebagai orang-orang yang bertanggung jawab berdasarkan cinta. Sebagaimana kita mengenal sebuah peribahasa, "Berani berbuat, berani ber­tanggung jawab." Ini sebuah ungkapan yang merujuk pada sikap pro­fesionalisme. Bukan sebaliknya, berani menjawab tetapi takut untuk menang­gung, "Lempar batu sembunyi tangan."

* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press


Yuk Bagikan :

Baca Juga