Takwa telah menjadi kosa kata yang paling banyak disebut, tetapi mungkin saja paling sedikit dipahami dan dilaksanakan. Kata takwa telah
menjadi hiasan retorika dan ungkapan manis bahan ceramah. Bahkan, ketika
pengambilan sumpah jabatan diselipkan pula persyaratan untuk bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja hal ini sangat bagus untuk mengingatkan dan sekaligus
mendorong sikap hidup yang bertakwa. Hanya saja, yang lebih penting adalah
pemahaman kita tentang takwa itu sendiri secara komprehensif dan menyeluruh,
sehingga dapat memberikan daya dorong yang kuat untuk mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam setiap pelatihan yang pesertanya adalah
eksekutif muslim, saya telah mengedarkan 200 kuesioner kepada para peserta dan
meminta mereka untuk mendefinisikan arti takwa tersebut. Dari hasil kuesioner
diperoleh beberapa definisi takwa. Di antaranya adalah, "menaati
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, rasa takut
dan sekaligus cinta yang mendalam kepada Allah
(tremendum at facsinans), serta mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya". Juga
penafsiran lainnya yang menunjukkan bahwa takwa merujuk kepada suasana hati
dalam berhadapan dengan nilai-nilai moral, etika, halal, dan haram.
Demikian pula dengan terjemahan Al-Qur`an yang pada umumnya tidak menerjemahkan atau mencari
padanan kata takwa, melainkan tetap memakai kata aslinya. Sehingga,
kata takwa menjadi kosa kata yang memperkaya khasanah bahasa kita. Di
dalam terjemahan Abdullah
Yusuf Ali, yaitu
The Meaning of The Holy Qur`an, kata takwa
diterjemahkan dengan kata
fear
`takut`.
Ketika menerjemahkan hudan LiI muttaqiin
dalam surah al-Baqarah ayat 2, ia
menerjemahkannya dengan kalimat
to those who fear Allah `untuk mereka yang takut kepada Allah`.
Memang benar, di dalam pengertian
takwa tersebut ada
unsur rasa takut, tetapi takwa tidak seluruhnya merefleksikan rasa takut. Atau, dapat saya katakan bahwa di dalam takwa itu bukan rasa takut yang dominan, melainkan rasa cinta yang lebih besar muatannya di dalam takwa tersebut.
Dari kumpulan
definisi dan terjemahan Al-Qur`an itu, tampak bahwa tidak ada satu pun yang menafsirkan atau
menerjemahkan takwa dengan pengertian tanggung jawab. Karena itu, dalam rangka
memperkaya khasanah pengertian, saya tawarkan upaya untuk memberikan salah satu
makna dan terjemahan takwa dengan arti tanggung jawab. Sehingga, dengan mudah dapat
memasuki pengertian kita bahwa yang disebut dengan
al-muttaqiin dapat kita terjemahkan sebagai orang-orang yang bertanggung jawab
berdasarkan cinta. Sebagaimana kita mengenal sebuah peribahasa, "Berani berbuat, berani bertanggung jawab." Ini sebuah ungkapan yang merujuk pada sikap profesionalisme.
Bukan sebaliknya, berani menjawab tetapi takut untuk menanggung, "Lempar batu sembunyi tangan."
* KH. Toto Tasmara, Penerbit Gema Insani Press