Getaran Allah di Padang Arafah

Rabu, 01 Desember 2010 10:11 WIB | 8.243 kali
Getaran Allah di Padang Arafah

Inilah saat yang paling dirindukan oleh orang-orang beriman. Saat diundang ke tanah di mana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di hari Arafah. Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan dari api jahanam. Dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.

Begitu banyak orang bersimpuh di hadapan Allah. Diseluruh pelosok negeri. Mereka mungkin siang malam bersandar kepada Allah, senantiasa memuja-Nya. Tapi, sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah. Inilah saatnya kita harus merasa malu. Karena, lebih banyak orang yang sejatinya lebih berhak wukuf di Arafah dibanding kita.

Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini, kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan, kita lebih suka membelikan barang-barang mahal untuk kita pamerkan kepada makhluk daripada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita. Dunia senantiasa kita kejar hingga melalaikan Allah.

Para penjahat, para pelacur, penzina, orang-orang yang durjana juga diberi dunia oleh Allah. Karena dunia ini bukan tanda kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang bagi orang yang takabur dengan tempelan duniawi padahal Allah menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.

Karena itu saudaraku, ingatlah bahwa haji yang mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti, tapi kita jarang mensyukurinya bahkan mengkhianatinya. Karenanya, Allah memberikan kesempatan kali ini untuk mengubah sisa umur kita.

Mungkin, ini adalah saat terakhir kita berada di tanah Arafah. Tidak ada jaminan tahun depan bertemu kembali di tempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti, bahwa kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, dan tenaga yang diridhai-Nya. Kita lalui jalan berjam-jam di padang Arafah, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang dari Allah.

Nikmat adalah pengorbanan. Rasululah saw mulia bukan karena apa yang dimilikinya, tapi karena pengorbanannya untuk umat. Harta yang dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang dikorbankan, demi kemaslahatan umat.

Saudaraku, percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kita tidak akan bahagia dengan dihormati orang lain, kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apa pun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang sejati. (KH. Abdullah Gymnastiar, Penasihat dan Pembina DPU Daarut Tauhiid)



Yuk Bagikan :

Baca Juga