Jabatan dan kekuasaan seseorang bukanlah ukuran bahwa orang itu terhormat. Kedudukan tidak identik dengan kemuliaan. Allah memuliakan dan menghinakan siapapun yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan, kedudukan dan jabatan tidak ada artinya jika disalahgunakan. Pejabat yang menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, pada akhirnya akan menuai kehinaan. Bahkan kehinaan tersebut bisa menjadi aib bagi keluarga atau masyarakat di sekitarnya.
Contoh lain adalah perlakuan tentara sebuah negara penjajah terhadap tawanan perang. Mereka memperlakukan tawanan perang tersebut dengan keji, layaknya binatang. Itu artinya sama dengan menghinakan makhluk Allah. Perlakuan beberapa tentara tersebut, telah memicu demonstrasi besar-besaran di berbagai negara. Tidak jarang dalam demonstrasinya, para demonstran mengecam dan menghina negara penjajah tersebut dengan keras. Ulah sebagian kecil tentara yang tidak dapat mengendalikan dirinya telah menyebabkan negaranya ikut terhina.
Hikmah terpenting yang bisa kita ambil dari kejadian ini, adalah pentingnya pengendalian diri dalam berbagai situasi dan kondisi. Sebab, sangat mudah bagi Allah memuliakan dan menghinakan hamba-Nya. Sebagaimana difirmankan-Nya, “Katakanlah, wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)
Sesungguhnya kekuasaan ada dalam genggaman Allah SWT. Siapapun yang ingin sukses menjadi penguasa maka haruslah terlebih dahulu dapat menguasai dirinya sendiri. Jika tidak bisa menguasai dirinya, maka kekuasaan, jabatan dan kedudukannya itu akan jatuh karena terlalu memperturutkan hawa nafsu dan syahwatnya.