Sabar adalah kegigihan kita untuk berada di jalan yang Allah sukai. Sabar ketika sedang diuji sakit, misalnya. Kesabaran seseorang akan tampak dari akhlaq dalam menyikapinya. Tidak jarang orang sakit bicaranya tidak karuan, penuh dengan keluh kesah, emosi. Sungguh sangatlah merugi bagi seseorang yang ketika diuji sakit disikapi dengan emosi. Tetap saja tidak akan menjadikannya sembuh. Lalu bagaimana sikap sabar kita dalam menghadapinya?
Ada beberapa sikap sabar yang bisa kita latih disaat kita diuji sakit. Pertama, sikap berprasangka baik kepada Allah. Diawali dengan menyadari sepenuhnya bahwa tubuh ini bukan milik kita melainkan milik Allah. Mau dijadikan sehat, sakit, itu hak Dia. Walaupun berobat ke dokter, tetap saja semuanya ada dalam genggaman-Nya. Dan kita patut menyadari bahwa setiap sakit yang kita derita pada hakekatnya sudah diukur Allah. Maka biasakanlah untuk mengucapkan, “Inna ilaihi raaji’uun.” Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah tempat kita kembali.
Sikap sadar tersebut akan berbuah keyakinan. Yakin bahwa Allah tidak akan menimpakan suatu penyakit pada kita bila tidak ada hikmahnya. Sehingga kita terpanggil untuk mengintospeksi diri. Mungkin saja sakit yang kita derita karena tidak terpenuhinya anggota tubuh kita akibat dari kelalaian. Seperti memforsir pikiran sehingga kepala menjadi pusing, mengabaikan hak perut sehingga perut menjadi sakit, tidak menyempatkan olahraga sehingga tubuh mudah lemah, dan kelalaian dalam memenuhi hak anggota tubuh lainnya.
Sikap sabar yang kedua yang harus dikuasai yaitu sikap menerima ketentuan Allah. Tidak berkeluh kesah. Keluh kesah adalah tanda-tanda dari ketidaksabaran. Biasanya orang sakit menderita itu bukan karena sakitnya melainkan karena dramatisasinya. Dan itu juga karena kurang bisa menerima ketentuan Allah dan terdorong keinginan untuk dikasihani sehingga orang-orang berempati kepadanya. Oleh karena itu, betapapun parahnya penyakit kita, cobalah untuk memproporsionalkannya.
Sikap ketiga, dengan merenungkan hikmah sakit. Selain sebagai sarana, mengintrospekasi diri juga sebagai pengugur dosa, seperti gugurnya daun dari pepohonan.