Menyikapi Pujian

KH Abdullah Gymnastiar | Rabu, 20 Juli 2005 11:12 WIB | 14.638 kali
Menyikapi Pujian


Saudaraku yang budiman, sebuah Pujian orang yang datang kepada kita sebenarnya adalah prasangka orang lain kepada kita, kita tidak boleh larut dalam prasangka orang  justru kita harus serius mengenal diri kita sendiri, ini hal penting saudaraku..., mengapa ? Karena kita tidak bisa mencapai derajat kedudukan di sisi Allah hanya dengan pujian manusia tetapi kita akan mencapai derajat kedudukan di sisi Allah dengan keikhlasan.
 
Dan ikhlas salah satu indikasinya adalah, menurut Ali Bin Abi Thalib RA dipuji ataupun tidak dipuji dan dicaci tetap sama, kalau kita tiba-tiba semakin semangat kerjanya karena pujian manusia, kemudian kita tidak enak perasaan karena tidak dipuji dan lalu kita patah semangat karena dicaci, itu ada sesuatu yang salah di dalam niat kita.
 
Sepatutnya pujian dari manusia, anggaplah hanya hiasan telinga yang membuat kita malu, kita harusnya tetap semangat  walau dipuji ataupun tidak dipuji manusia, karena yang memuji hakiki adalah Allah SWT. Kalau tidak ada yang memuji biarkan saja jangan membuat kita pusing karena tidak dipuji manusia tetapi disukai Allah akan tetap melesat kedudukannya. 
 
Dicaci oleh manusia justru akan menjadi bahan evaluasi bagi kita, siapa tahu yang dianggap cacian menurut kita padahal merupakan karunia Allah tuntunan untuk memperbaiki diri, maka tidak ada riwayat sakit hati, tidak ada riwayat terluka hati, dan tidak ada riwayat iri dengki yang akhirnya menjadi benci.
 
Sahabat-sahabat sekalian, betapa pentingnya kita melatih diri dalam menyikapi pujian ini, karena kalau kita sudah rindu dengan pujian makhluk biasanya kita tidak pandai menjaga diri, kita sering menipu diri, untuk dipuji keren kita berani untuk mencicil ini dan mencicil itu yang sebetulnya tidak diperlukan dan hanya akan memperberat hijab saja, misalnya ke sekolah memakai sepatu ingin yang bermerk, padahal  semakin mahal sepatu semakin pusing ketika jalan yang dilalui  becek, semakin mahal sepatu semakin tidak tenang kalau masuk ke dalam masjid karena takut tertukar.
 
Makin mahal makin ingin dipuji orang lain dan makin menyiksa diri, begitupun menuntut ilmu kalau kita tidak ikhlas kita sering ingin pamer keilmuan kita padahal yang mendengarkan justru tidak mendapatkan hikmah yang banyak, karena ilmu yang kita sampaikan yang tidak berasal dari hati yang tulus dan tidak bisa menembus hati. Hati-hati keinginan dipuji orang lain, keinginan dihormati orang lain, keinginan dihargai orang lain  itu adalah sebuah perangkap yang membuat hidup kita tidak merdeka.
 
Saat ini menjelang hari kemerdekaan, orang yang asli merdeka dalam hidup ini adalah orang-orang yang ikhlas, dia tidak dibelenggu oleh penghormatan dan pujian makhluk, merdeka. Orang-orang yang asli merdeka adalah orang-orang yang jujur, dia tidak takut ketahuan kekurangannya tidak rikuh ketahuan kejelekannya karena dia  tidak berdusta. Orang yang merdeka yang asli itu adalah orang yang tawakal yang tidak pernah bergantung kepada makhluk sehingga tidak pernah menjilat merendah-rendah kepada manusia, ingin dihargai, ingin dihormati ingin diberi, puas hanya kepada Allah.
 
Jadi kalau Indonesia akan sukses  memang kita harus memiliki pemimpin yang jujur, yang ikhlas, orang yang tawakal, yang adil karena orang yang adil dia tidak berbuat dzalim kepada siapapun, merdeka, tidak ada kepentingan bagi dia dari keputusannya untuk kepentingan dirinya tapi kepentingannya adalah kebenaran tegaknya keadilan itulah orang-orang yang merdeka, maka mulailah mengawali dengan tidak tamak terhadap pujian. Wallahu a`lam



Yuk Bagikan :

Baca Juga