Kebiasaan berburuk sangka (su`uzhan) merupakan pemicu lahirnya prahara dalam rumah tangga. Su`uzhan yang bersarang dalam hati akan membawa seseorang untuk mengucapkan sesuatu yang tidak pantas dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Selain itu, buruk sangka juga menjadikan pelakunya selalu merasa ada kesalahan yang dilakukan oleh orang yang ia jadikan sebagai obyek prasangkanya.
Bila kebiasaan berburuk sangka ini menghiasi rumah tangga muslim, ia menjadi sebab terjadinya pertikaian. Padahal, Allah swt memperingatkan kepada setiap hamba-Nya yang beriman untuk menjauhi prasangka, sebagaimana firman-Nya,
``Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kalian memata-matai...`` (Al- Hujurat [49]: 12)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata menafsirkan ayat di atas, ``Allah swt melarang hamba-Nya kaum mukminin dari kebanyakan prasangka, yaitu tuduhan dan anggapan berkhianat yang tidak pada tempatnya kepada keluarga/istri, karib kerabat, dan manusia. Karena sebagian dari prasangka tak lain merupakan dosa. Karena itu, jauhilah kebanyakan dari prasangka demi kehati-hatian.`` 18
Rasulullah saw bersabda,
``Hati-hati kalian dari prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta ucapan. Dan janganlah kalian memata-matai sesama kalian.``19
Prasangka yang dilarang oleh ayat di atas dan oleh hadits Nabi saw adalah suuzhan (prasangka buruk) yang hukumnya haram. Al-Khaththabi berkata, ``Prasangka (buruk) yang dilarang adalah prasangka (buruk) yang direalisasikan dan dibenarkan, bukan prasangka yang sekedar terlintas dalam jiwa, karena prasangka seperti ini tidak dapat dikuasai (datang tiba-tiba tanpa dikehendaki).``
Al-lmam An-Nawawi menerangkan, ``Yang dimaksudkan oleh Al-Khaththabi dengan prasangka yang diharamkan adalah prasangka yang terus menerus ada pada seseorang, menetap dalam hatinya. Bukan prasangka yang sekedar melintas dalam hati dan tidak menetap di dalamnya karena prasangka seperti ini tidak bisa dikuasai dan datang begitu saja, sebagaimana telah lewat dalam hadits bahwa Allah swt mengampuni kesalahan yang terjadi pada umat ini selama mereka tidak membicarakan atau bersengaja melakukannya.`` (Al-Minhaj Syorhu Shahih Muslim, 161335).
Memelihara kebiasaan berprasangka buruk kepada pasangan kita sama artinya dengan mempersiapkan keluarga kita menuju kepada kehancuran. Dengan adanya prasangka buruk, kepercayaan yang seharusnya menjadi pondasi cinta di antara suami-istri semakin memudar. Hendaknya keluarga muslim mampu menghindari kebanyakan prasangka, karena sebagian prasangka adalah dosa dan seburuk-buruk dusta yang di kemudian hari dapat mengikis keharmonisan rumah tangga.
Asadulloh Al-Faruq, Ketika Keluarga Tak Seindah Surga