Penyakit sombong menyebabkan iblis tidak mau tunduk terhadap perintah Allah untuk bersujud. Penyakit ini diwarisi oleh para pengikutnya.
Seperti Fir’aun yang enggan menerima kebenaran yang dibawa oleh Musa karena congkak lantaran kekuasaannya. Juga Qarun yang membusungkan dada lantaran banyaknya harta yang dia miliki, "Dan (juga) Qarun, Fir’aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu)." (QS. Al-Ankabut:39)
Rasa gengsi juga menjangkiti kaum Yahudi hingga tidak mau beriman kepada Rosul sholallahu ‘alaihi wa salam, padahal mereka mengenal Nabi, menyaksikannya dan mengenali pula tanda-tanda kenabiannya. Allah berfirman, "Orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (QS. Al-Baqarah 147)
Sifat angkuh pula yang menjadi penghalang Abu Jahal untuk beriman. Ketika dia ditanya alasan yang menghalanginya untuk mengimani Nabi -padahal dia mengetahui pasti-, Abu Jahal menjawab, "Kami berlomba dengan Bani Hasyim dalam hal kehormatan, hingga tatkala kami berlomba laksana kuda yang sedang bertanding, tiba-tiba mereka (Bani Hasyim) berkata, "Diantara kami ada seorang Nabi, lantas kapan kita akan mendapatkannya? Demi Allah aku tidak sudi mengimaninya."
Begitulah, kesombongan menjadi penghalang utama sampainya hidayah, meskipun awalnya akal membenarkannya. Pada tataran berikutnya, penyakit ini dengan cepat akan merusak fungsi hati untuk mendefinisikan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Karena parameterya adalah nafsu yang telah buta terhadap segala kekurangan diri. Jika demkian, ia mengidap (minimal) penyakit ‘rabun’ kebenaran. Dan ujungnya adalah buta terhadap kebenaran. Allah berfirman, "demikianlah Allah mengunci mati hati yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. Al-Mukmin:35)
Ibnu Katsier menafsirkan, "Maka setelah itu dia tidak lagi mengenal yang ma’ruf dan tidak pula mengingkari yang mungkar."
Di samping itu, manusia sudah pasti merasa jengah melihat polah orang yang pongah. Karena hanya mau menasehati, tak sudi menerima masukan. Hanya mau menyalahkan, tanpa mau dikritik, apalagi disalakan. Hanya ingin orang menghargai dirinya, tanpa mau menghargai orang lain.
Belum lagi di akhirat, Allah mengancam mereka, "(Dikatakan kepada mereka): Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, dan kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong." (QS. Al-Mukmin:76)
Karenanya, tiada patut bagi siapapun orangnya untuk menyombongkan diri. Sehebat apapun manusia, dia tak kan pernah setinggi bukit. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi bukit." (QS. Al-Israa’:37)
Wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)
***
Dikutip dari Majalah Islam Ar-Risalah No.62/Th.VI Rajab - Sya’ban 1427 H / Agustus 2006 M Halaman 9.