Keteguhan Hati

abatasa | Senin, 03 Juni 2013 05:55 WIB | 4.820 kali
Keteguhan Hati
Aku bepergian ke kota Jeddah karena ada tugas resmi. Di tengah perjalanan, aku dikejutkan oleh kecelakaan mobil. Tampaknya kecelakaan ini baru saja terjadi dan akulah orang yang pertama kali tiba di sana. Aku menghentikan mobilku dan segera berlari menuju mobil yang ditabrak.

Aku menelitinya dengan hati-hati. Aku lihat ke dalam. Mataku terbelalak, jantungku berdetak dengan keras, tanganku gemetar, kakiku lemas. Aku tertegun dan mataku mengalirkan air mata. Kemudian aku menangis. Pemandangan yang mengerikan dan tragedi yang membangkitkan kesedihan.

Pengendaranya tergeletak di atas tempat kemudi, mayat kaku. Pandangannya lepas ke arah langit sambil mengangkat jari telunjuk. Di bibirnya terlukis senyum yang manis. Wajahnya penuh dengan jenggot yang tebal, seperti matahari di waktu dhuha dan purnama di malam tanggal lima belas.

Yang mengagumkan, putrinya yang masih kecil tergolek di atas punggungnya. Sang putri mengalungkan tangannya di atas leher sang ayah, napasnya tiada dan dia juga meninggal dunia.

La ilaha illallah.... Aku belum pernah melihat mayat seperti ini; suci, tenang, dan berwibawa. Wajahnya menampakkan keistiqamahan di dalam hidupnya. Jari telunjuknya yang mati dalam kondisi mengesakan Allah dan senyumnya yang menghiasi wajahnya membawaku terbang jauh.

Aku memikirkan kematian yang husnul khatimah ini. Berbagai macam pikiran penuh sesak di dalam otakku. Pertanyaan yang selalu berulang-ulang dalam hatiku bergejolak dengan sangat, "Bagaimana nanti aku meninggal? Dalam kondisi bagaimana hidupku berakhir?"

Pertanyaan ini mengetuk hatiku dengan keras, mencabik- cabik tabir kelalaian, mengalirkan air mata ketakutan diiringi lengkingan suara isak. Siapa yang melihatku di sana, pasti menduga aku mengenal pria yang mati itu atau aku mempunyai hubungan kerabat dengannya. Aku menangis seperti ibu kehilangan anak. Aku tidak peduli dengan yang ada di sekitarku.

Kekagumanku semakin bertambah, saat ada suara dingin penuh keyakinan menyentuh teligaku dan mengembalikanku ke alam nyata, "Saudara. Jangan kamu tangisi dia. Dia adalah laki-laki saleh. Mari keluarkan kami dari sini dan semoga Allah membalas kebaikanmu."

Aku menoleh kepadanya, ternyata dia adalah seorang wanita yang duduk di kursi bagian belakang mobil. Dia memeluk dua bayi yang tidak menderita luka dan tidak terkena hal yang buruk.

Dengan hijabnya, dia tampak kokoh seperti gunting, tenang menghadapi bencana yang menimpa. Tidak ada teriakan, sesenggukan maupun ratapan. Kami mengeluarkan mereka dari mobil. Jika ada orang melihatku dan wanita ini, pasti dia akan menduga bahwa akulah yang mendapatkan musibah bukan dia.

Sambil memperbaiki hijabnya, dia berkata kepada kami dengan suara penuh ketabahan dan ikhlas atas keputusan Allah dan takdirnya, "Permisi, minta tolong, bawakan suami dan anak saya ke rumah sakit terdekat dan segera lakukan pemandian dan pemakaman. Serta tolong bawa saya dan dua bayi ini ke rumah kami. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan balasan yang paling baik."

Sebagian relawan membawa sang suami dan anaknya ke rumah sakit terdekat. Kemudian ke kuburan, setelah memberitahukan keluarganya.

Sedangkan wanita tadi, kami menawarkan kepadanya untuk menumpang kepada salah seorang dari kami ke rumahnya, namun wanita itu menolak dengan malu-malu dan penuh keyakinan, "Tidak. Saya tidak mau ikut mobil kecuali yang ada wanitanya."

Kemudian dia menjauh dari kami dan menggendong dua bayinya. Kami memenuhi keinginannya dan menghargainya.

Waktu berlalu lama sekali. Kami menunggu dalam kondisi seperti ini di tanah kosong nan gersang. Dia tetap kokoh sekokoh gunung. Dua jam berlalu, baru ada mobil datang berisi seorang pria dan keluarganya. Kami menghentikan mereka, kami memberitahukan kepada sang pria tentang kecelakaan yang dialami sang wanita dan kami meminta kepadanya untuk membawa wanita ini ke rumahnya. Alhamdulillah, dia mau.

Aku kembali ke mobil dalam keadaan terkagum-kagum dengan keteguhan hati ini. Keteguhan seorang laki-laki pada agamanya dan keistiqamahannya di akhir hidup. Keteguhan seorang wanita pada hijab dan kesuciannya di dalam kondisi yang paling sulit dan situasi yang menggemparkan, kemudian dia tabah dan kokoh seperti gunung. Itu adalah iman.

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. " (Ibrahim [14]: 27)

Allahu Akbar. Apakah kalian tidak suka melihat ketabahan dan keteguhan wanita ini, atau kalian tidak suka hijab dan kesuciannya? Demi Allah, semua keagungan terkumpul di dalam diri wanita ini.

Ini adalah sikap yang dimiliki oleh laki-laki yang kuat, namun hanya didapat dengan cahaya keimanan dan keyakinan.
Keteguhan seperti apa, ketabahan bagaimana, dan keyakinan apa yang lebih besar daripada ini?

Aku berharap semoga dalam diri wanita ini, terealisasi firman Allah,
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ’Inna lillahi wa inna ilaihi raji’/in’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (al’-Baqarah [2]: 155-157)

dikutip dari Kisah Kisah Penggugah Jiwa karya Abdurrahman Bakar


Yuk Bagikan :

Baca Juga