Amanah Adalah Tanggung Jawab

abatasa | Minggu, 19 Mei 2013 06:42 WIB | 9.219 kali
Amanah Adalah Tanggung Jawab
PADA suatu hari ketika sedang berkecamuk Perang Uhud, Rasulullah mengangkat pedang, lalu bersabda kepada para sahabat yang ada waktu itu, "Siapakah di antara kalian yang mau menerima dan menggunakan pedang ini?

Para sahabat hampir semua mengulurkan tangannya seraya berkata, "Saya, saya," sahut mereka.
Melihat reaksi para sahabat demikian kemudian Rasulullah bersabda lagi dengan suara agak tinggi, "Siapakah di antara kalian yang mau menerima dan menggunakan pedang ini dengan penuh tanggung jawab"?

Karena disertai dengan kata-kata tanggung jawab, untuk beberapa saat tidak ada yang menjawab. Akan tetapi, tidak terlalu lama, kemudian Abu Dujanah salah seorang di antara mereka yang duduk cukup jauh dari baginda Rasul, berteriak sambil berkata, "Wahai utusan Allah insya Allah saya mau menerimanya dengan penuh tanggung jawab".

Tanpa berpikir kembali kemudian Rasulullah memberikan pedang tersebut kepadanya sambil berkata, "Semoga engkau bisa menggunakannya dengan sebaik-baiknya".

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada peperangan tersebut Abu Dujanah berhasil memenggal leher orang-orang musyrik yang akan membahayakan kaum Muslimin.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Dujanah adalah seorang sahabat Rasul yang tidak begitu populer di kalangan kaum Muslimin. Kalau kebetulan Rasulullah mengadakan suatu musyawarah dengan para sahabat yang lainnya tentang sesuatu hal, Abu Dujanah senantiasa mengikutinya dengan baik, ia memiliki perhatian besar terhadap keselamatan kaum Muslimin dan perjuangan Rasulullah sekalipun kalau ada musyawarah/pertemuan tertentu duduknya selalu berjauhan dengan baginda Rasul.

Abu Dujanah menerima pedang dari Rasulullah dalam keadaan kritis dan krisis sehingga ini merupakan amanah yang cukup berat. Ia tahu memegang pedang bukan untuk tidak berbuat apa-apa, hanya sensasi atau hanya untuk membela diri sendiri yang kemudian disalahgunakan. Akan tetapi, ia harus berbuat banyak untuk kepentingan bersama, kepentingan kaum Muslimin bahkan kalau perlu ia harus berani memenggal leher musuh yang nyata-nyata memang akan membahayakan Rasulullah dan kaum Muslimin. Demikian prinsip Abu Dujanah.

Dari cerita singkat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pertama memilih pemimpin yang betul-betul bertanggung jawab itu memang susah.

Kedua, bagi kaum Muslimin dalam memilih seseorang yang akan memangku jabatan atau kedudukan tertentu, harus betul-betul pandai memilih orang yang profesional, amanah, memiliki visi dan misi yang jelas, setiap kebijakannya siap untuk dipertanggungjawabkan baik kepada yang memilihnya itu sendiri, atau kepada Allah SWT.

Ketiga, dalam memilih orang yang akan memangku jabatan tertentu, tidak mesti orang yang hanya memiliki kepopuleran dan terkenal, sementara kemampuannya masih dipertanyakan.

Keempat, dalam konteks lain Rasulullah pernah mewanti-wanti kepada kita bahwa dalam suatu proses pemilihan pemimpin, jangan sekali-kali suaramu diberikan (memilih) kepada calon pemimpin yang terlalu ambisius.

Adalah diri sendiri, pemimpin keluarga, pemimpin masyarakat termasuk pemimpin bangsa dan negara merupakan amanah yang mau tidak mau, senang ataupun tidak, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Mahkamah Yang Mahaagung Allah SWT. Yang tidak mungkin ada kekeliruan yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar, manipulasi data, laporan fiktif, dan lain sebagainya.

Setiap perkara yang diajukan kepadaNya didasarkan kepada laporan jaringan makro yang bernilai kontrol lensa Sunatullah. Bukan hanya kiprah lahiriah, tetapi bisikan batin yang paling halus di dasar kalbu pun bisa dideteksi secara cermat dan akurat.

Oleh karena itu, pandai-pandailah dalam memilih pemimpin dan hati-hatilah apabila hendak memegang amanah. Wallahu ’alam bi al-shawab.***


Yuk Bagikan :

Baca Juga