Nawawi sedang terhimpit kesulitan ekonomi yang sangat memprihatinkan. Dia mengalami kebangkrutan. Kini ia tidak memiliki pekeijaan untuk menghidupi keluarganya. Anak-anak Nawawi menangis karena lapar. Nawawi sangat bingung. Dia ingin membuka usaha baru, tetapi tidak memiliki modal sedikit pun. Dia memberanikan diri menyurati sahabatnya, Khairi, agar dapat meminjaminya uang.
Wahai Sahabatku, Khairi,
Bisakah kau meminjami aku uang sebesar 500 cLirham? Saat ini aku jatuh miskin karena usaha yang kukelola mengalami kebangkrutan. Dengan uang pin¬jaman yang kauberikan, aku berharap dapat memulai usahaku kembali dan akan segera mengembalikan utangku padamu menjelang Ramadhan.
Sahabatmu,
Nawawi
Tentu saja, sebagai sahabat yang peduli, Khairi segera mengirimkan uang sebesar 500 dirham dan berharap usaha sahabatnya kembali membaik. Sebenarnya, usa¬ha dia pun sedang tidak beijalan baik. Ketika uang itu diterima, Nawawi segera menyimpannya dan berenca¬na akan membelanjakannya untuk kebutuhan dagang keesokkan harinya. Malam harinya, Nawawi menerima surat dari sahabatnya, Amir.
Wahai Sahabatku, Nawawi,
Apa kabarmu? Bagaimana juga kabar keluarga¬mu1 Kabarku tidak begitu baik. Aku ditipu orang sehingga usahaku kini hancur berantakan. Aku berencana meminjam uang padamu sebesar 500 dirham agar aku bisa memulai usahaku kembali. Insya Allah, aku akan segera mengembalikannya menjelang Ramadhan.
Sahabatmu,
Amir
Tanpa pikir panjang, Nawawi mengirimkan uang yang baru didapatkannya dari Khairi kepada Amir.
Menjelang Ramadhan, Nawawi dikunjungi oleh Khairi dan Amir di rumahnya. Khairi hendak menanyakan perihal utang Nawawi.
"Oh maaf, aku telah menggunakan uangmu untuk modal usahaku. Apakah hari ini kau akan memintanya kembali?" Nawawi memastikan.
Tiba-tiba, Khairi mengeluarkan 500 dirham dari sakunya. "Demi Allah, aku tidak memiliki uang lain selain uang 500 dirham ini. Ketika kau mengirimkan surat
padaku, aku segera mengirimkan uang ini untukmu. Sementara, aku juga menulis surat kepada Amir untuk meminjamiku uang. Lalu, Amir mengirimiku uang se¬besar 500 dirham ini," kata Khairi sambil memandang kedua sahabatnya.
Khairi memegang kantong uangnya. "Aku justru ingin bertanya, bagaimana uang ini bisa berputar-putar di antara kita? Aku mengenali kantong uang ini sebagai kantong yang kugunakan untuk mengirimkan uang ke¬padamu, Nawawi. Ketika aku bertanya kepada Amir, dia mengatakan memang dia baru meminjam darimu."
Nawawi .hanya tersenyum ketika Khairi bertanya kepadanya.
"Sekarang, aku tidak akan menagih uang kepadamu, melainkan aku akan membagi 500 dirham ini menjadi empat bagian, masing-masing mendapatkan 150 dirham untuk modal usaha. Sisanya, 50 dirham akan kita belanjakan kebutuhan untuk Ramadhan kita semua. Semoga Allah kembali melancarkan usaha kita," lanjut Khairi.
Khairi lalu membagi uangnya. Atas izin Allah, usaha mereka kembali sukses dan persahabatan mereka semakin teijalin baik.
"Maafkanlah kesalahan orang yang murah hati (dermawan). Sesungguhnya, Allah menun¬tun tangannya jika dia terpeleset (jatuh). Seorang pemurah hati dekat kepada Allah, dekat kepada manusia, dan dekat kepada surga. Seorang yang bodoh tapi murah hati (dermawan), lebih disukai Allah daripada seorang alim (tekun beribadah) tapi kikir. "
-HR Ath-Thabrani