Hidup dan Mati Seorang Penipu

abatasa | Kamis, 21 Maret 2013 07:26 WIB | 38.120 kali
Hidup dan Mati Seorang Penipu Dahulu, hiduplah seseorang yang selalu melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat. Dia selalu membuat onar dan menipu orang. Akhirnya, dia diusir dari kampungnya dan pergi ke kampung lain.
Peristiwa pengusiran itu tidak membuatnya jera. Justru di kampung yang baru, dia membuat rencana untuk kembali menipu. Pada suatu hari, tibalah dia di sebuah rumah yang amat sederhana. Dia mengetuk pintu.

"Assalamu’alaikum," sapanya ketika seorang lelaki membukakan pintu.
" Wa ’alaikumsalam. "
"Aku adalah sahabat orangtuamu," katanya dengan yakin kepada lelaki muda belia itu.
"Aku tidak mengenalmu. Orangtuaku sudah meninggal," kata si pemuda.

Si penipu itu pura-pura terkejut. Dalam hati, ia tertawa geli melihat sasaran empuknya kali ini.
"Oh, ya? Kapan orangtuamu meninggal? Sungguh aku ikut berduka," kata penipu dengan wajah yang disulap menjadi sedih.

"Mari silakan masuk," pemuda itu menyuruh penipu memasuki rumahnya.
Mereka kemudian mengobrol seolah mereka telah kenal lama. Si penipu mencari celah dan berusaha menipu pemuda itu.

"Jika memang orangtuamu meninggal, sudah selayaknya aku mengikhlaskan utang yang mereka miliki padaku," kata si penipu.
Pemuda menatap si penipu, "Apakah orangtuaku memiliki utang?"
Si penipu mengangguk, ’Ya, tapi tidak besar. Tapi, sudahlah. Itu bukan masalah. Aku mengikhlaskannya," lanjutnya.

Si pemuda beranjak dari duduk, ’Tidak usah kauikhlaskan. Kebetulan sebelum meninggal, Ayah dan Ibu meninggalkan sedikit warisan dan telah aku jual. Uangnya kusimpan agar sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan. Utang adalah kewajiban yang harus dibayar. Aku akan membayarnya," kata si pemuda sambil meninggalkan penipu menuju kamar.

Sesaat kemudian, "Hanya ini yang aku miliki. Semoga dapat melunasi utang orangtuaku," katanya.
Si penipu menerima uang itu, lalu pamit pulang. Dengan uang itu, si penipu berfoya-foya. Dia menghabiskan uangnya dengan cepat. Hingga kemudian, dia tidak memiliki uang sedikit pun, lalu dia kembali menyusun rencana. Dia mendatangi orang yang tak dikenalnya.

"Tuan adalah teman Ayahku," katanya sambil menjulurkan tangan.
"Kau siapa? Anak siapakah?" tanya orang tua itu.
"Aku adalah anak Jaiz bin Umar," jawab penipu dengan yakin.
"Aku tidak mengenal orangtuamu." Orang tua itu mengerutkan dahinya.

"Oh, ya? Mungkin Tuan lupa. Tapi sudahlah, aku ingin menjamu Tuan di warung makan itu," ajak si penipu.
Orang tua itu penasaran sehingga mengikuti ajakan si penipu. Mereka memasuki warung makan. Penipu mengambil banyak makanan untuk mengenyangkan perutnya yang sangat lapar. Ketika perutnya sudah kenyang, dia pura-pura ke belakang untuk buang air kecil. Padahal, dia kabur.

Si pemilik warung menagih biaya makan mereka pada orang tua itu.
"Aku adalah tamu lelaki tadi," kata orang tua itu.
"Yang mana, Tuan? Lelaki yang bersama Tuan tadi sudah pergi entah ke mana," kata pemilik warung.

Akhirnya, orang tua itu sadar telah ditipu. Ia harus membayar semua makanan tadi. Si penipu terus melakukan penipuan dari hari ke hari ke semua orang yang tidak mengenalnya. Suatu hari, dia jatuh sakit di sebuah kampung yang baru saja didatanginya. Menyadari ajalnya akan segera tiba, dia segera bertobat, mengakui dan menyesali semua perbuatannya. Dia lantas memanggil seorang pengemis kurus yang kelaparan untuk membantunya.

"Aku akan memberimu uang sebesar sepuluh dirham untuk mengurus jenazahku dan meminta orang men- shalatkan dan peduli atas kematianku."

Akhirnya, si penipu itu meninggal dunia. Pengemis itu mengabarkan kepada penduduk kampung bahwa ada seorang lelaki yang meninggal. Semua penduduk mengurus jenazahnya, bahkan berbondong-bondong menshalatkannya. Ketika penipu itu berada di dalam kubur, datanglah malaikat kubur untuk meminta per-tanggungjawaban atas perbuatannya.

Tiba-tiba, terdengar seruan, "Tinggalkan hamba-Ku. Dia memang penipu dan sepanjang hidupnya dihabiskan untuk menipu. Namun, seluruh dosanya diampuni karena dia sungguh-sungguh bertobat."

"Barang siapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, ‘Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?’ ‘Beliau menjawab, ‘Mengada-adakan amalan bid’ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya.
-HR DARUQUTHIN DARI ANAS

dikutip dari "buku surga bagi si ahli maksiat" karya Dyah Prameswarie dkk.
penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama



Yuk Bagikan :

Baca Juga