Perhatikanlah di kiri dan kananmu. Apakah engkau melihat orang yang terkena musibah. Dalam setiap rumah ada rintih tangis kesedihan. Di atas setiap pipi mengalir air mata dan dalam setiap lembah mereka melukiskan kebahagiaan.
Duhai engkau yang mencela dan mencaci waktu, sedangkan engkau penuh dengan kebaikan disekelilingmu.
Perhatikan di sekitarmu. Betapa banyak orang yang tertimpa musibah dan berapa banyak orang-orang yang sabar. Ketahuilah, bukan dirimu saja yang tertimpa musibah. Musibahmu itu lebih kecil menurut pandangan orang lain.
Betapa banyak orang yang terbaring sakit di atas ranjang bertahun-tahun lamanya. Ia hanya mampu berbalik ke kiri dan kanan bahkan sering merintih kesakitan. Betapa banyak orang yang berada dalam penjara. Selama bertahun-tahun ia tidak dapat merasakan sinar mentari dengan kedua matanya. Ia tidak melihat kecuali hanya penjara belaka. Betapa banyak kaum pria dan wanita yang kehilangan kebahagiaan hatinya dalam menjalani masa muda dan perjalanan usianya.
Betapa banyak orang kesulitan, terlilit hutang, tertimpa bencana, dan bersedih.
Sudah waktunya engkau merasa beruntung dibandingkan mereka yang tertimpa musibah. Engkau harus yakin bahwa kehidupan ini seperti penjara bagi orang-orang mukmin, ruang kesedihan dan bencana. Istana menjadi sesak oleh penghuninya dan berjalan kosong tanpa kemegahannya.
Kesempurnaan yang sempurna yaitu badan sehat, harta melimpah, banyak keturunan. Itu pun hanya berjalan sebentar saja dan berganti menjadi kefakiran, sakit, kematian dan perpisahan dengan orang- orang yang dicintai.
”Dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan.” (QS. Ibrahim[i4]:45).
Lihatlah sebaik-baik teladan, Rasulullah figur yang baik. Dia meletakkan keselamatan di atas kepalanya, kakinya bergemetaran, wajahnya berdarah, hidup di pedalaman hanya makan dedaunan, diusir dari kota Mekkah tanah kelahirannya. Pecah gigi depannya, dicaci kehormatan istrinya, dibunuh tujuh puluh sahabat yang dicintainya, ditinggal anak-anaknya selama hidupnya, ia mengikatkan batu diatas perutnya untuk menahan rasa lapar, dan ia di tuduh sebagai penyair, tukang sihir, dukun, gila, dan pendusta. Lalu Allah melindunginya dari semua itu. Ini merupakan ujian yang tidak kecil dan tidak ada yang lebih besar dari semua itu.
Bagaimana dengan perjalanan hidup Nabi Zakaria AS. yang dibunuh dan anaknya, Yahya AS. di sembelih? Bagaimana dengan Nabi Ibrahim yang dibakar dalam kobaran api?
Renungkanlah perjalanan para khalifar Islam. Ketika Umar dilumuri dengan darahnya. Utsman dibunuh. Ali ditikam. Para imam didera dan dipenjarakan. Mereka tetap bertawakkal kepada Yang Maha Baik.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang- orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan).” (QS. Al Baqarah [2]: 214).
Perhatikan Basyir Ath Thabari mendermakan sekitar empat ratus kerbau untuk biaya perang melawan pasukan Romawi. Ia bertemu dengan salah satu hamba sahayanya yang mengurus kerbau, lalu mereka berkata, “Tuanku, kerbau telah habis.” Lalu ia berkata, “Kalian juga pergilah, kalian bebas karena Allah.” Anaknya berkata, “Ayah, kita telah jatuh miskin.” Beliau menjawab, “Diamlah anakku, sesungguhnya Allah telah memerintahkanku. Maka aku berharap dapat menambah sedekahku.”
Lihatlah Imran bin Hushain. Selama tiga puluh tahun, ia sabar menghadapi musibah, terbaring di atas tempat tidurnya.
Suatu ketika salah seorang saudaranya datang menemui. Melihat keadaan demikian, saudaranya pun menangis. Meski musibah datang menghampiri, Imran tetap tegar. Ia berkata kepada saudaranya,
“Janganlah menangis. Karena jika aku mencintainya karena Allah, Dia akan memberikan cinta-Nya kepadaku.”
Tegarkanlah dirimu dengan mengikuti perjalanan hidup mereka. Ketahuilah, di balik kegelapan ada fajar menyingsing. Di balik mendung, ada purnama. Senyuman itu sebagai taman di tangisan awan. Kehidupan tumbuhan di tanah tandus. Ketahuilah, awainya melimpah kemudian berkurang, tadinya gelap menjadi bersinar. Ketahuilah, keadaan itu tidak akan tetap selamanya. Setelah hari ini ada esok.
Janganlah bersedih...
Kesedihan bukanlah obat dari musibah. Jangan putus asa, karena putus asa akan mengeruhkan perasaan, dan harapan dapat memudahkan kesulitan!
Janganlah bersedih...
Bencana itu sebagai pembersih dosa. Musibah itu sebagai pelajaran. Malapetaka adalah ujian, apakah manusia itu menjadi mulia atau hina!
Allah terkadang memberikan kenikmatan lewat bencana untuk membersihkan dosa. Maka siapakah diantara kita yang ridha atau murka.
Apa yang menjadi sebab kesedihanmu? Jika sebabnya penyakit, maka itu adalah baik bagimu, dan nantinya berujung kesembuhan.
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Dia akan mengujinya..” (HR. Bukhari no.5242, Kitab Al Mardha Bab, Maa Jaa`a fi kafaaratul mardha).
Allah SWT berfirman,
”Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (QS. As Syu`araa [26]: 80).
Bersambung….
***
Sumber: Buku La Tahzan for Women, Penulis: Nabil bin Muhammad Mahmud