Tunggulah Tibanya Musim Semi

Admin | Rabu, 29 Oktober 2014 09:55 WIB | 3.887 kali
Tunggulah Tibanya Musim Semi Wahai wanita yang bersedih!!

Ketika pintu-pintu rumahmu tertutup rapat di musim dingin, maka tunggulah datangnya musim semi. Bukalah jendela rumahmu untuk merasakan angin segar yang bertiup, dengarlah burung-burung yang mulai berkicauan. Engkau akan melihat matahari memancarkan cahaya seperti garis keemasan di atas ranting dan dedaunan, agar dapat merasakan kehidupan nan baru, impian baru, dan hati yang baru.

Janganlah engkau bepergian ke padang sahara mencari pepohonan yang rindang. Tentu, karena kita mustahil akan menemukannya. Jadi, perhatikanlah ratusan pepohonan rindang yang menaungi Anda, membahagiakan dengan buah-buahnya yang ranum, dan memotivasi kita dengan ramainya kicau burung.

Janganlah memperhitungkan kerugian di hari kemarin. Umur itu ibarat dedaunan yang jatuh dan tidak dapat kembali lagi. Namun, setiap tiba musim semi akan tumbuh dedaunan baru. Perhatikanlah dedaunan rindang yang menutupi luasnya langit dan melindungi kita dari sesuatu yang jatuh. Baik itu dedaunan atau rantingnya.

Wahai wanita yang bersedih!


Ketika telah pergi hari kemarin, di hadapanmu ada hari ini. Saat hari ini mulai mengumpulkan waktu demi waktunya untuk pergi, maka engkau masih memiliki hari esok. Jangan bersedih atas hari kemarin, karena ia tidak akan pernah kembali. Jangan merasa salah atas hari sekarang yang akan pergi. Bayangkanlah hari esok yang indah dengan sinaran mentari pagi.



Ummu Al-Ala` berkata, "Rasulullah Saw. menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu Beliau berkata, `Gembirakanlah wahai Ummu Al- Ala`. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu menjadikan Allah mengampuni dosa-dosanya, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran pada emas dan perak." (Musnad Abdu ibnu Hamid no.1573, dengan sanad hasan dan rijal haditsnya dapat dipercaya).

Bukan berarti kita dianjurkan untuk memasukkan bakteri ke dalam tubuh dan tidak berobat dengan alasan bahwa penyakit dapat menghapus dosa dan kesalahan. Akan tetapi setiap hamba harus meminta kesembuhan dan meminum obat sesuai dengan resep dokter. Tentulah harus disertai dengan kesabaran atas penyakit yang menimpa dan yakin bahwa Allah akan membalas setiap rasa sakit yang engkau rasakan. Penyakit merupakan tabungan kebaikan dalam catatan amal.

Adapun seorang wanita harus bersabar atas meninggalnya suami atau anak, sebagaimana dijelaskan sebuah hadits:

"Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada hamba-Nya yang mukmin, apabila dia ditinggalkan kedua orang yang dicintainya di muka bumi, lalu ia bersabar dan mengambil pelajaran, sehingga beliau pun bersabda, `Tidaklah ditetapkan baginya pahala selain surga`. (HR. Nasa`i, no.1858, Kitab Thaharah, ia berkata : Hadits hasan, rijalnya tsiqqat).

Bila ada seorang istri yang tidak rela ditinggal mati suaminya, maka Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku, Aku lebih berhak dari yang selain-Ku. Suami itu pinjaman, anak itu pinjaman, saudara itu pinjaman, ayah itu pinjaman, dan istri itu pinjaman.”

Wahai wanita yang bersedih!

Tak ada gunanya memukul-mukul pipi, merobek-robek baju terhadap sesuatu yang sudah berlalu atau musibah yang menimpa. Tak ada gunanya seseorang selalu membayangkan dan menenggelamkan perasaannya pada kejadian yang telah terjadi, karena itu akan menambah rasa sakit dan hati serasa terbakar.

Seandainya tangan kita dapat merubah masa lalu, maka kita akan merubah sesuatu yang tidak diinginkan, dan menggantikannya dengan sesuatu yang diharapkan. Kita bisa menghapus setiap penyesalan atas perbuatan yang dilakukan, dan meningkatkan kekurangan amalan kita. Namun semua itu mustahil. Alangkah baiknya bila kita bisa mensucikannya dengan nilai-nilai jihad dari lembaran-lembaran hidup di setiap waktu.

Inilah yang diperingatkan Al-Qur`an setelah perang Uhud. Allah berfirman kepada orang-orang yang menangis, ialah orang-orang menyesal karena lari dari medan perang, "Katakanlah, sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka dan terbunuh.” (QS. Ali Imran [3]: 154).

Wahai wanita yang bersedih!

Jawablah dengan jujur pertanyaan di bawah ini:

  Apakah Anda menyadari bahwa kita akan bepergian dan tidak akan kembali lagi? Apakah Anda sudah mempersiapkan bekal untuk perjalanan ini?
  Apakah Anda sudah membekali diri di dunia fana dengan amalan- amalan shaleh untuk menemani kita dalam ketakutan di dalam kubur?
  Berapa usia yang telah Anda habiskan?
  Berapa tahun Anda akan hidup?
  Tahukah Anda, bahwa setiap permulaan akan berakhir, dengan surga atau neraka?
  Apakah Anda membayangkan suatu ketika malaikat turun dari langit untuk mencabut ruh, sedangkan saat itu Anda sedang lalai?
  Apakah Anda membayangkan hari akhir dalam kehidupan, yaitu saat berpisah bersama keluarga, berpisah dengan orang-orang yang disayangi dan sahabat-sahabatmu?

Itu adalah kematian yang diawali dengan sakaratul mautnya, rasa sakitnya, dan kesulitannya.

Dialah kematian,...!

Setelah terpisahnya ruh dari tubuh, kemudian kita akan dimandikan, dikafani, lalu di bawa ke Masjid untuk dishalatkan, kemudian ditandu di atas pundak kaum pria. Kemanakah gerangan? Menuju alam kubur, tempat pertama di alam akhirat. Apakah akan kembali ke taman surga atau berada di lubang neraka.

***

Sumber: Buku La Tahzan for Women, Penulis: Nabil bin Muhammad Mahmud



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Anak Marah, Atasi dengan Cara Ini
Selasa, 01 November 2016 16:27 WIB
Mengenalkan Allah pada Anak dengan Cara Sederhana
Selasa, 11 Oktober 2016 10:50 WIB
Ukhti Mau Mahar Apa?
Senin, 10 Oktober 2016 11:18 WIB