Cantik dan Sehat dengan Berjilbab

abatasa | Kamis, 10 Oktober 2013 08:23 WIB | 4.812 kali
Cantik dan Sehat dengan Berjilbab
Pakaian adalah kebutuhan primer manusia yang harus terpenuhi keberadaannya, selain air, udara, JL makanan, tempat tinggal, dan informasi. Tanpa pakaian, ada sebagian aspek kehidupan manusia yang hilang atau tidak sempurna. Bahkan, dalam kondisi tertentu, tanpa pakaian boleh jadi manusia tidak lagi dianggap sebagai manusia normal, la akan dianggap sebagai (maaf) manusia kurang beradab` atau terganggu kondisi mentalnya. Kita sering takut ketika berpapasan dengan orang gila di pinggir jalan yang tidak berpakaian atau berpakaian tidak layak pakai. Kita pun sering mendesis marah melihat kaum wanita yang mengumbar aurat. Pada dasarnya, mereka seperti orang kebanyakan. Bedanya hanya satu, yaitu mereka me¬nanggalkan pakaiannya.

Kita dapat mengibaratkan kegunaan pakaian bagi manusia, sebagaimana kegunaan bulu atau rambut bagi binatang. Apa fungsi bulu bagi binatang? Sangat banyak. Dengan bulu, seekor binatang dapat membedakan dirinya dengan binatang lain walaupun mereka masih satu jenis. Dengan bulu, seekor binatang dapat terjaga keberlangsungan hidupnya. Bukankah bulu melindungi hewan dari sengatan panas dan dingin, dari serangan makhluk lain, atau dari metabolisme tubuh yang tidak sempurna? Dengan bulu, seekor binatang pun bisa mengomunikasikan siapa dirinya dan apa yang diinginkannya. Seekor merak jantan, misalnya, ia akan memamerkan bulu- bulu indahnya tatkala ia jatuh cinta pada sang betina. 
Dengan demikian, dari bulu saja, ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh binatang, mulai dari fungsi pembeda (diferensiasi), fungsi perlindungan, dan fungsi komunikasi atau self presentation (pengungkapan diri).

Jika fungsi bulu bagi hewan saja sedemikian kompleks, apalagi fungsi pakaian pada manusia yang memiliki kesempurnaan fisik dan akal budi. Fungsi pakaian bagi manusia jauh lebih banyak daripada fungsi bulu pada binatang. Pakaian bukan sekadar unsur pembeda antara seorang manusia dan manusia lainnya, bukan pula sekadar melindungi diri dari cuaca, atau sarana untuk mengomunikasikan dan mempresentasikan diri. Pakaian bagi manusia memiliki fungsi-fungsi lain yang tidak ditemukan pada binatang, khususnya fungsi yang mengatasi hal-hal yang bersifat fisik, misalnya fungsi estetika dan agama. Dalam fungsi-fungsi tersebut tersirat warna-warni emosi, kecerdasan, kreativitas, dan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pakaian bagi manusia tidak hanya menyangkut aspek jasmaniah, melainkan juga aspek psikis dan rohaniah.

Di dalam Al-Quran, Allah SWT menginformasikan hal tersebut dengan sangat gamblang, "Wahai anak cucu adam!
Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." (QS al-Araf [17]: 26)

Ayat tersebut menyiratkan adanya dua macam pakaian yang melekat pada diri manusia, yaitu pakaian fisik dan nonfisik. Keduanya sama-sama penting. Pakaian fisik adalah segala macam aksesoris atau perhiasan yang melekat pada tubuh, mulai dari baju, celana, kerudung, dan segala pelengkapnya. Di dalam Islam, hukum asal pakaian dan perhiasan yang bersifat fisik adalah boleh (mubah), kecuali apabila ada dalil yang mengharamkannya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang menyatakan bahwa al-ashl fil adah al-ibahah ¡Ha ma dai la ad-dalil ala al-man. Artinya, hukum asal dari adat istiadat adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Meskipun demikian, hukum asal ini bisa berubah karena suatu kondisi tertentu. Pakaian bisa menjadi wajib apabila tujuan dari memakainya adalah untuk menutup aurat dan melindungi tubuh dari panas dan dingin Pakaian bisa menjadi sunnah apabila dipakai untuk tujuan menampakkan nikmat dari Aliah SWT. Pakaian bisa menjadi makruh apabila ditakutkan akan mendatangkan riya ketika memakainya. Pakaian pun bisa menjadi haram apabila dipakai untuk kesombongan atau melakukan kemaksiatan.

Adapun pakaian nonfisik merujuk pada akhlak atau perbuatan manusia. Dalam ayat tersebut, Allah SWT menekankan bahwa sebaik-baik pakaian adalah pakaian ketakwaan. Inilah pakaian yang akan memengaruhi dan menjiwai segenap penampilan manusia, baik yang fisik maupun rohani; yang tampak maupun yang tidak tampak.

Apabila baik akhlaknya, akan baik pula segenap penampilan, ucapan, busana, dan semua tindak tanduknya. Bukankah akhlak-yang terambil dari akar kata "khuluq" yang berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fitrah, atau naluri-adalah sesuatu yang menggambarkan perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya? Seorang mukmin yang berakhlak mulia akan tampak kemuliaannya dari pakaian yang dikenakannya, baik lahir maupun batin.

Takwa pun bisa dimaknai sebagai "kewaspadaan" atau "kehati-hatian". Artinya, orang yang bertakwa senantiasa waspada atau hati-hati dari melakukan perbuatan dosa sekecil apa pun. Dalam berpakaian, seorang hamba yang bertakwa akan menjadikan kehati-hatian sebagai sikap pertamanya, la tidak ingin busana yang dikenakannya mendatangkan fitnah atau keburukan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya, terlebih mendatangkan kemurkaan Allah Azza wa lalla. Keburukan tersebut bisa datang dari hal-hal kecil, misalnya pakaian yang bau dan kumal hingga hal besar, seperti tabarruj atau menampakkan aurat di hadapan orang yang bukan mahramnya; atau berpakaian dengan tujuan pamer dan berbangga diri agar dipuji dan dikagumi orang lain.

Dengan demikian, pakaian ketakwaan menjadi instrumen khas yang membedakan manusia dan hewan, seorang manusia dan manusia lainnya, bahkan membedakan manusia dan malaikat serta para penghuni langit sekalipun.
Kesempurnaan di hadapan Allah SWT dan di hadapan manusia meliputi aspek jasmani dan rohani, luar dan dalam, yang tampak dan tidak tampak. Itulah mengapa, agar dapat berpakaian secara benar, Allah dan Rasul-Nya menuntun segenap manusia untuk berpakaian secara islami. Artinya, ia akan mengenakan pakaian yang dapat memenuhi fungsi- fungsi utama sebuah pakaian sebagaimana digariskan oleh Allah yang memberi pakaian tersebut. Pakaian yang islami tersebut tentu saja tidak lantas meninggalkan aspek estetika atau keindahan, kenyamanan, kesehatan, dan muatan luhur budaya lokal.

Dengan demikian, ketika seorang muslimah berusaha kaftah dalam menjalankan tuntunan agamanya, niscaya ia akan mendapatkan aneka kebaikan dari busananya tersebut. Tidak hanya terpenuhinya fungsi-fungsi berpakaian, tetapi juga bisa tampil lebih cantik, sehat, dan tentunya syari.

Pada bagian selanjutnya dari buku ini, kita akan membahas hal tersebut secara global, ditambah beberapa model busana muslimah yang digagas oleh penulis. Insya Allah akan menginspirasi pembaca.

Dikutip dari : The Power of Hijabers
Penerbit : Tinta Mediana
Penulis : Tauhid Nur Azhar


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Anak Marah, Atasi dengan Cara Ini
Selasa, 01 November 2016 16:27 WIB
Mengenalkan Allah pada Anak dengan Cara Sederhana
Selasa, 11 Oktober 2016 10:50 WIB
Ukhti Mau Mahar Apa?
Senin, 10 Oktober 2016 11:18 WIB