Mendahulukan Ibu

abatasa | Selasa, 13 Agustus 2013 06:05 WIB | 4.750 kali
Mendahulukan Ibu
Ibu Yeni, seorang anggota DPR mengisahkan pengalamannya mengenai sedekah yang membawa keberkahan baginya. Kejadian ini dialaminya sekitar bulan Agustus tahun 2001 yang lalu. Saat itu ia mendapat undangan seminar di Sumatra Selatan. Karena masih masa nifas dan membawa anak bungsunya yang kala itu masih berusia 35 hari, ia memutuskan membawa ibunya.

Bukan main senangnya sang ibu dibawa pelesiran naik pesawat. Maklum saja, tahun 1972 waktu naik haji, ia cuma naik kapal laut. Di pesawat tak henti ibunda tercintanya menyatakan kesenangannya naik pesawat.

"Alhamdulillah... kesampaian juga Ibu naik pesawat, " syukurnya. Yeni yang duduk di sebelahnya tersenyum.
"Coba Buya (ayah) masih hidup ya... dia pasti senang naik pesawat kayak gini, " tuturnya lagi dengan mata berkaca-kaca. Yeni menoleh dan mengusap pundak ibunda tercintanya.

"Sudahlah Bu, Buya pasti sudah bahagia sekarang. Selama hidup Buya kan sangat baik, maka Allah pasti melimpahkan kebahagiaan padanya... "

"Yah... " Ibu menganguk-angguk, "Buya emang baik.... " lanjutnya sendu.

Tidak lama kemudian mereka tiba di bandara dan diantar oleh panitia ke sebuah penginapan yang sederhana. Ibunya nampak sangat bahagia. Untuk menyenangkan hatinya, Yeni memesankan makanan kesukaannya.

"Dimakan, Bu... " kata Yeni. Ibunya mengangguk dan mulai makan dengan lahap.
Keesokan harinya saat Yeni ikut seminar, Ibu menjaga cucunya yang masih merah di penginapan. Seminar itu untunglah tidak begitu lama. Jeda makan siang, mereka diajak makan di sebuah restoran khas Sumatra Selatan. Konon restoran ini biasa ditongkrongi oleh para pejabat dari pusat.

Memang suasananya sangat asri, bertingkat dua, dan Subhanallah makanan yang tersaji juga terasa sangat nikmat.

"Pepes ikan dengan duriannya enak sekali, Yen... " Ibu memberikan penilaian seraya makan dengan lahap.

"Kalau di Tangerang, daerah kita durian cuma untuk Kinca teman makan ketan ya, ternyata buat pepes juga enak, " imbuhnya kemudian.

"Alhamdulillah... kita di sini jadi nambah ilmu kan, Bu? " balas Yeni tersenyum.
Selesai makan, mereka menuju penginapan lagi untuk berkemas. Ya, mereka harus kembali ke Jakarta hari itu juga. Sebelum berangkat, Yeni memeriksa sebuah bungkusan yang diberikan panitia saat seminar tadi.

"Subhanallah... bagus amat nih kain sutra? " desisnya takjub sambil menyidik bahan itu dengan teliti. Yeni bertekad akan menjahitnya setiba di Jakarta nanti.

Saking indahnya kain tersebut, di pesawatpun Yeni tak kuasa membayangkannya. Menjahitnya menjadi baju muslimah yang indah yang akan dikenakannya pada event-event tertentu. Tapi sejenak kemudian hati kecilnya berkata, "Berikan saja pada ibumu.... "

"Bagaimana, ya.... bagus banget sih? " sekilas bathinnya tak rela. Rupanya syetan sedang merasuki niat baiknya.

"Sudah... kasih Ibu saja, supaya dia senang, kamu kan bisa beli nanti lagi... " hati kecilnya kembali berkata.
Sejenak Yeni merasa bimbang. Terus-terang saja, ia sangat ingin memiliki bahan itu untuk dirinya. Sudah dibayangkannya begitu manisnya ia dalam balutan baju berbahan sutra itu. Suaminya pasti memuji, anak-anaknya pasti juga bangga. Tapi...

"Ah, sudahlah biar untuk ibuku saja, " hati kecilnya memenangkan pergolakan bathin.
Maka Yeni memberikan kain sutra itu pada ibunya. Mata ibunya bersinar menerima pemberian itu. Paras bahagia yang tak bisa ditutupinya. Yeni tak menyesal memberikannya.

Sesampainya di Jakarta, Yeni kembali mengisi hari-harinya dengan seabreg aktivitas yang menunggunya. Ia sudah tak teringat lagi kain sutra indah pemberian panitia seminar di Sumatra Selatan itu. Sampai dua hari kemudian seorang temannya kembali dari Malaysia dan membawa titipan dari teman Yeni, yang orang asli Malaysia.

"Apaan ini? " Yeni mengerutkan dahinya, menatap bungkusan yang diberikan temannya itu.
"Titipan dari teman Malaysiamu, aku nggak tahu isinya, buka aja gih... "

Tanpa menunggu lama, Yeni membuka bungkusan itu dan terbelalak, "Subhanallah bagus banget.... " serunya takjub. Temannya pun ternganga.

Selembar bahan sutra yang lebih halus dan lembut warnanya...
"Benar-benar Allah Maha Besar... " Yeni berbisik pelan.

Kain sutranya telah digantikan oleh Allah dengan yang lebih bagus dan manis. Yeni kemudian teringat sebuah hadits Rasulullah Saw, bahwa kebaikan yang cepat mendapatkan balasannya di dunia adalah kebaikan kita kepada orang tua....

***

Sumber: Wisata Hati.
dikutip dari : erva kurniawan


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Anak Marah, Atasi dengan Cara Ini
Selasa, 01 November 2016 16:27 WIB
Mengenalkan Allah pada Anak dengan Cara Sederhana
Selasa, 11 Oktober 2016 10:50 WIB
Ukhti Mau Mahar Apa?
Senin, 10 Oktober 2016 11:18 WIB