Dia dan Internet

abatasa | Senin, 29 Juli 2013 07:05 WIB | 5.186 kali
Dia dan Internet
Kisah ini merupakan kisah nyata yang menyakitkan dari seorang anak perempuan dari keluarga terpandang, dibesarkan sesuai dengan akhlak dan pendidikan Islam. Dia bercerita Sebagai berikut.

* * *

Aku bukan tipe gadis yang suka nekat dan senang hiburan. Seingatku, aku tidak pernah berbuat yang membuat Allah murka. Aku menikah dengan seorang lelaki terhormat yang sangat mencintaiku. Aku pun sangat mencintainya. Kepercayaannya kepadaku sangat besar. Aku adalah seorang istri yang manja kepadanya, bahkan keluarga dan familiku sering berkata, "Kami tidak pernah melihat seorang istri manja sepertimu." Setiap aku meminta sesuatu kepada suamiku, dia tidak pernah menolak apalagi mengatakan "Tidak", apa pun yang aku minta, dia selalu memenuhinya.

Suatu hari, aku meminta menyambung internet. Awalnya dia menolak, "Tidak, banyak hal di internet yang tidak sesuai denganmu." Akan tetapi, aku terus merengek kepadanya sehingga dia setuju. Aku bersumpah tidak akan menggunakannya untuk hal-hal yang tidak baik, dia pun menyetujui. (Ah... seandainya dia tidak setuju).

Internet pun masuk ke dalam rumahku. Aku sangat senang mempunyai hiburan. Ketika dia pergi bekerja, aku masuk kamar menghidupkan komputer dan browsing internet. Begitu juga ketika dia berada di rumah, namun dia tidak pernah menanyakan apa yang aku lakukan, sebab dia percaya kepadaku.

Beberapa hari kemudian, ada seorang temanku bercerita bahwa dia menggunakan layanan aplikasi "Chat" (program berbicara secara langsung/voice) di internet. "Program itu menyenangkan, kita bisa berbicara dengan orang lain," terangnya.
Waktu terus berlalu, aku tidak pernah merasakan perputaran masa. Aku masuk ke layanan Chat-seandainya aku tidak memasukinya. Awalnya aku menganggapnya hanya sekadar basa-basi. Saat itu, aku mengenal seorang lelaki yang setiap hari menyapaku dan berbicara panjang lebar denganku. Dia mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain yang pernah berkenalan denganku, dia mempunyai budi yang luhur. Aku kuat berjam-jam di depan komputer, chating, dan mengobrol dengannya.

Pernah satu kali suamiku masuk kamar dan melihatku menghabiskan banyak waktu di depan komputer, dia marah. Walaupun aku sangat mencintai suamiku dan tidak pernah mencintai laki-laki lain kecuali dia, akan tetapi aku telah kagum dengan laki-laki yang biasa mengobrol denganku, hanya sekadar kagum. Seiring bergantinya hari, perasaan kagum itu berubah menjadi perasaan suka, bahkan aku lebih tertarik padanya melebihi perasaanku kepada suamiku. Aku lari ke internet dan berbincang dengannya, menghindari kemarahan suamiku. Suatu ketika, aku kehilangan akal sehatku, aku berseteru dengan suamiku, dia sangat marah, memutus internet dan mengeluarkan komputer dari rumah.

Aku marah sekali kepada suamiku, sebab ini pertama kalinya dia marah kepadaku. Demi untuk memberinya pelajaran, aku bertekad untuk menghubungi laki-laki yang aku kenal via internet, padahal dia sudah berkali-kali memaksaku menghubunginya, tetapi aku menolak. Aku menghubunginya dan berbicara via telepon, dari sini titik permulaan aku berkhianat kepada suamiku.

Setiap suamiku keluar rumah, aku menghubungi laki-laki itu dan berbicara dengannya. Dia berjanji akan menikahiku, seandainya aku bercerai dengan suamiku. Ia mengajakku bertemu. Dia ngotot mengajak bertemu sehingga aku takluk dengan keinginan dan permintaannya itu, akhirnya aku pun menemuinya. Kami menjadi sering bertemu hingga aku terperosok ke jurang dosa. Aku mengkhianati suamiku, aku merelakan kesucianku dicicipi orang lain. Kami sudah terikat oleh suatu hubungan. Aku mencintai laki-laki yang aku kenal via chating. Aku memutuskan meminta cerai kepada suamiku. Suamiku heran dan bertanya-tanya, "Kenapa?"

Banyak permasalahan antara aku dan suamiku, aku tidak sanggup menanggungnya, sampai-sampai aku sangat membencinya. Suamiku mulai curiga kepadaku dan menyelidiki perbuatanku. Suatu ketika, dia mendapatiku sedang menelepon seorang pria. Suamiku mulai menginterogasiku dan mencari kejelasan sehingga aku terpaksa mengatakan hal sejujurnya kepadanya dan aku tidak bisa hidup seatap lagi bersamanya. Walaupun demikian, suamiku masih tetap baik kepadaku, ia tidak mencela dan membocorkan rahasia kepada keluargaku. "Aku mencintaimu, akan tetapi aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini denganmu," sesalnya, (hai para wanita-semoga Allah melindungi kita-kamu hanya tinggal bilang kepada keluargamu, "Kamu tidak mau terus bersamaku dan kamu terkejut dengan ketidakcocokan antara kita.")

Penyebab kebencianku kepadanya hanyalah masalah sederhana seputar internet, bukan karena dia memperlakukan aku dengan buruk, bukan karena dia kikir, dan bukan karena dia melalaikan kewajibannya terhadapku. Penyebabnya hanyalah karena dia berkata, "Aku tidak ingin ada internet di rumah ini!!!"

Aku telah buta, tidak bisa melihat semua ini kecuali kesempatan telah lewat.
Kata-kata lelaki yang kukenal via chating itu yang membuatku berpaling dari suamiku, "Aku tidak terpesona kecuali kepada dirimu. Demi Tuhan, seumur hidup aku belum pernah bertemu dengan wanita semanis kamu. Kamu adalah wanita tercantik yang pernah aku temui." Kata-kata itu yang membuat hatiku luluh.

Akhirnya lelaki itu tampak belangnya juga. "Seandainya aku ingin menikah, pastinya aku tidak akan menikah dengan wanita yang pernah mencintai orang lain sebelumku atau wanita yang aku kenal melalui internet, apalagi seusia kamu. Seandainya pun aku ingin menikahi wanita yang aku kenal via internet, niscaya aku akan mencari gadis belia yang bisa menyejukkan hatiku, bukan seperti kamu yang sudah bersuami dan mengkhianati suaminya." Kata-katanya ini ibarat sembilu yang menusuk hatiku.

Aku bersumpah bahwa ini adalah kata-katanya yang ia ucapkan kepadaku. Aku tidak berdusta dan tidak mengurangi atau menambah satu huruf pun. Aku sekarang sedang bingung. Aku mohon doa kalian semoga Allah memberiku petunjuk dan menjauhkanku dari jalan kegelapan.

* * *

Saudaraku, ini adalah cermin kehidupan nyata yang pahit. Kadang-kadang realitas itu gelap dan menakutkan. Begitu juga, apabila sifat lugu dan niat baik dari satu sisi bertemu dengan tipu daya dan kebusukan dari sisi lainnya. Marilah kita berdoa kepada Allah semoga Allah melapangkan hatinya, menghilangkan kesulitannya, dan menerima tobatnya. Sesungguhnya pengampunan Allah tidak terbatas, melebihi segala sesuatu.

* * *


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Anak Marah, Atasi dengan Cara Ini
Selasa, 01 November 2016 16:27 WIB
Mengenalkan Allah pada Anak dengan Cara Sederhana
Selasa, 11 Oktober 2016 10:50 WIB
Ukhti Mau Mahar Apa?
Senin, 10 Oktober 2016 11:18 WIB