Ini adalah kisah seorang gadis malang yang menikah dengan sepupunya yang lalim, egois, dan keras, tidak mengerti perasaan orang lain. Apalagi sepupunya itu adalah seorang pemakai narkotika sehingga setiap kali sakau, dia memukuli istrinya. Oleh karena itu, dia menuntut cerai, setelah menjalin rumah tangga selama tujuh bulan bersamanya. Dia bercerai dalam keadaan mengandung seorang bayi. Saat itu, perasaannya bercampur antara kebahagiaan bercerai dengan suami pemabuk dan kekecewaan akan rumah tangganya yang berantakan sebab perlakuan keras suaminya.
Dia ingin menelepon salah seorang sahabat untuk meringankan beban kesedihan dan mencari hiburan. Ketika menekan nomor sahabatnya, ternyata nomor yang dia tekan salah, nomor yang dia hubungi adalah nomor telepon seorang pemuda. Dia menanyakan sahabatnya, akan tetapi dari seberang terdengar jawaban, "Anda salah sambung." Saat dia mencari nomor sahabatnya sekali lagi, kesempatan ini digunakan oleh pemuda tadi untuk balas menelepon, sebab di pesawat teleponnya terdapat mesin pembaca yang mencatat setiap nomor yang masuk. Pemuda itu mulai memperdaya dan melancarkan tipuan dengan sering menelepon dan menceritakan kesedihan yang dia alami dalam hidupnya, khususnya dia telah bercerai dengan istrinya.
Hati wanita itu pun melunak, apalagi masalah laki-laki itu sama dengan masalah yang dia hadapi. Seiring dengan seringnya berkomunikasi, dia juga menceritakan kesedihannya. Laki-laki itu pura-pura menangis dan simpati dengan masalah janda itu Sejalan dengan perjalanan hari dan seringnya berbicara, kalimat yang awalnya berupa hiburan penghilang kesedihan berubah menjadi kalimat cinta dan kemesraan.
Suatu hari, laki-laki itu memberitahukan bahwa dia ingin menikah dengan wanita muda itu. Dia berkata bahwa wanita itu adalah calon istri yang selama ini dia tunggu-tunggu. Dia mengajak bertemu. Pertemuan pun terjadi, hubungan mereka semakin lengket, sampai wanita itu memberikan sebagian perhiasannya kepada sang lelaki untuk membayar utangnya.
Wanita itu selalu menolak, setiap ada lelaki yang melamarnya. Dia terpaku dengan harapan kedatangan laki-laki itu mengajukan lamaran. Sampai wanita itu melahirkan dan anaknya diberi nama seperti nama lelaki itu.
Setelah sekian lama, laki-laki itu meneleponnya dan menjelaskan keinginannya untuk datang melamar, apalagi sekarang dia sudah memiliki cukup uang sebagai maskawin. Laki-laki itu mengajak pergi ke pasar bersama untuk membeli gaun pengantin dan cincin kawin. Wanita itu pun segera menyanggupi, mereka berdua pergi bersama, laki-laki itu menawarkan gaun yang paling bagus.
Setelah selesai berbelanja, mereka pergi ke sebuah apartemen yang sudah dipersiapkan. Laki-laki itu meminta agar gaun yang barisan dibeli itu segera dicoba. Bagaimana dua orang berlawanan jenis berduaan di tempat yang sepi, sudah pasti iman keduanya runtuh dan maksiat tidak bisa dielakkan lagi. Kesucian dan kehormatan diri telah hilang. Ketika wanita itu bangun dan mendapati keadaan dirinya, dia berteriak dan menangis, namun tangisan itu sudah tidak berguna lagi. Wanita itu minta diantar pulang ke rumahnya dengan hati yang gundah.
Laki-laki itu berjanji akan melamarnya Kamis depan. Akan tetapi, Kamis berganti Kamis, bulan berganti bulan, sang laki- laki tidak kunjung datang. Wanita itu tidak sabar, dia menghubungi sang lelaki. Lelaki itu selalu mengelak dari tanggung jawabnya, bahkan suatu ketika, lelaki itu berkata dengan nada keras, "Kamu dengarkan dengan seksama, aku tidak mungkin menikahi wanita seperti kamu, karena aku tidak bisa mempercayai kamu dan aku harap ini adalah hubungan terakhir kita!"
Suara itu bagaikan petir yang menyambar. Wanita itu tidak bisa berdiri dengan baik. Sekarang terbongkar sudah kekejian pria itu. Selama satu bulan setengah, wanita itu hanya bisa berbaring di ranjang, dia shock dengan kata-kata pria yang dia cintai. Dia tidak ingin hidup lagi, bahkan dia benci kepada anaknya sendiri, sebab anak itu mengingatkannya kepada laki- laki yang tidak mengenal tanggung jawab.
Suatu ketika, wanita itu merasa pusing dan mual, dia jatuh pingsan, tak sadarkan diri. Ayahnya membawanya ke dokter. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap penyakit yang diderita wanita itu, sang dokter pun keluar menemui ayah wanita itu, "Selamat, selamat, anak Anda hamil." Ucap sang dokter. Berita ini bagaikan petir di siang bolong, dunia terasa gelap di mata sang ayah. Pikirannya terguncang, lidahnya kelu, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan dan apa yang harus dia perbuat.
Ketika ayahnya memberitahu berita itu, wanita itu terkejut, kenangan dengan pria tak berhati itu berceceran di memori otaknya. Mulutnya tidak mampu berkata, dia hanya bisa menangis dan menyesal. Dia tidak sadar dari tangisnya kecuali setelah ayahnya memukulnya, "Bagaimana kamu bisa hamil, Pelacur? Beritahu aku bagaimana kamu hamil?" bentak ayahnya.
Wanita itu pun akhirnya menceritakan hal sebenarnya dengan air mata bercucuran. Dia menceritakan hubungannya dengan lelaki penipu itu.
Ayahnya tidak mampu menguasai dirinya, saat mendengar cerita dan rentetan peristiwa yang dikisahkan oleh anaknya yang berkhianat dan menjual harga dirinya kepada setan. Dia terus menghujani anaknya dengan pukulan, tendangan, dan tamparan. Wanita itu berteriak, menangis sambil memohon agar ayahnya memaafkannya. Dia melepaskan dirinya dari pegangan ayahnya dan berlari ke arah pintu, mencoba kabur menghindari amukan sang ayah.
Ayahnya semakin menggila, tanpa terasa tangannya mengambil batangan besi yang ada di sampingnya dan melemparkannya ke arah putrinya. Besi itu tepat mengenai kepala bagian belakang, wanita itu langsung jatuh tak sadarkan diri, darah mengucur deras dari kepalanya. Kejadian tragis itu bersamaan dengan masuknya saudaranya ke rumah. Dia melihat saudarinya tergeletak di tanah dengan bercucuran darah.
Dia segera membawanya ke rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan tahap pertama, wanita itu lalu ditangani oleh seorang dokter ahli. Ada berita yang menyedihkan, ternyata wanita itu terkena benturan keras di saraf penglihatan yang berhubungan dengan pusat saraf yang ada di otak. Dia tidak bisa melihat selamanya. Sedangkan janin yang di perutnya mati akibat pukulan yang bertubi-tubi mengenai perut wanita itu.
Wanita itu berada di rumah sakit selama sepuluh hari. Kemudian keluar dari rumah sakit dalam keadaan buta tidak bisa melihat apa-apa, hanya tongkat di tangannya yang bisa ia jadikan petunjuk untuk berjalan. Dia di rumahnya seperti mayat hidup yang selalu berada di atas ranjang. Dia selalu diliputi oleh kesedihan dari berbagai sisi.
Dia telah kehilangan segalanya, hatinya tercabik setiap kali mendengar doa ayahnya, "Ya Allah, izinkan aku yang menguburkannya di bumi dengan tanganku sendiri. Ya Allah, izinkan aku yang menguburkannya di bumi dengan tanganku sendiri agar aku juga bisa mengubur segala aib bersamanya."
Dia dirawat oleh saudaranya setelah itu. Seiring berjalannya waktu, perlakuan saudaranya mulai berubah sehingga dia paham maksud di balik itu. Dia meminta kepada saudaranya untuk memasukkannya ke salah satu panti jompo untuk menghabiskan sisa hidupnya. Di sana dia menemukan orang yang telaten merawatnya dan mengurus segala kebutuhannya. Pemilik yayasan itu bercerita bahwa wanita itu selalu berdoa dalam shalatnya, "Ya Allah, tolong balaskan untukku segala aib yang ditimpakan oleh lelaki pecundang itu. Wahai Zat yang Mahahidup dan Mahakuasa."
Suatu hari salah seorang teman yang sekamar dengannya bertanya, "Siapa lelaki yang kamu doakan setiap shalat itu?" Wanita itu menjawab dengan suara pilu, "Dia adalah pemilik cinta palsu. Dia mencekoki aku dengan rindu dan asmara. Dia adalah seorang pemuda impian yang selalu dinantikan. Dia adalah serigala cinta yang menipu ratusan gadis yang sedang mencari kebahagiaan."
Temannya bertanya lagi, "Apa yang ia perbuat kepadamu?" Dia menyia-nyiakan kehormatan, kesucian, masa muda dan umurku. Dia telah merusak kesehatanku, masa depanku, cita- citaku, dan harga diriku," jawab wanita itu.
‘Cinta telah merusak hidupku," ujarnya di akhir cerita.
Diceritakan Oleh Syejh Ibrahim Bu Basheet dalam Rekaman Kaset al-Hubb az-Zaif