Benarkah Perempuan Diciptakan dari Tulang Rusuk Laki-laki?
Isu utama yang menjadi penyebab terjadinya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan adalah isu bahwa "perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki". Isu ini menyebabkan derajat perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki, karena ia diciptakan hanya dari bagian laki-laki.
Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan mengenai isu penciptaan perempuan biasanya berangkat dari firman Allah SWT, "Wahai manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak...." (QS. An-Nisa [4]: 1)
Perbedaan penafsiran tentang penciptaan perempuan itu berangkat dari ayat tersebut, yaitu ketika memahami kata "nafs". Di kalangan ahli tafsir masa lalu (tradisional) kata "nafs" identik dengan Adam. Beberapa ahYi tafsir yang memiliki pemahaman seperti itu adalah At-Thabari (310 H), Al-Zamakhsyari(538 H), Al-Qurthubi (671 H), Ibnu Katsir(774 H), Jalaluddin As-Suyuthi (911), dan lain-lain. Bahkan, mufa- sir dari madzhab Syiah abad ke-6 H, At-Thabarsi mengemukakan bahwa seluruh ulama tafsir sepakat mengartikan kata "nafs" tersebut dengan Adam. Dari kalangan tafsir ini, konteks kata "zaujaha" diartikan pasangan mengacu pada istri Nabi Adam, yaitu Hawa. Mengingat ayat itu menerangkan bahwa pasangan tersebut diciptakan dari "nafs" yang berarti Adam, maka para mufasir masa lalu kemudian menyimpulkan bahwa Hawa diciptakan dari Adam sendiri.
Berangkat dari pemahaman itu kemudian menimbulkan kesan negatif terhadap perempuan, karena perempuan itu diciptakan dari laki-laki. Mengapa demikian? Hal tersebut bersumber dari penafsiran hadits riwayat At- Tirmidzi dari Abu Hurairah yang berbunyi, "Saling nasihat- menasihatilah kalian untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok." (HR. At-Tirmidzi)
Hadits tersebut kemudian dipahami oleh ulama terdahulu apa adanya (secara harfiyah), tetapi ulama kontemporer memahaminya secara metaforis, bahkan ada yang menolak keshahihan hadits tersebut. Bagi kalangan metaforis, hadits tersebut memperingatkan kaum laki-laki untuk memperlakukan kaum perempuan secara bijaksana karena ada karakter, sifat, dan kecenderungan yang tidak sama dengan laki-laki. Upaya untuk meluruskan tulang yang bengkok itu akan berakibat fatal, dan kemungkinan akan patah.
Namun bagi beberapa pakar tafsir kontemporer seperti Muhammad Abduh (1905) dengan kitab AI-Manar-nya tidak sependapat dengan kalangan mufasir terdahulu. Abduh memahami kata "nafs" itu dengan ‘jenis. Demikian pula dengan At-Thabathabai, menurutnya surat An-Nisa ayat 1 ini menegaskan bahwa perempuan (Hawa) itu diciptakan dari jenis yang sama dengan laki-laki (Adam), dan pendapatnya itu tidak mendukung sama sekali pendapat mufasir masa lalu bahwa perempuan (Hawa) itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam).
Adapun keterangan yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, menurut Rasyid Ridha (1935) sebenarnya termaktub dalam Kitab Perjanjian Lama yang menyatakan: "...Ketika Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu ditutupnya tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah dikeluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan." (Kitab Kejadian II: 21-22).
"Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang Muslim," demikian penjelasan Rasyid Ridha.
Dari paparan di atas, menurut hemat penulis, tidak ada satu ayat pun yang mendukung pendapat yang menyatakan asal kejadian perempuan itu dari tulang rusuk laki- laki. Namun sebaliknya, Al-Quran menekankan persamaan unsur kejadian Adam dan Hawa, dan persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki. Sebagaimana firman Allah SWT, "Sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna." (QS. Al-lsra [17]: 70).
Kalimat "anak-anak Adam" dalam ayat tadi mencakup lelaki dan perempuan. Demikian pula ‘penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu mencakup anak-anak Adam seluruhnya, baik perempuan maupun laki-laki. Pemahaman ini dipertegas oleh Firman Allah SWT yang berbunyi, "... Sungguh, Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan,..." (QS. Ali-lmran [3]: 195)
Dua ayat di atas dan semacamnya membuktikan bahwa Islam mengikis habis segala pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan.
Sumber :