Kaum Wanita 15 Abad Lalu ( bag 2 )

abatasa | Sabtu, 16 Februari 2013 08:34 WIB | 5.937 kali
Kaum Wanita 15 Abad Lalu ( bag 2 )
   Aborsi dan Child Abuse

 
111 

" Kata jahiliah merujuk pada arti "kebodohan" atau "ketidak­tahuan Dalam tataran konsep Islam, sebagaimana diungkap- kan Sayyid Quthb, jahiliah bermakna "ketidaktahuan akan petunjuk Ilahi" atau "jauhnya petunjuk dari Tuhan". Ke­adaan tersebut pada awainya merujuk pada situasi bangsa Arab sendiri, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-lslam ketika kehidupan masyarakatnya jauh dari tuntunan Al- Quran. Seorang ayah dapat mengubur hidup-hidup anak kandungnya karena merasa malu.


Pada kenyataannya kondisi sebelum tegaknya Islam  dizsman modem ini tampil kembali ke permukaan. Aneka perilaku keji yang sudah dikubur oleh Islam, kini bangkit kembali dan tampil dalam gaya baru. lika dahulu orang membunuh anaknya setelah lahir, kini orang membunuh anak yang tidak dikehendakinya, jauh sebelum ia lahir ke dunia. lika sebelum Islam yang dibunuh hanya anak perempuan, kini yang dibunuh tidak pandang bulu, laki-laki atau perempuan sama saja. Inilah yang menyebabkan tingkat aborsi hampir selalu meningkat setiap tahunnya termasuk di Indonesia di atas tiga juta kasus per tahun. Sungguh angka yang sangat mencengangkan. Eksploitasi-terang- terangan maupun terselubung dan kekerasan terhadap anak yang terjadi sekarang pun, jauh lebih masif dan brutal daripada zaman jahiliah. Child abuse, sexual harassment, dan sejenisnya sudah menjadi istilah biasa pada zaman ini. "

111
     

Praktik-praktik jahiliah dalam memperlakukan anak perempuan pada masa Arab pra-lslam, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut, sebagaimana yang dipaparkan dalam buku The Islamic Hijab (Al-Balagh Foundation, 2008).

Praktik yang paling lazim adalah mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru lahir atau memasukkannya ke dalam lubang. Ketika hendak melahirkan, seorang ibu diperintahkan untuk duduk di atas lubang. Jika bayi yang dilahirkannya itu perempuan, ia akan langsung menjatuhkannya ke dalam lubang dan mengisinya dengan debu. Kalau yang lahir adalah laki-laki, ia akan segera membawanya pulang.

Ada pula cara lain yang digunakan untuk menutupi "rasa malu" karena memiliki anak perempuan. Anak yang lahir tersebut dipelihara hingga agak besar. Lalu, pada suatu waktu, ayah si anak akan membawanya pergi dengan alasan berkunjung di salah satu sanak saudaranya di tempat yang jauh. Di tengah perjalanan, si anak akan dieksekusi oleh bapaknya dengan cara memasukkannya ke dalam sumur, lalu menimbunnya dengan pasir,

Ada pula keluarga yang tidak tega membunuh anak-anak perempuannya. Mereka akan membiarkan si anak tumbuh besar hingga ia sanggup menggembalakan ternak. Pada saat itu anak perempuan ini akan didandani dengan jubah dari wol layaknya anak laki-laki. Lalu, ia disuruh pergi agar menggembalakan ternak Dengan demikian, si ayah dapat terhindar dari rasa malu karena memiliki anak perempuan.

Sebaliknya, mereka yang tidak mengirim anaknya ke padang gembalaan akan menggunakan cara lain untuk "menghukum" si anak perempuan. Jika si anak tumbuh besar dan menjadi seorang gadis yang telah siap untuk menikah, ia akan dinikahkan dan harus tinggal di rumah suaminya serta menuruti apa pun keinginan sang suami. Ketika suaminya meninggal, walinya akan datang dan memberi si wanita pakaian khusus. Pakaian tersebut menjadi pertanda bahwa dia tidak punya hak untuk menikah dengan siapa pun kecuali atas persetujuan walinya. Jika ada laki-laki yang mau kepadanya dan walinya setuju, si wanita pun harus mau menikah dengan lelaki tersebut meskipun dia tidak menyukainya. Namun jika ia memaksa menikah tanpa seizin walinya, si wanita akan dikurung sampai meninggal dunia dan walinya akan mendapatkan harta yang ditinggalkannya wanita tersebut bisa saja bebas menembus dirinya dengan syarat ia harus menyiapkan sejumlah temusan yang sangat besar jumlahnya.


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Anak Marah, Atasi dengan Cara Ini
Selasa, 01 November 2016 16:27 WIB
Mengenalkan Allah pada Anak dengan Cara Sederhana
Selasa, 11 Oktober 2016 10:50 WIB
Ukhti Mau Mahar Apa?
Senin, 10 Oktober 2016 11:18 WIB