Kesempurnaan manusia di hadapan Allah SWT dan sesama manusia meliputi aspek jasmani dan rohani, luar dan dalam, yang tampak dan tidak tampak. Jika demikian keadaannya, pakaian yang dikenakan pastilah memiliki peranan dalam menentukan sempurna tidaknya kualitas akhlak seseorang. Arti penting berpakaian dalam Islam dapat kita lihat dari penyebutan fungsi pakaian di dalam Al-Quran, antara lain sebagai berikut.
Pertama, sebagai penutupauratsekaligusperhiasan. Allah SWT berfirman, "Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." (QS al Araf 17]: 26)
Kedua, sebagai pelindung dari sengatan panas dan dingin. Allah SWT berfirman,
pakaian bagimu yang memeliharamu dari panas " (QS an- Nahl f 161:81)
Ketiga, sebagai tanda atau identitas yang membedakannya dari golongan lain. Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS al-Ahzab [33]:59)
Arti penting berpakaian, khususnya pakaian yang memenuhi unsur kepantasan, kesopanan, dan keindahan, disebutkan pula di dalam banyak hadits Rasulullah saw. Jika dalam Al-Quran, pakaian disebutkan fungsinya secara global, di dalam hadits penyebutannya lebih terperinci, bukan pula sekadar fungsinya, melainkan juga kriteria pakaian yang harus dipenuhi oleh pemakainya. Beberapa di antaranya dapat kami sebutkan di sini.
- Pakaian yang dipakai tidak menyerupai lawan jenis. Dari Ibnu Abbas bahwa ~>ulullah melaknat t mengutuk ) kaum laki laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria. (HR Bukhari) Hadits lain menyebutkan pula, " Tidak termasuk umat kami wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita:" (HR Ahmad)
- Pakaian yang dipakai hendaknya menutupi seluruh tubuh. Dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, Hai Asma, sesungguhnya perempuan itu apabila telah sampai umur (dewasa) maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya, melainkan ini dan ini. Rasulullah saw. berkata sambil menunjukkan kepada muka dan telapak tangan hingga pergelangannya sendiri." (HR Dawud) Dalam keterangan lain, Rasulullah pun bersabda, "Perempuan itu apabila telah cukup umurnya tidak boleh dilihat daripadanya, kecuali muka dan telapak tangannya hingga pergelangan." (HR Abu Dawud)
- Pakaian yang dipakai tidak transparan, ketat, atau menampakkan lekak-lekuk tubuh sehingga dapat mengarah pada perbuatan zina, setidaknya zina mata bagi yang melihatnya. Rasulullah saw. bersabda, " Dua orang ahli neraka yang belum pernah aku lihat adalah kaum yang memegang pecut bagai ekor lembu digunakan untuk memukul orang (tanpa alasan). Dan orang perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang (memakai busana transparan) bagaikan merayu-merayu, melenggak-lenggok membesarkan kondenya (cemara) bagaikan punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium wangi surga, sedangkan wangi surga itu dapat dicium dari ¡arak yang sangat jauh." (HR Tentang hal ini, Syekh Abdul Barr menjelaskan, "Yang dimaksud oleh Rasulullah saw. dengan busana tipis tersebut adalah busana yang tembus pandang, yaitu wanita yang sudah memakai pakaian, tetapi auratnya masih tampak.
- Pakaian yang dikenakan tidak untuk berbangga diri dan riya. Rasulullah saw. bersabda," Barangsiapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan pada hari kiamat(HR Ahmad)
- Pakaian yang dipakai tidak mengandung unsur syirik dan penyerupaan kepada segala sesuatu yang diharamkan Allah SWT. Aisyah berkata, " Rasulullah SAW. tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya, melainkan beliau menghapusnya." (HR Bukhari dan Ahmad)
- Pakaian yang dipakai hendaknya bersih, indah, dan serasi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesunggul ah Mahaindah dan (Dia) mencintai keindahan. (HR Muslim)
Dari sejumlah keterangan di atas, boleh jadi kita akan bertanya, seperti apakah h ijab yang Islami tersebut? Secara sederhana, pakaian yang Islami itu adalah pakaian yang bisa kita gunakan untuk shalat. Ketika hendak menunaikan shalat, kita diperintahkan untuk mengenakan pakaian yang memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain sebagai berikut.
- Harus bersih dari najis.
- Menutupi aurat, bagi wanita harus yang menutupi seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.
- Tidak transparan.
- Tidak mengganggu orang lain, misalnya memuat gambar yang bisa merusak kekhusyukan orang lain.
- Tidak menyerupai lawan jenis, bagi kaum laki-laki ada pakaiannya tersendiri, demikian pula bagi perempuan.
- Tidak berasal dari zat yang diharamkan, baik haram zatnya maupun cara mendapatkannya.
- Pakaian tersebut sudah memenuhi kriteria h i j a b yang disebutkan dalam Al-Quran, yaitu menutupi bagian dada dan "perhiasan" wanita, kecuali yang biasa tampak daripadanya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang biasa tampak tersebut adalah muka dan telapak tangan karena seluruh tubuh wanita adalah aurat yang wajib ditutup.
Apabila syarat-syarat ini terpenuhi, dalam kondisi darurat pakaian tersebut boleh dipakai untuk shalat. Pakaian yang memenuhi syaratsahnyashalatpun, secara tidak langsungtelah memenuhi fungsi-fungsi dari sebuah pakaian, baik sebagai fungsi pembeda (diferensiasi), fungsi pemandu perilaku, fungsi emosi, fungsi perlindungan, fungsi estetika, alat untuk menutup aurat, sekaligus sebagai sarana ibadah dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah pakaian Islami yang lebih dekat pada ketakwaan dan keridhaan Allah SWT.
Dalam hal ini, agama tidak membatasi model rancangan, bahan baku, maupun warna yang dipakai dalam busana muslimah. Pembatasannya adalah selama itu semua tidak membawa mudarat dan tidak melanggar aturan yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya, kita dipersilahkan untuk berkreasi dan memakainya.
Dikutip dari : The Power of Hijabers
Penerbit : Tinta Mediana
Penulis : Tauhid Nur Azhar