Anak yang pintar berkata-kata, cerewet, kritis, senang bercerita atau
mendengarkan cerita, adalah ciri-ciri anak pintar secara verbal linguistik
Kepintaran verbal-linguistik atau pintar
berbahasa, menurut Howard Gardner - penggagas
Multiple Intelligences, merupakan salah satu dari
sembilan jenis kepintaran. Kemampuan ini penting, mengingat bahasa adalah
kemampuan manusia yang utama.
Dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi
dan menjalin hubungan sosial dengan sempuma. Selain itu, dalam bukunya "Frames of Mind, " Gardner
juga menyatakan bahwa, aspek retoris bahasa dapat membuat
orang mampu berpendapat dan meyakinkan orang lain.
Karena kepintaran Verbal-Linguistik ini
berhubungan erat dengan kemampuan dalam menggunakan kata-kata maupun berbahasa,
baik secara lisan maupun tulisan-maka, umumnya ciri-ciri anak yang mempunyai
kepintaran ini, memiliki kemampuan merangkai kata- kata, sering juga dikenal
sebagai anak cerewet maupun anak kritis.
Ciri lainnya, anak suka membaca buku, puisi,
atau pun mengeluarkan pendapatnya dalam tulisan. Anak-anak ini pun gemar
‘bermain kata-kata’, humor atau pun menciptakan kata-kata baru. Dengan kata lain, anak-anak yang
mempunyai kepintaran ini mampu memanfaatkan kata dan bahasa layaknya tongkat ajaib,
atau bila perlu, seperti pedang.
Anak-anak yang pintar dibidang bahasa
biasanya suka berbicara lebih cepat dan lebih sering. Mereka senang
mengumpulkan kata-kata baru dan suka memamerkan perbendaharaan kata mereka pada
orang lain. Mereka
menyukai lelucon dan kalimat plesetan. Anak-anak yang masuk dalam kelompok ini
suka memutar kaset berulang-ulang, sampai mereka hafal di luar kepala
kalimat-kalimat panjang dari penulis favorit mereka.
PANDAI BICARA -
PINTAR?
Anak yang pandai bicara, cerewet, mampu mengungkapkan banyak hal lewat
bahasa, kerap dianggap anak pintar. Anggapan ada benamya. Sebab, kemampuan
bicara erat kaitannya dengan kemampuan anak menyerap dan menyimpan informasi yang didengar atau
diterimanya, untuk kemudian diproses dan diungkapkan lagi oleh anak dalam
bentuk kata-kata.
Berbahasa juga berkaitan dengan logika
atau proses berpikir
seorang anak. Karena itu, kata Gardner,
anak yang pintar berbahasa, dapat merangkai peristiwa
dalam bentuk kata-kata/cerita yang bisa dimengerti orang lain, bisa memahami
struktur, arti dan penggunaan bahasa dengan tepat. Tentu saja ini memerlukan
keterampilan berflkir.
Anak disebut terampil secara linguistik
bila ia mempunyai penguasaan bahasa yang baik dan benar. Misalnya, anak mampu
memilih kata dan kalimat yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada dalam
pikirannya. Keterampilan ini akan terus bertambah sesuai dengan perkembangan
usia anak. Meningkat atau tidaknya tergantung sejauh mana pengalaman dan
wawasan sosial yang diterimanya.
Namun, anak yang pintar berbahasa tak
selalu pintar dalam aspek-aspek lainnya. Misalnya, belum tentu pintar secara
logika matematika, atau pintar tubuh (bodily
smart). Begitu
juga anak yang pintar secara logika matematika, tak selalu pandai berkata-kata.
Dalam banyak kasus, anak yang pendiam, maupun yang mengalami kesulitan bicara
justru berkembang kepintaran lainnya.
Contohnya Albert Einstein. Eintein kecil ternyata anak yang
sulit bicara, ia juga memiliki masalah disleksia (kesulitan menulis dan
membaca). Justru dalam ‘kebisuannya’, Einstein menjadi pengamat yang luar biasa.
Kepintaran logika matematikanya, membawanya menemukan teori relativitas yang
hingga kini masih digunakan.
Meski belum tentu pintar pada aspek
lainnya, anak yang pintar secara berbahasa, umumnya punya kepercayaan diri dan
senang berkompetisi. Bisa dimengerti, mengingat anak yang terampil berbahasa,
mempunyai penguasaan bahasa yang baik, bisa mengungkapkan pemikirannya dengan
kata-kata tepat, bahkan dengan keterampilan tersebut anak dapat mempengaruhi
lingkungannya. ■
Disadur dari buku Pintar Pintar Linguistik
- editor Deni Karsana - Wyeth Nutritionals