Ny. Tini (31 tahun) sedang kesal. Pasalnya, Wawan (5 tahun) tidak
mau disuruhnya membeli kecap ke warung di ujung gang. "Ayo dong, beliin kecap
ke warung situ. Ibu lagi masak nih..." pintanya. "Enggak mau!" bantah Wawan.
Meski begitu, ia menjawab sambil cengengesan, membuat ibunya makin gemas.
"Beliin dong. Nanti Ibu kasih ‘cepek’ deh..." bujuk Ny.
Tini. Barulah Wawan mau ke warung, sambil ketawa-tawa senang.
Tapi lain waktu, saat ibunya menyuruh beli Rinso, kejadian
serupa terulang kembali. Namun kali ini , Wawan tetap ogah meski hendak diberi
cepek. "Kalau ‘gopek’ balu mau..." jawab Wawan dengan suara cedalnya. Ny. Tini
tiba-tiba merasa pusing tujuh keliling.
• •
Jujur saja. Orang tua mana sih yang tak pernah sekalipun
mengiming-imingi upah atau "suap" supaya si kecil mau melakukan apa yang mereka
inginkan? Pasti, sekali waktu, kita pernah memberi hadiah atau imbalan. Umumnya
dengan uang, tetapi bisa juga barang. Misal agar si kecil mau disuruh ke
warung, seperti kasus Ny. Tini. Bisa juga, memberinya hadiah saat ia
berprestasi bagus di sekolah. Atau mengiming-iminginya dengan janji akan
membelikan mainan asal nilai matematikanya tidak merah lagi.
Kenapa orang tua sering menggunakan uang untuk merangsang si
kecil supaya menurut perintah? Jawabnya mudah: dengan uang, biasanya upaya itu
berhasil.
Tetapi jangan lupa, terlalu menyandarkan diri pada upah saat
menyuruh anak itu bisa membuatnya berpikir untuk selalu melekatkan "nilai uang"
pada setiap tugas yang hendak dilakukannya. Bahkan meski tugas itu untuk
kebaikan dirinya.
Kalau memberi upah itu terlalu diobral, lama-lama uang itu
juga akan kehilangan kekuatannya. Akhirnya, terpaksa kita harus meningkatkan
upah itu agar ia melakukan apa yang kita inginkan. Repot, kan?
Nah, agar persoalan upah-mengupah itu tidak membuatnya jadi
Pak Ogah atau polisi cepek, kita mesti memperhatikan hal- hal berikut:
1. Jangan
Menjadi Rutinitas
Misalnya, saat Anda berbelanja dengan si kecil. Umumnya,
anak suka rewel jika merasa capek atau bosan saat berbelanja. Membelikan permen
atau makanan kesukaannya akan membuat anak yang biasanya rewel akan senang dan
menikmati aktivitas belanja. Namun gunakan upah ini sesekali saja. Bukan
membuatnya sebagai suatu rutinitas. Setiap mengajak si kecil, jangan selalu
menjanjikannya akan memberi upah. Lama-lama ia menjadi "tuman", kata orang
Jawa.
Akan lebih baik jika sebelumnya dijelaskan pada si kecil
bahwa tujuan belanja itu tidak untuk membeli upah si kecil, melainkan untuk
membeli keperluan yang juga berguna buatnya. Selain memberi upah, Anda juga
bisa menawarkan alternatif lain. Misalnya, "Nanti setelah kita pulang, Mama
janji deh, main halman lagi...."
2. Jangan
Plin-plan
Jika Anda mengatakan tidak saat si kecil minta upah,
tetaplah bilang tidak. Jangan kemudian mengabulkan permintaannya setelah ia
ngambek. Jika orang tua plin-plan, akibatnya si kecil akan mengharapkan upah
setiap Anda memintanya melakukan sesuatu. Ini tidak hanya membuat kantung Anda
kering, tapi yang lebih berbahaya, si kecil akan berpikir bahwa ia dapat memperoleh
apa pun yang diminta, kapan saja ia menginginkannya.
Untuk menghindari masalah ini, siapkan dan simpan saja dulu
upah itu. Baru jika si kecil benar-benar meminta sesuatu, gunakan upah simpanan
itu.
3. Upah,
Tetapi untuk Ditabung
Upah akan menjadi baik dan efektif jika punya hubungan yang
logis dengan aktivitas yang diberi upah itu. Jadi, jika ingin mengajarkan
supaya anak gemar menabung, berilah upah atau tambahan uang saat ia hendak
menabung. Tapi, Anda juga perlu mengawasi dan memastikan bahwa uang itu
dimasukkan ke tabungannya.
4. Tugas
Rutin, Tanpa Upah
Jangan memberi upah setiap kali Anda meminta si kecil
melakukan tugas-tugas rutin di rumah. Misalnya, membuang sampah. Ini sama saja
dengan menciptakan "Pak Ogah" baru, yang akan selalu meminta bayaran untuk
setiap apa yang dilakukannya. Jangan kaget kalau nanti ketika meminta si kecil
membersihkan ruang tamu ia mejawab, "Berapa upahnya?" Atau suatu hari ia menolak
melakukan apa pun yang Anda minta karena ia sedang tidak membutuhkan uang.
Daripada nantinya bertengkar, sebelumnya harus dijelaskan
bahwa setiap orang di rumah harus melakukan pekerjaan rumah. Sebab mereka semua
adalah anggota keluarga, yang mesti ikut merawat rumah sendiri. Ikuti dengan
memberi tugas kepada si kecil yang sesuai usianya. Untuk anak 2 tahun,
misalnya, bisa disuruh membantu membereskan mainannya. Atau anak 4 tahun
disuruh membantu merapikan meja dan kursi makan. Untuk anak yang lebih tua yang
ingin memperoleh uang tambahan, Anda bisa memberinya imbalan asal ia melakukan
tugas tambahan yang biasanya perlu orang lain untuk melakukannya. Misalnya
mencuci mobil atau memotong rumput.
5. Tiada
Upah untuk Menjadi Baik
Mengiming-imingi upah asalkan si kecil tidak bermain yang
membuat kotor baju atau celananya, tentu bukan hal yang baik. Si anak akan
bingung, antara ingin mendapatkan upah dan adanya halangan yang melarangnya
untuk bermain.
Demikian juga, menjanjikan upah asal ia mau mengerjalan
PR-nya. Seharusnya pada perilaku demikian, bukan "hadiah" yang Anda berikan,
tetapi "hukuman". Misalnya, "Kalau sore ini tidak mengerjakan PR, berarti nanti
malam tidak boleh menonton Jin dan Jun..."
6. Berikan
Pujian , Bukan Upah
Jika orang tua memberi upah atas nilai yang bagus, dan tidak
memberi upah kalau si kecil memperoleh nilai yang jelek, itu artinya kira-kira
sama dengan,’"Kamu lebih bernilai jika kamu dapat nilai 9 daripada dapat 6 atau
5." Cinta orang tua pada anak tidak boleh "tergantung situasi".
Yang lebih penting, berikan pujian padanya. Ini akan membuat
si kecil merasa puas terhadap apa yang telah dilakukannya. Selebihnya, terima
ia apa adanya. •
Disadur dari buku Mari
Bersekolah - editor Deni Karsana - Wyeth Nutritionals