Anak lelaki kecil dengan rambut warna
pasir itu menggoyang kotak sepatu di lengannya. Dia telah menghias kotak itu
dengan gambar-gambar mengilat menggunakan spidol. Saya sedang mengunjungi kelas satu tempatnya belajar untuk memimpin
lokakarya tentang malaikat, dan dia datang ke sekolah dengan mata bersinar dan
kotaknya yang berharga itu.
Sebelum saya berkesempatan untuk
membimbing anak-anak dalam perjalanan relaksasi, anak lelaki itu memegang lengan baju saya. "Bolehkah kutunjukkan
sesuatu kepada Anda, Nyonya Malaikat?" bisiknya. Sebelum gurunya yang tinggi
dan tampak galak itu sempat menyuruh si anak kembali ke mejanya, dia semakin
mendekat dengan kotaknya. "Yah, sebenarnya aku ingin bercerita dulu kepada
Anda, baru kutunjukkan ini." Dia meletakkan kotak itu di pangkuan saya dengan
hati-hati dan, sambil menatap mata saya, dengan tenang seakan-akan tidak ada
orang lain
di ruangan itu, dia
berkata, "Sebelum pamanku meninggal karena AIDS, dia bilang bahwa dia akan
selalu menyertaiku-bahwa dia akan menjadi malaikat yang selalu menjagaku. Dia
bilang bahwa aku akan tahu kalau dia ada sebab aku akan menemukan bulu dari
sayapnya. Aku mencari-cari bulu di salju selama berhari-hari, tapi aku tidak
bisa menemukan tanda dari pamanku. Semalam aku menemukan satu di atas
bantalku." Dia membuka tutup kotak sepatu yang berhias itu untuk menunjukkan
selembar bulu putih yang besar. "Aku membuat kotak malaikatku pagi ini begitu
bangun tidur supaya bulu ini selalu aman."
Saya mendapatkan banyak kesempatan
untuk bekerja bersama anak-anak, tetapi semangat bocah ini yang begitu terbuka
dan percaya akan selalu saya ingat. Anak- anak dan malaikat mempunyai hubungan
yang ajaib, dan malaikat mereka sama sama hidup dan beragamnya dengan anak-anak
itu sendiri. Anak-anak tidak harus diyakinkan bahwa malaikat itu ada; mereka
tahu dan mereka melihatrya.
Disadur dari buku SQ untuk
Ibu, Penulis: Mimi Doe, Penerbit KAIFA