Anak SD jatuh cinta? Mereka belajar dari lingkungan ditambah gencarnya hembusan sebagian media massa dalam memberi contoh.
“Nggak, aku cuma mau sama Hakim,” tukas Salwa ketika olahraga berpasangan. Sudah beberapa pekan, setiap menggambar disekolah, Salwa menggoreskan gambar dua orang di kertas putihnya. Seorang laki-laki dan seorang perempuan berjilbab. Satu dinamai Hakim dan yang lainnya di namai dirinya. Sontak, teman-temannya menyoraki dan menyebut Hakim dan Salwa berpacaran.
“Bu guru, Zahra itu yang mana ya? Kemarin 'Faqih bilang Zahra cantik. Katanya, Faqih suka',” tutur seorang wali murid ketika bubaran sekolah.
“jahid naksir Haura, Buu.. Tadi bilang ama aku,” sebut Bima. “Katanya mau jadi isterinya...!,” teriak bocah tersebut di sela-sela istirahat sekolah. Di sebelahnya, Jahid menggeleng tak mengaku. Namun wajahnya merona merah. Pias dan malu.
***
Sudah sebulan terakhir, SD Sains Al-Farabi 'heboh'. Konon, cinta-cintaan yang berjuta rasanya tersebut membuat para pengajar agak kewalahan. Firliani Khatimah, ST. sang wali kelas, menyebutnya sebagai 'wabah cinta'. Padahal sebelumnya, anak-anak ramai karena saling bermain, berebut buku, bertengkar, manangis atau bersaing pelajaran.
Muslimah kelahiran Cirebon, 25 tahun lalu ini mulanya agak bingung dengan perubahan anak-anak. Dibilang sudah waktunya, toh mereka baru kelas satu sekolah dasar. Sebagai sekolah yang baru berdiri, sebagain muridnya justru masuk pada usia sekitar lima tahun lebih. “Beberapa dari mereka baru genap berusia enam tahun pada awal tahundepan,” sebut Firliani ketika ditemui Auladi di Gedung Yabinu, Tukmudal, Cirebon.
Pengajar yang pernah menjadi guru di Sekolah menengah Umum (SMU) Plus Nurushidiq, Cirebon ini agak khawatir para siswa SD tersebut 'dewasa sebelum waktunya'. Bagaimana tidak! Suatu ketika ia mendapati sebuah kertas yang dibuat dua orang anak tentang teman-temannya.
“Mereka suka menjodoh-jodohkan. Di kertas tersebut ada gambar laki-laki dan permpuan. Ditulis nama teman mereka. A cita B. Cita maksudnya cinta. Kata-kata yang ditulis anak kelas satu kan masih banyak yang belum tepat. Kemudian ada kata Bibir-Cium,” keluh wanita berkulit sawo matang yang sering di panggil Bu Firli tersebut.
Lain halnya Nuzulia Ramdonah, S.Psi salah seorang pengajar di SDIT Ibnu Sina, Padasuka, Cicaheum Bandung. Ia juga banyak menemukan para siswa siswi sekolah dasar yang naksir-naksiran. Namun ia menganggap hal tersebut wajar.
“Wajar saja mereka menyukai lawan jenis, karena umumnya sudah atau mulai mendekati masa baligh,” tutur wanita yang akrab di panggil Lia tersebut. “Saya mengajar kelas lima dan enam<' lanjutnya kepada Ida Ri'aeni dari Auladi.
Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ini tidak menampik 'wabah cinta' di sekolah dasar bukan monopoli siswa kelas atas yang ia bimbing. Banyaknya kasus semacam itu di sekolah-sekolah islami, membuat guru harus memberikan perhatian ekstra. “Dari kelas satu dan dua ada juga. Umumnya mereka belum paham arti suka itu apa,” aku Lia.
Meyoal pengertian mereka akan 'cinta', Firliani menuturkan hal senada. Ketika para siswa ditanya apa arti cinta, apa maksudnya menikah, dan apa itu pacaran, anak-anak tersebut hanya menggeleng dan cengengesan.
“Kami biasanya berbicara dengan anak. Saya pernah tanya, “Bu guru pengen tahu menikah itu apa?” Ia menjawab 'kawin kan Bu?' Saya balas, “Bima tahu itu apa?” Anak tersebut menggeleng keras sembari berlari,” kisah tamatan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil ini. (bersambung...)