Menyusul
tulisan terdahulu tentang kepemimpinan dari dalam hati, yang bertutur bagaimana
raksasa Harley Davidson ditransformasikan
oleh pemimpinnya melalui hati, ada banyak rekan yang menyempatkan diri untuk
berkomentar. Dari komentar positif---ada yang minta dijelaskan lebih lanjut,
ada yang memberi tambahan referensi, ada yang merasa menemukan dirinya
sendiri---sampai dengan komentar negatif.
Berdiri di atas keyakinan bahwa
kemajuan dan penciptaan, senantiasa tumbuh di atas dialektika positif-negatif,
saya berterima kasih sekali atas semua komentar ini. Baik komentar positif
maupun negatif, sama-sama saya peluk dengan tingkat kemesraan yang sama. Dan
dalam rangka pelukan terakhirlah tulisan ini dibuat.
Sejalan
dengan mereka yang meyakini bahwa kehidupan adalah sumber inspirasi yang luar
biasa, saya dididik banyak sekali oleh universitas kehidupan. Setiap kelokan
kehidupan adalah guru yang
sangat berharga. Ini berarti, semakin banyak kelokan kehidupan, semakin matang
dan dewasa kita dibuatnya.
Entah
ada kaitannya atau tidak, setiap kali mau
menulis tentang kemuliaan-kemuliaan kepemimpinan, datanglah godaan yang
menyiksa. Seakan-akan kehidupan sedang berbicara
ke saya: `Spiritualitas maupun
kualitas lainnya haruslah diuji melalui realitas-realitas sosial`. Tanpa ujian terakhir, Anda dan saya hanya menjadi
mesin kata-kata yang kosong, sangat berisik, dan miskin makna.
Entah bagaimana pengalaman Anda, yang jelas dalam
kasus diri saya, benar kata banyak orangtua: semakin tinggi pohon, semakin
keras juga angin bertiup. Dalam tikungan karier yang penuh tanjakan, ada banyak
sekali godaan yang menyiksa. Dari isu yang tidak berdasar, fakta
yang diputarbalikkan, kontribusi yang tidak diperhitungkan sama sekali, sampai dengan atasan yang memimpin dengan terlalu
banyak kekuasaan. Dicampur jadi satu, jadilah godaan-godaan terakhir sebagai
tekanan-tekanan yang mematang- kan jiwa dan kepribadian.
Tuhan memang Maha Adil---terutama dengan menghadirkan
tantangan ketika saya sudah siap menghadapinya. Namun, kalau hal-hal seperti
ini hadir dulu, ketika emosi belum terjaga, stok kebijakan yang belum cukup,
atau sifat kekanak-kanakan masih memimpin, godaan-godaan semacam ini bisa
membuat dinding tubuh dan jiwa jebol seketika. Dan kemudian meluber serta
banjir ke mana-mana. Ada orang bertanya, dari mana kematangan bisa diperoleh?
Di tengah-tengah pencarian reflektif ini, terlintas di
benak saya pengandaian tentang ayunan. Kepemimpinan---kalau boleh
diandaikan----sebenarnya mirip dengan ayunan. Gaya dan style
hanyalah ayunan ke kanan dan ke kiri. Dan ayunan hanya dihitung
berfungsi bila bisa mengayun ke dua arah. Tidak ada yang berani mengatakan
bahwa ayunan ke kiri lebih baik dibandingkan ayunan ke kanan. Demikian juga
sebaliknya. Kepemimpinan di tingkat gaya juga demikian. Tidak ada satu pun
yang bisa menjamin gaya partisipatif lebih baik dibandingkan otokratik
misalnya. Dan juga sebaliknya.
Bercermin
dari sini, ada yang lebih mendasar dari sekadar gerakan ayunan ke kanan dan ke
kiri, yakni kekokohan dan cengkeraman kaki ayunan. Ke mana pun ayunan mengayun,
dan
seberapa
keras pun ia diayun, tidak ada yang berbahaya kalau kaki ayunannya mencengkeram
fondasi secara sangat kokoh. Kepemimpinan juga demikian.
Kalau
kepemimpinan diukur dari seberapa banyak ide kita diikuti secara penuh suka
cita oleh orang lain, maka fondasi ayunan di atas
sangatlah menentukan. Dan tidak ada fondasi ayunan kepemimpinan yang lebih
kokoh dari sang hati. Pemimpin-pemimpin bermodalkan hati----dicatat dalam
sejarah----telah memimpin selamanya. Sekali lagi, selamanya. Mahatma Gandhi, John Lennon, Mohammad Hatta, Lady Diana, Ibu Theresa hanyalah
segelintir orang yang memimpin selamanya. Ide, nilai, karya, dan inspirasi
yang dihadirkan pemimpin-pemimpin dengan hati ini, melampaui jauh umur mereka.
Dan bukan tidak mungkin, akan dicatat dan dikenang selamanya.
Terinspirasi
dari sinilah, kemudian saya meyakini seyakin-yakinnya, bahwa kepemimpinan dari
dalam hati, teramat penting untuk dibiarkan menjadi lahan ide dengan terlalu
sedikit pengunjung. Saya kerap mengunjunginya, dan Anda pun saya harapkan untuk
rajin berkunjung ke sana. Dikatakan teramat penting, karena apa pun bentuk
godaan dan angin ribut yang datang, ia tidak akan bisa merobohkan ayunan (baca:
kepemimpinan) yang berfondasi hati. Jabatan dan kekuasaan memang datang dan
pergi, tetapi ide dan nilai inspiratif yang dihadirkannya, hidup dan memimpin
selamanya.
Saya tidak
mengukur kepemimpinan dari lamanya duduk di kursi kekuasaan, tetapi dari
seberapa banyak orang yang pikirannya kita jernihkan, serta jiwanya dimuliakan.
Sebuah buku sederhana berjudul The Little Princes pernah bertutur,
yang hakiki
hanya bisa dilihat dengan hati. Dengan kata lain, lebih dari sekadar menjernihkan pikiran dan jiwa orang, sang hati
juga bisa membawa kita pada tataran hakiki. Di tataran ini, sedikit sekali hal
yang gelap. Teramat sedikit sinar yang menyilaukan.
Seperti
sebuah perjalanan, bukankah kebanyakan hal jadi mudah dan menyenangkan, kalau
hampir semuanya Terang dan tidak menyilaukan? Boleh saja Anda atau orang lain
berkeyakinan lain, namun pengalaman saya bertutur,
hatilah sinar yang membuat semuanya terang tanpa menyilaukan. Sudahkah
Anda berkunjung ke sana?
Penulis: Gede Prama, Penerbit: PT Elex Media Komputindo