Menemukan Kebaikan di Mana-Mana

Minggu, 16 Oktober 2011 00:00 WIB | 7.345 kali
Menemukan Kebaikan di Mana-Mana Ada sebuah keluhan yang hampir selalu muncul di setiap pembicaran tentang stres. Tanpa mengenal kondisi dan situ- asi, ada banyak orang yang mengeluhkan peran orang lain. Dari tuduhan orang lain itu tidak mau mengerti, cenderung menipu, jahat, tidak mau membantu, bikin kesal, sampai dengan tuduhan orang lain sebagai biang stres. Ada bahkan yang menyebutkan bahwa dirinya jarang sekali bertemu orang baik.

Izinkan saya membagi eksperimen saya dalam kehidupan. Hampir setiap minggu saya terbang. Sekretaris saya hapal betul, kalau sebelum melakukan confirm terhadap tiket, ia harus menemukan tempat duduk agak di depan dan di lorong. Sering sekali setiap check in di bandara, saya meng­informasikan bahwa sekretaris saya sudah book tempat duduk di depan dan lorong. Dan sering kali juga tidak keba- gian tempat yang saya inginkan. Tidak jarang hati ini dibuat kesal. Sempat mengira kekeliruan ada di sekretaris. Namun, akhir-akhir ini saya melakukan perubahan pendekatan saat melakukan check in. Tidak lagi menyebutkan bahwa sekreta­ris sudah book tempat duduk, namun dengan ekspresi penuh senyuman saya berkata begini: ’Saya akan senang sekali

kalau dapat tempat duduk di depan dan di lorong’. Sebagai hasilnya, belum pernah sekalipun saya dikecewakan.

Apa yang mau diilustrasikan cerita ini sebenarnya seder- hana, kalau kita mau mengubah pendekatan kita kepada orang lain, banyak orang dengan sangat suka rela membagi kebaikan dengan kita. Modalnya pun tidak terlalu mahal: senyum, keyakinan bahwa orang lain baik, dan memper­lakukan mereka sebagaimana kita ingin diperlakukan orang. Saya juga memetik banyak sekali manfaat dari cara ini. | Bahkan orang yang tadinya sangat tidak bersahabat pun bisa berubah menjadi baik dengan pendekatan ini.

Ada harga yang harus dibayar tentunya. Gengsi dan harga diri hanya sebagian saja dari kekuatan yang mesti dikelola dalam hal ini. Belum lagi emosi, marah dan sejenisnya.

Seorang guru meditasi pernah bertutur sebuah cara yang berhasil menurunkan gengsi saya secara sangat drastis. Di tempat Anda duduk sekarang ini, cobalah tutup mata seben- j tar. Ajaklah sang pikiran melompat ke belakang seratus I tahun, enam ratus dan bahkan dua ribu tahun. Kemudian, lompatkan lagi pikiran ke seribu tahun ke depan. Gambar- kan secara jelas, kehidupan di tempat ini pada tahun-tahun tadi. Dalam perjalanan waktu tadi, kemudian lihat diri Anda yang sedang duduk. Bukankah diri ini tidak lebih dari se-i butir pasir di tengah samudera? Setetes air di lautan yang sangat luas? Pertanyaannya kemudian, layakkah membesar- besarkan diri dengan gengsi dan harga diri di tengah-tengah kekerdilan macam ini?

Lama, sempat saya dibuat merenung oleh latihan kecil ini. Sempat juga tidak percaya. Namun, dalam pemahaman yang lebih dalam, dia banyak menyelamatkan diri ini dari perang- kap gengsi dan harga diri. Dulu, ada perasaan kurang enak kalau naik pesawat kelas ekonomi. Sekarang, ia bukan lagi menjadi halangan berarti. Dulu, ada kebutuhan agar dika- gumi orang lain setelah menulis. Sekarang, dia tidak lagi menjadi syarat dan motivasi menulis. Dulu, ada perasaan tersinggung kalau ada pertanyaan orang dalam seminar yang memojokkan. Sekarang, dia malah menjadi sahabat kedewasaan dan kesabaran.

Setelah gengsi dan harga diri, sarana berikutnya agar menemukan sebanyak mungkin kebaikan adalah senyum. Inilah sarana murah namun sangat meriah hasilnya. Baik mencakup materi maupun nonmateri. Pariwisata Bali, Singa­pore Airline hanyalah sebagian kecil contoh, bagaimana senyum bisa menghasilkan sejumlah kedahsyatan. Di ting­katan individu, senyum tidak saja mengubah wajah sese­orang menjadi lebih menarik, tetapi juga menciptakan mag­net yang bisa menarik kebaikan orang lain.

Saya punya seorang rekan yang memiliki mimik muka selalu senyum. Lebih-lebih ditambah dengan lesung pipit kecil di pipinya. Didorong oleh keingintahuan akan dampak senyum, saya bertanya tentang jumlah sahabat yang dia mi­liki. Ternyata dia memiliki sahabat di mana-mana. Dalam banyak kejadian, dia bahkan dibantu banyak orang secara sangat suka rela.

Di Amerika ada seorang tua yang berhasil mengubah tidak sedikit anak sangat nakal menjadi manusia biasa dan sebagian lagi menjadi anak baik. Tidak sedikit anak-anak pembunuh yang berhasil diubahnya. Ketika ditanya rahasia- nya, dia mengatakan tidak punya rahasia. Kalaupun ada rahasia, rahasia tadi ditulis besar-besar di gerbang depan rumahnya yang bertuliskan: there is no such thing as bad kids. Tidak ada anak yang pada dasarnya nakal.

Nah, inilah sarana terakhir-setelah menundukkan gengsi dan menebar senyum-dalam usaha menemukan kebaikan di mana-mana: meyakini bahwa orang lain itu baik. Kalau pem­bunuh saja bisa diubah dengan cara ini, apa lagi orang biasa.

Saya masih teringat betul komentar rekan-rekan ketik saya dan isteri menikah di umur muda. Tidak sedikit yar.i meramalkan kami akan cerai tiga bulan kemudian-teruta­ma karena saya memiliki banyak kekurangan. Sekarang setelah puteri kami yang tertua sebentar lagi berumur tujui belas tahun, tidak jarang isteri saya menelepon dari tempat yang sangat jauh hanya untuk berucap singkat: dad I low you! Kalau Anda tanya rahasianya, tentu saja semuanyi sudah saya ungkapkan dalam tulisan pendek ini.

Penulis: Gede Prama, Penerbit: PT Elex Media Komputindo


Yuk Bagikan :

Baca Juga

Doa yang Paling Sering Diucapkan Rasulullah
Kamis, 24 November 2016 10:25 WIB
Jika Anda Begini, Istri Anda Bakal Demen
Kamis, 13 Oktober 2016 10:52 WIB
Tinggi Ilmu Namun Rendah Hati
Rabu, 28 September 2016 10:29 WIB
Empat Amalan Surga Dalam Satu Hari
Selasa, 20 September 2016 14:21 WIB