Buah Kejujuran I

Kamis, 29 September 2011 12:47 WIB | 7.544 kali
Buah Kejujuran I Sejak kepala keluarga itu meninggal dunia, kemiskinan seolah tidak pernah pergi dari kehidupan keluarga itu yang kini terdiri dari seorang anak perempuan dan ibunya. Usaha menjual susu domba yang menjadi tulang punggung kehidupan kelu­arga tidak banyak mendatangkan keuntu­ngan. Tapi mau bagaimana lagi, usaha ter­sebut terus dijalankan dengan penuh kepri­hatinan. Yang selalu berkeluh kesah justru sang ibu. Sang ibu sudah jenuh dan bosan menghadapi kesulitan hidup.

Beberapa kali sang ibu menasihati anak gadisnya agar tidak terlalu jujur dalam berjualan, baik mengenai takaran maupun kualitas barang dagangannya. Namun, si gadis selalu menolak permintaan ibunya karena selalu ingat dengan firman Allah: Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang- orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (QS. Al-Muthaffifin [83]: 1-3)

Pada suatu malam terjadi percakapan yang cukup keras antara sang ibu dan sang gadis. "Anakku, bangunlah. Sekarang sudah larut malam. Campurlah susu itu dengan air, agar kita mendapatkan keuntungan yang banyak," perintah sang ibu.

"Apa?"`gadis itu tidak percaya mende­ngar perintah ibunya. "Tidak Bu, aku tidak sanggup melakukannya."

"Kenapa? Harusnya kamu sadar bahwa kita ini orang miskin. Serba kekurangan. Kita butuh makan."

"Apa pun alasannya, saya tidak mau me­lakukannya. Maaf Ibu, itu bertentangan dengan anjuran khalifah."

"Apa perintahnya?"

"Khalifah mengatakan kepada semua penjual susu di negeri ini agar tidak men­campur susu dengan air karena mengharap keuntungan yang banyak."

"Ah, peduli amat. Apakah khalifah juga peduli dengan kehidupan kita yang melarat seperti ini. Sudah, lakukan saja. Tidak ada yang tahu, bila kita mencampur susu dengan air."

"Walaupun tidak ada yang melihat, ter­masuk khalifah dan para tentaranya tidak melihat, tapi ada yang selalu melihat kita, Ibu."

"Siapa yang melihat kita di tengah malam begini?"

"Tuhannya Khalifah Umar, yang juga Tuhan kita semua. Tuhan alam semesta, Allah Swt. Dia akan tetap melihat kita walau­pun kita berada di lubang semut dan di tengah malam paling gelap sekalipun. Ibu, demi Allah, aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menaati perintah-Nya di tempat ramai dan durhaka di tempat sepi."

Sang ibu terdiam, hatinya marah dan kesal melihat anak gadisnya yang tidak mau menuruti perintahnya, malah balik memberi nasihat. Tapi dalam hati, sang ibu kagum melihat pendirian anaknya.

Malam itu rupanya Khalifah Umar sedang meronda seperti biasa. Salah satu kebiasaan khalifah ini adalah melihat kondisi rakyatnya di malam hari dengan cara menya­mar. Dengan begitu, khalifah tahu apa yang dialami oleh rakyatnya.

Malam itu khalifah melihat rumah yang masih terang walaupun sudah tengah malam. Khalifah mendekati rumah itu, lalu men­dengarkan percakapan antara dua perempuan tadi.

Keesokan harinya, Khalifah Umar me­merintahkan untuk menyelidiki gadis itu. Dari hasil penyelidikannya, ternyata benar bahwa selama berjualan tidak pernah sekali­pun gadis itu berbuat curang kepada pem­belinya. Banyak pembeli yang puas dan senang dengan gadis itu. Khalifah lalu me­mutuskan, "Sudah sepatutnya, gadis jujur itu memperoleh imbalan yang besar."


Disadur dari buku Mutiara-mutiara Hati, Penulis Hadi S. Khuly, Penerbit Gava Media



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Doa yang Paling Sering Diucapkan Rasulullah
Kamis, 24 November 2016 10:25 WIB
Jika Anda Begini, Istri Anda Bakal Demen
Kamis, 13 Oktober 2016 10:52 WIB
Tinggi Ilmu Namun Rendah Hati
Rabu, 28 September 2016 10:29 WIB
Empat Amalan Surga Dalam Satu Hari
Selasa, 20 September 2016 14:21 WIB