Itu sepenggal puisi karya Jenderal Douglas MacArthur, seorang jenderal yang menjadi pahlawan Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Tadi pagi pada talkshow di jaringan radio Sonora, saya membaca puisi tersebut secara utuh. Sungguh, sebuah puisi yang menyentuh. Meski sudah berusia lebih dari setengah abad, puisi itu tak lekang karena waktu. Puisi itu terus up-to-date sampai kini karena menyentuh hakiki kehidupan manusia. Puisi tersebut ditulis seorang ayah untuk anaknya tercinta yang pada saat itu masih berusia 14 tahun.
Saya sengaja memenggal kutipan puisi itu pada bagian tersebut karena ada makna mendalam soal tantangan kehidupan. Jika kita terbiasa berada dalam kehidupan yang mudah, kita akan tumbuh menjadi manusia yang lemah. Namun sebaliknya, jika kita terbiasa dengan jalan kehidupan yang terjal dan berliku, kita akan tumbuh menjadi manusia yang kuat, tegar, tahap uji, tak mudah menyerah, kreatif, dan sebagainya - karena sudah teruji dengan segala cobaan dan rintangan.
Netter yang luar biasa!
Itulah yang diharapkan sang jenderal dari putranya. Ia berharap si anak mendapat hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan, karena melalui kesulitan itu anaknya akan teruji.
Itu sesuai pula dengan rangkaian kata-kata mutiara yang sering saya kemukakan: "Kalau Anda lunak pada diri sendiri, kehidupan akan keras terhadap Anda. Namun, kalau Anda keras pada diri sendiri, maka kehidupan akan lunak terhadap Anda."
Karena itu, kita patut bersyukur jika mendapat kehidupan yang sulit. Itu artinya, kita mendapat kesempatan untuk mengasah diri agar menjadi manusia yang kaya mental. Orang yang kaya mental memiliki bekal yang kuat untuk sukses di masa depan. Dan itu tak cuma yang diharapkan Jenderal MacArcthur melalui puisinya tersebut, tetapi diharapkan pula oleh kita semua.
Bagaimana teman-teman?
Salam sukses luar biasa!