Rasa Tanggung Jawab

Rabu, 01 April 2009 14:59 WIB | 8.642 kali
Rasa Tanggung Jawab

Suatu hari, seorang tenaga marketing di bidang keuangan mengeluh dengan putus asa. "Seumur hidup saya akan merasa bersalah karena telah menyebabkan nasabah rugi besar. Apalagi jika sampai ada yang meninggal karena itu. Aduh rasanya saya mau mati saja," katanya. Perusahaan tempatnya bekerja ternyata tidak mampu mengembalikan uang nasabah, sesuai perjanjian. Bukan hanya bunga yang tidak dibayar, bahkan pokoknya pun telah menyusut hingga 20 persen karena situasi market yang bergejolak turun.

Hampir setiap kali bicara di telepon, dia menangis ketakutan dikejar rasa bersalah dan memikirkan para nasabah yang pasti membencinya. "Kali ini, habislah saya. Mangkok nasi saya sudah terbalik. Saya trauma mau mencari kerja lagi. Pikiran saya kacau. Kalau ada apa-apa dengan nasabah gara-gara uangnya di sini nggak balik, matilah saya. Huhuhu... Bagaimana ya, Pak? Saya yang bujuk nasabah untuk investasi di sini, tapi sungguh Pak, saya tidak tahu kalau menejemennya amburadul seperti ini. Saya tidak pernah berniat mencelakai siapapun, tapi hari ini, huhuhu... justru orang-orang yang percaya kepada saya yang saya celakai."

Sambil bercanda, si penerima keluhan menjawab, "Lho, jangan mati dulu dong. Kalau kamu orang yang bisa dipercaya dan bertanggung jawab, justru harus tetap hidup dan menghadapi masalah ini. Tunjukkan bahwa kamu tidak akan lari dan akan membantu menyelesaikannya hingga beres. Jika kamu sudah maksimal membantu, tetapi nasabah tetap tidak puas (karena rugi besar), itu risiko yang harus kamu tanggung. Nggak perlu marah-marah sendiri. Nasabah mau marah dan benci, itu adalah hak mereka. Siapa pun yang dirugikan sebesar itu, boleh marah kok, sangat manusiawi."

Ia melanjutkan bicaranya. "Mereka belum tentu membenci kamu secara pribadi, tetapi situasi yang tidak nyaman menyebabkan harus ada orang yang bisa dijadikan tempat untuk mereka marah. Ya kamulah orang yang paling tepat buat sasaran. Tetapi sebenarnya, setiap orang harus bertanggung jawab pada keputusannya sendiri! Saat nasabah menandatangi perjanjian, dengan sadar, tidak ada orang yang memaksa dia untuk ikut kamu kan? Jadi, jika kamu udah mengupayakan semaksimalnya, sisanya serahkan pada Yang Di Atas. Itu sudah di luar kendalimu. Jangan percaya kalau ini adalah akhir dunia, alias kiamat. Setiap pekerjaan yang kamu kerjakan dengan hati dan niat baik, pasti ada jalan yang terbuka. Hari ini nasabahmu mungkin sekitar 50 orang. Padahal di luar sana masih ada puluhan orang lain calon nasabah. Nah, ke depan, hati-hati memilih tempat kerja, teliti dulu. Tegakkan kepala dan bersikaplah optimis karena hidup harus berlanjut!"


Teman-teman yang luar biasa,
kita mungkin pernah merugikan orang lain dengan tidak sengaja, hingga orang lain menderita. Tetapi yang paling utama adalah kita sadar secara tulus bahwa kita tidak ada hati secara sengaja untuk merugikan orang lain. Selain itu, kita harus berani bertanggung jawab, membantu, dan menghadapi situasi itu sampai tuntas.

Seorang ilmuwan besar Albert Einstein (1879-1955) mengatakan, "The price of greatness is responsibility" (harga sebuah kebesaran ada di tanggung jawab). Mempunyai rasa tanggung jawab adalah mutiara kehidupan. Dengan rasa tanggung jawab yang besar, kita ambil hikmah dan pelajaran pahit, serta tetap berani berjalan ke depan dengan optimis aktif!

Demikian dari saya, Andrie Wongso.
Success is my right, sukses adalah hak saya!
Salam sukses LUAR BIASA!

 



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Doa yang Paling Sering Diucapkan Rasulullah
Kamis, 24 November 2016 10:25 WIB
Jika Anda Begini, Istri Anda Bakal Demen
Kamis, 13 Oktober 2016 10:52 WIB
Tinggi Ilmu Namun Rendah Hati
Rabu, 28 September 2016 10:29 WIB
Empat Amalan Surga Dalam Satu Hari
Selasa, 20 September 2016 14:21 WIB