Muawiyah dahulu terkenal
dengan sifat kasih sayangnya. Mengenai hal ini, ada kisahnya yang sangat
masyhur. Muawiyah pernah berkata, "Sungguh, aku adalah orang yang paling
hina apabila ada orang yang berbuat kesalahan, namun dia tidak mendapatkan
maafku. Atau, ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, namun tidak
mendapatkan kedermawananku."
Alkisah,
tatkala Muawiyah memegang tampuk kekhalifahan dan mulai mengatur urusan negara,
maka suatu saat para pendukung Muawiyah mengungkit-ungkit kembali kejadian Perang
Shiffin. Pembicaraan mereka mengarah pada penyebutan seorang wanita Kufah yang
bernama
Zarqa` binti `Adiy, yaitu
ketika Perang Shiffin sedang berkecamuk. Zarqa` berdiri di barisan tengah
pertempuran sambil mengangkat suaranya dengan menyerukan, "Wahai para
pembela Ali!" Suaranya itu bagaikan sayatan pedang yang dapat memicu
semangat para tentara Ali dan seandainya seorang pengecut mendengar
kata-katanya waktu itu, maka dia akan bersegera ikut dalam peperangan. Atau,
seorang yang kabur dari peperangan, maka dia pun akan kembali bergabung dalam
medan pertempuran. Atau, seorang yang bimbang, maka dia akan yakin untuk
bergabung dalam barisan Ali.
Kemudian
Muawiyah bertanya kepada para bawahannya, "Apakah kalian ingat kata-kata
wanita tersebut?"
Mereka
menjawab, "Kami semua masih mengingatnya."
Muawiyah
melanjutkan pertanyaannya, "Lantas, apa yang kalian sarankan kepadaku
terhadap wanita itu?"
"Kami
menyarankan agar Anda membunuhnya saja karena dia pantas untuk itu," jawab
mereka.
Muawiyah
segera berkomentar, "Saran kalian sangat buruk dan ucapan kalian juga
sangat busuk. Apakah kalian mempertimbangkan nama baikku apabila aku
membunuhnya setelah wanita itu mendapat tempat di hati banyak orang? Dan apakah
dibenarkan bila aku membunuh seorang wanita yang taat kepada pemimpinnya? Kalau
sampai aku melakukannya, maka aku adalah seorang yang tidak tahu diri. Demi
Allah, aku tidak akan melakukannya."
Setelah itu,
Muawiyah memanggil juru tulisnya dan memerintahkannya untuk menulis sepucuk
surat yang ditujukan kepada wakilnyadi Kota Kufah untuk segera mengundang Zarqa`
binti `Adiy dengan ditemani seorang dari keluarganya dan beberapa pengawal.
Demikian pula agar wakilnya menyiapkan kasur yang empuk dan tunggangan yang
jinak untuk Zarqa`. Ketika surat Muawiyah itu telah sampai di tangan wakilnya
di Kufah, maka wakiinya itu segera mengirimnya
lagi kepada Zarqa`, lalu dibacakan di hadapannya. Kemudian setelah Zarqa`
membaca kembali surat yang dikirimkan oleh Muawiyah tersebut. Dia segara
berkata, "Aku tidak mungkin akan melepaskan ketaatanku."
Setelah itu,
Zarqa` pergi menemui Muawiyah dengan menunggang kereta yang bertiraikan sutra
agar terasa nyaman. Setelah sampai di kediaman Muawiyah, Muawiyah segera
menyambut kedatangannya seraya berkata, "Selamat datang! Selamat datang
tamu yang datang dari jauh! Bagaimana keadaanmu? Bagaimana perjalanannya?"
Zarqa`
lantas menjawab, "Perjalanan yang cukup menyenangkan."
Muawiyah
melanjutkan pertanyaannya, "Apakah kamu tahu kenapa aku mengundangmu
jauh-jauh untuk datang ke mari?"
"Yang
mengetahui hal yang gaib hanyalah Allah SWT," jawab Zarqa` singkat.
"Bukankah
engkau si penunggang unta merah pada Perang Shiffin, lalu berdiri di
tengah-tengah barisan untuk menyalakan api pertempuran dan membangkitkan hawa
peperangan?" tanya Muawiyah.
"Memang
betul," jawab Zarqa`.
"Apa
yang menyebabkan kamu melakukan hal seperti itu?" tanya Muawiyah.
"Amirul
Mukminin, waktu itu terjadi sebuah pertempuran dan dosa-dosa telah tertebus.
Sedangkan zaman berubah-ubah. Maka barang siapa yang berpikir, dia akan sadar.
Setiap masalah akan disusul oleh masalah yang lainnya," jawab Zarqa`.
"Kamu
benar, apakah kamu tahu maksud kata-katamu waktu itu dan masih
mengingatnya?" tanya Muawiyah.
"Tidak,
aku tidak ingat," jawab Zarqa` singkat.
"Baiklah kalau begitu, aku
mendengar kamu mengucapkan kata-kata berikut ini; `Wahai manusia! Lentera
tidak akan berfungsi cahayanya di hadapan sinar matahari, maka barang siapa
yang meminta petunjuk kepada kita, maka kita akan segera memberinya
petunjuk. Dan barang siapa yang bertanya, maka kita akan jawab. Apabila ada kebenaran
pasti ada kesesatan dan keduanya saling bertempur. Wahai para kaum Muhajirin
dan Ansar! Kalian telah bersatu dan berkumpul. Keadilan telah muncul dan
kebenaran telah menang melawan kebatilan. Maka apakah sama orang yang berada
dalam kebenaran dan orang yang sesat? Apakah sama antara orang mukmin dan
orang fasik? Tentulah tidak sama. Maka sekarang berperanglah karena peperangan
telah menjemput kalian dan bersabarlah bila perlu kesabaran. Ciri khas wanita
adalah kelembutan dan ciri khas laki-laki adalah darah. Kesabaran adalah
sebaik-baik penantian. Jemputlah peperangan dengan penuh semangat, karena
hari ini adalah kelanjutan untuk esok`."
Muawiyah berkata lagi, "Zarqa`, bukankah yang aku ucapkan tadi adalah kata-katamu yang kamu ucapkan waktu itu?"
"Mungkin saja," jawabnya.
"Kamu selalu mengikuti Ali ke mana pun dia pergi berperang," celetuk Muawiyah.
"Semoga Allah menetapkan kesenanganmu dan tetap dalam keselamatan. Sepertinya Anda membutuhkan orang yang selalu memberikan kabar gembira dan juga teman-teman yang baik," komentar Zarqa`.
"Apakah kamu melakukan semua itu dengan senang hati?" tanya Muawiyah.
"lya, tentu. Aku senang mendengar ucapan Anda tadi dan aku lidak tahu bagaimana caranya aku harus mengung-kapkannya." jawab Zarqa` lagi.
Muawiyah berkata lagi, "Demi Allah, kesetiaanmu kepada Ali sangatlah besar, walau dia telah meninggal dunia. Sungguh, hal itu lebih membuatku kagum daripada kesetiaanmu sewaktu dia masih hidup. Sebutkanlah keperluanmu, maka aku akan memenuhinya!"
"Amirul Mukminin, aku telah mengandalkan diriku sendiri dan aku tidak pernah meminta-minta kepada orang untuk menutupi kebutuhanku," tegas Zarqa`.
"Beberapa orang yang mengenalmu telah menyarankanku untuk membunuhmu," lanjut Muawiyah.
"Sungguh nista orang yang memberi saran itu dan apabila Anda mengikutinya, maka Anda menjadi seperti itu juga," kata Zarqa`.
"Tidak, bahkan aku memaafkanmu dan berbuat baik kepadamu serta menjagamu," balas Muawiyah.
Zarqa` segera berkata, "Amirul Mukminin, sungguh mulia jiwa Anda dan orang yang seperti Anda, yang mau menghargai dan memaafkan orang lain, membalas dengan kebaikan orang yang telah berbuat jelek kepada Anda, dan memberi sebelum diminta."
Lantas, Muawiyah memberikan Zarqa` sebuah gaun dan beberapa dirham serta mengurangi pajak beberapa ribu dirham yang dibebankan kepadanya setiap tahunnya dan mengizinkan Zarqa` untuk kembali ke kampung halamannya dengan selamat. (Kisah-kisah tentang Keimanan dan Akhlak )