Kisah Cinta Sepanjang Usia

abatasa | Kamis, 10 Oktober 2013 08:27 WIB | 5.514 kali
Kisah Cinta Sepanjang Usia
Karena meyakini bahwa hidup penuh dengan pesan-pesan kebijakan, ada saja kejadian yang membuat saya berefleksi. Kalau kejadian tersebut hanya hadir sekali dua kali, mungkin nilai pesannya biasa-biasa saja. Akan tetapi, kalau ia hadir hampir setiap minggu, dalam kurun waktu yang lama, bisa jadi ada kekuatan yang membuat saya harus berbagi kejernihan di sektor yang satu ini.

Hampir setiap minggu, saya dihadang keluhan orang yang tidak mencintai dirinya sendiri. Ada yang menyebut badannya kurang langsing, mukanya kurang lancip, matanya terlalu besar. Ada juga yang mengeluhkan karier dan hidupnya yang begitu-begitu saja. Sampai dengan keluarga yang tidak mendukung. Digabung menjadi satu, maka jadilah kehidup­an orang-orang seperti ini, mirip dengan kehidupan yang memukuli diri sendiri.

Jika benar badan terdiri dari badan kasar dan badan halus, dengan pemberontakan terakhir, sekilas kita memang seperti tidak melakukan apa-apa terhadap badan kasar kita. Namun, karena pemberontakan tadi berpengaruh langsung terhadap badan halus, yang pada ikutannya mempengaruhi juga ba­dan kasar, maka praktis kegiatan memukuli diri sendiri, bu­kan hanya dalam pengandaian semata. Ia juga bermakna riil.


Ini juga yang bisa menjelaskan, kenapa orang-orang yang jarang dan tidak pernah bersyukur, memiliki keceriaan wajah yang sangat berbeda dengan mereka yang rajin bersyukur. Ini juga yang menyebabkan, kenapa orang-orang yang memberontak terhadap dirinya sudah sampai di neraka sebelum meninggal, sementara mereka yang penuh syukur sudah sampai di surga sebelum kematian memanggil.

Ketika pertama kali membaca karya fisikawan Einstein, yang mengemukakan bahwa yang riil hanyalah sebuah tipuan, saya sempat termenung lama tidak mengerti. Sekarang, ketika hubungan antara badan halus dan badan kasar sebagian bisa dimengerti, baru saya bisa memahami konsep Einstein. Badan kasar (baca: badan riil) sangat besar dipengaruhi oleh badan halus (baca: badan yang tidak keli­hatan). Lebih dari sekadar berpengaruh terhadap badan kasar, badan halus juga bisa membawa dan menarik kita pada serangkaian kehidupan.

Mirip dengan makanan untuk badan kasar, kalau makan­annya bersih dan bergizi, maka badan pun jadi sehat. Demi­kian juga dengan badan halus, bila pemberontakan terhadap diri sendiri terus terjadi, tidak saja badan halus jadi sakit- sakitan. Ia juga menarik dan membawa kita ke dalam serangkaian kehidupan sebagaimana kita keluhkan.

Sudah banyak kehidupan orang dan kehidupan saya sendiri yang menjadi saksi dan bukti dari keyakinan terakhir. Sahabat yang membenci ayahnya beristri dua, akhirnya memiliki suami yang juga beristri dua. Rekan yang sebenar­nya gagah dan ganteng ketika muda, kemudian jadi cepat tua dan tidak menarik, karena sejak kecil tidak pernah puas pada badannya sendiri.

Belajar dari semua ini, saya tidak pernah bosan untuk sesering mungkin mengajak orang untuk jatuh cinta pada diri sendiri. Izinkan saya bertutur sekelumit kehidupan saya

kepada Anda. Saya lahir sebagai bungsu dari tiga belas bersaudara. Di masa kecil sampai umur 27-an sempat minder berat karena bentuk hidung dihina orang. Pernah heran dan sangat kagum dengan rekan-rekan SMP dan SMU yang bisa berbicara di depan umum tanpa beban berarti. Ketika baru belajar berbicara di depan umum, sering dihina orang. Sampai sekarang pun hinaan orang masih datang.

Akan tetapi, ketika menyadari pentingnya jatuh cinta pada diri sendiri, telah lama saya belajar memandikan badan halus dengan obat mujarab yang bernama rasa syukur. Setiap kali makan, baik makan besar maupun makan kecil, selalu saya sisakan sekelumit makanan di pinggir piring sebagai ungkapan rasa syukur. Setiap kali mencium pipi anak-anak kesayangan saya di rumah, hati saya berucap syukur kepada Tuhan. Setiap malam ketika melihat isteri sedang tidur pulas, dengan perasaan tulus kepada Tuhan saya berucap terima kasih karena diberikan teman hidup yang sangat mengagumkan. Apa lagi kalau dianugerahi rezeki-rezeki besar lainnya. Singkat kata, ke mana mata saya memandang hanya ada syukur. Kemana telinga mendengar hanya ada syukur. Sehingga dalam totalitas, jadilah kehidup­an saya sebagai kehidupan penuh dengan rasa syukur.

Anda tentu bertanya tentang hasilnya. Kesehatan, sangat dan sangat membaik sekali setelah belajar jatuh cinta pada diri sendiri. Rezeki memang bukan urusan kita, namun ini pun bergerak naik, bahkan kadang melampaui batas-batas yang pernah saya bayangkan. Kedekatan dengan anak dan isteri, jauh sekali membaik. Kekaguman dari orang lain, ini juga membaik.

Coba Anda puji seseorang secara wajar dan tulus. Bukankah wajah orang tadi terlihat lebih simpatik dan berseri setelah dipuji? Demikian juga dengan diri sendiri. Jatuh cinta pada diri sendiri, memuji diri di depan kaca, apa lagi plus rasa syukur, juga membuat wajah dan kehidupan kita lebih simpatik dan berseri.

Bagi Anda yang pernah merasakan indahnya jatuh cinta demikian juga rasanya kehidupan yang disertai kesediaan untuk belajar jatuh cinta pada diri sendiri. Bedanya, kalau jatuh cinta pada orang lain mengenal permulaan dan perpisahan, jatuh cinta pada diri sendiri akan menjadi kisah cinta sepanjang usia. Anda tertarik?

 
*Penulis: Gede Prama, Penerbit: PT Elex Media Komputindo



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Doa yang Paling Sering Diucapkan Rasulullah
Kamis, 24 November 2016 10:25 WIB
Jika Anda Begini, Istri Anda Bakal Demen
Kamis, 13 Oktober 2016 10:52 WIB
Tinggi Ilmu Namun Rendah Hati
Rabu, 28 September 2016 10:29 WIB
Empat Amalan Surga Dalam Satu Hari
Selasa, 20 September 2016 14:21 WIB