Dua anak menemukan tas berisi 13 mangga. Mereka bertengkar; saling berebut mangga. Keduanya sama-sama tidak mau mengalah; ingin mendapatkan jumlah yang lebih banyak dari yang lain. Akhirnya, karena terus-terusan bertengkar dan tidak ada jalan keluar, mereka bertanya pada Nasrudin untuk memecahkan masalah.
Begitu ditanya oleh kedua anak tersebut, Nasrudin meminta mereka untuk memilih cara manusia atau cara Tuhan.
Kedua anak tersebut berkata, "Kami ingin keadilan. Tentu saja kami ingin cara Tuhan karena Tuhan Maha Adil!"
"Kalau begitu, kuberikan dua mangga untukmu," kata Nasrudin pada anak pertama, "dan sembilan mangga untukmu," kata Nasrudin pada anak kedua.
Kode Rahasia dalam Kisah "Keadilan Tuhan"
Secara umum, kita bisa berkesimpulan bahwa Tuhan tidak akan membagi rezeki dalam jumlah yang sama kepada setiap orang. Ada yang kaya, dan ada yang miskin. Yang kaya memiliki rezeki yang seharusnya menjadi milik si miskin; dan si miskin menjadi batu ujian bagi si kaya untuk memberikan rezeki tersebut atau tidak, seperti dalam Surah Al-An’am ayat 53, "Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebagian mereka (orang- orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: ’Orang- orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?’ (Allah berfirman): ’Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?"’
Dalam hal ini, zakat atau sedekah yang diterapkan dalam Islam sebenarnya menunjukkan bahwa semua orang di dunia penuh dengan
ketergantungan satu sama lain. Orang kaya, yang sekilas mampu membeli apa saja dengan uangnya, wajib membersihkan uang atau hartanya tersebut dengan memberikan sebagian hartanya kepada orang miskin. Jika tidak ada aturan ini, orang kaya akan merasa tinggi hati dan tidak mau berbagi dengan siapapun. Mereka akan terus memperkaya diri melebihi batas dan kelak akan terjerumus pada dosa- dosa yang lebih besar karena kekayaannya, misalnya memonopoli sebuah barang tertentu padahal dalam Islam, tidak ada monopoli (monopoli hukumnya haram).
Tujuan derma uang ini bagi orang kaya maupun miskin adalah penyadaran bahwa semua orang adalah orang miskin, sedangkan Allah adalah Yang Maha Kaya[1].
Jika dipahami lebih jauh lagi, kisah ini berkaitan dengan pengalaman sufi dalam pengembaraan menuju Tuhan. Semakin dekat seseorang pada Tuhan, semakin besar ujian yang ia dapatkan.
Dalam cerita di atas, Nasrudin berperan sebagai Tuhan yang memberi dua mangga pada anak pertama, jumlah yang lebih sedikit daripada anak kedua. Anak pertama ini dapat ditafsirkan sebagai "orang yang (mengaku) lebih dekat kepada-Nya", demi menguji sebesar apa kekuatan "sang anak pertama atau orang yang mengaku mencintai Allah" tersebut.
Sebaliknya, orang yang mendapatkan jumlah yang lebih banyak adalah orang yang lebih jauh dari Allah karena orang tersebut bisa jadi lebih mementingkan harta duniawi (meskipun tidak semua orang "kaya" atau orang yang mendapatkan hairta yang banyak, memiliki sifat buruk ini).
Meskipun pemberian mangga atau pemberian harta duniawi dibuat sedemikian rupa oleh Nasrudin (Allah), bisa jadi baik "anak pertama" maupun "anak kedua" bisa saja berasumsi sebaliknya. Oleh karena "anak kedua" menerima jumlah mangga yang lebih banyak, biasanya orang akan dengan mudah menganggap, "dialah yang lebih dicintai Allah" dan orang yang mendapatkan lebih sedikit akan dianggap "sedang dikutuk Allah".
Padahal, terdapat ayat yang menyindir orang-orang yang berasumsi demikian, "Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: ’Tuhanku telah memuliakanku.’ (Surah Al-Fajr ayat 15). Dan, "Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ’Tuhanku menghinakanku.’" (Surah Al-Fajr ayat 16).
Pilihan yang paling baik, berapapun kebahagiaan Allah yang diberikan kepada kita di dunia, tetap bersumber dari Allah. Berapapun jumlahnya, harus diterima. Barangkali jumlah yang lebih sedikit akan membuat kita selalu mengingat Allah seperti sabda Nabi, "Kemiskinan adalah kebanggaanku."
[1] Surah Muhammad ayat 38, "Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu.”