Tanggal 6 samai 8 Juni 2008, saya berkesempatan untuk pergi ke Jawa Timur, disamping acara menjenguk keluarga, mengisi acara, bersepeda ke Gunung kelut, juga berguru ke salah satu kenalan yang lima tahun tidak pernah berjumpa.
Salah satu oleh-oleh yang sangat menarik adalah berkunjung ke seseorang yang namanya Pak. Akas, kata Akas kalau diindonesiakan kurang lebih artinya giat, cerdik, enerjik atau intinya tidak jauh dengan prilaku yang serba semangat. Salah satu kegiatan Pak. Akas ini adalah berternak kambing, sapi dan ikan lele.
Salah satu yang sangat menarik dari bisnisnya adalah penggemukan sapi, kambing dan ikan lele. Aktivitas penggemukannya, sangat unik, terutama memberi makanan kepada sapi dan kambing tidak dengan rumput, tapi dengan sampah-sampah para petani yang selama ini dibuang dengan sia-sia, atau hanya untuk makanan api, alias dibakar.
Ketika kami berjumpa lima tahun yang lalu, sapi, kambing dan ikan lelenya baru beberapa ekor saja, dan jenis makanannyapun masih banyak uji coba. Tapi, sekarang sudah ribuan jumlahnya. Beliau menggaji karyawan, cukup dengan memanfaatkan kotoran sapi dan kambing, itupun uangnya masih sisa dan bisa digunakan untuk kebutuhan keluarga. Sedangkan keuntungan harga sapi, kambing dan ikan lele bisa digunakan untuk pengembangan bisnis serta kebutuhan lain diluar kebutuhan keluarga dan kebutuhan sehari-hari.
Bisnis beliau ini, sudah sering muncul dibeberapa majalah dan surat kabar, karena tergolong sangat unik, bila dibanding dengan aktivitas yang sama di beberapa buku-buku secara teori.
Ketika saya bertanya: ”Apakah masyarakat sekitar atau para pembisnis sejenis atau yang ingin merintis pernah berkunjung dan belajar dari hasil penemuan Bapak?”. Dengan polos beliau menjawab: ”Kalau dari dalam negeri tidak banyak, yang banyak dari Malaysia”. Kemudian beliau melanjutkan bahwa sekitar dari 13 negara bagian Malaysia “Istilah Pak. Akas” sudah pernah belajar dengan sungguh-sungguh disini”.
Secara jujur saya sangat terperanjat, kalau yang sering berkunjung dengan serius malah dari Malaysia. Jangan-jangan nanti ilmu ditransfer kesana semua, kemudian bangsa kita membeli daging dari sana. Ini mengingatkan saya, tahun 1980-1990 banyak Mahasiswa Malaysia belajar ke Indonesia, kemudian dosen-dosen terbaik Indonesia mengajar disana dan akhirnya orang Indonesia banyak yang mengambil S-2 dan S-3 di Malaysia.
Sahabat CyberMQ
Tuhan tidak menciptakan sampah dalam kehidupan ini, semuanya selalu berharga. Intinya adalah Tuhan tidak pernah menciptakan kesia-siaan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan sia-siakan ciptaan Tuhan di dunia ini, semuanya bisa dimanfaatkan. Salah satu contohnya Pak. Akas, bisa membuat terobosan baru yaitu berternak sapi dan kambing gaul, makannya bukan rumput, tapi sisa-sisa sampah yang selama ini tidak terpakai dan dibuang begitu saja dan sebagaian besar dijadikan makanan api, alias dibakar.
Berani menghadapi tantangan keyakinan bahwa Tuhan tidak menciptakan sampah dalam kehidupan ini, sebab semuanya selalu berharga!!!. Bagaimana pendapat sahabat ???